Memperpanjang Nafas Pemulung yang Ngos-ngosan
Pemerintah, terutama melalui Kementerian Sosial, memiliki sejumlah program untuk membantu kelompok masyarakat yang telantar, termasuk pemulung. Namun, sebagian dari mereka tidak terjangkau karena tidak terdata.
Tak seluruh kisah pemulung berbalut kesedihan. Ketika pandemi Covid-19 merundung Indonesia, pemerintah menjangkau sebagian mereka dengan bantuan sosial. Hanya sebagian karena sebagian lain sulit terjangkau, terutama akibat tidak terdata. Jika terus dilanjutkan dan diperbesar, program baik ini bakal memperpanjang nafas pemulung yang sebagian sudah benar-benar ngos-ngosan pada masa sulit sekarang ini.
Pemerintah melalui Kementerian Sosial memberi perhatian khusus terhadap masyarakat kelompok rentan seperti pemulung. Mereka diberi tempat perlindungan di tengah pandemi akibat virus korona baru itu. Mereka masuk skema penanganan warga terlantar.
Skema penanganan warga telantar tujuannya agar jangan sampai ada warga yang susah hidup dan kelaparan. Karena itu, selain membagikan bantuan sosial berupa paket sembako, Kementerian Sosial menyiapkan tempat penampungan buat anak-anak jalanan, gelandangan, pengemis, dan orang-orang yang susah makan, kehilangan tempat tinggal, kehilangan pekerjaan.
Direktur Jenderal Rehabilitasi Sosial Kementerian Sosial (Kemensos), Harry Hikmat, menyatakan, jika komunitas pemulung sulit mengakses bantuan, pihak Kemensos akan berupaya bantuan sosial bisa dijangkau mereka, apalagi yang tinggal di tempat-tempat yang sulit didata seperti kolong jembatan.
“Negara harus hadir, kita tidak lagi melihat dia pendatang atau penduduk asli, punya kartu tanda penduduk atau tidak, tinggal di kolong jembatan bahkan tempat kumuh sekalipun harus dibantu oleh siapapun. Tidak hanya oleh pemerintah, tapi semua masyarakat,” ujar Harry Hikmat, di Jakarta, Sabtu (9/5/2020) lalu.
Untuk melindungi komunitas pemulung dari pandem Covid-19, Harry mengungkapkan ada beberapa pendekatan yang dilakukan pemerintah. Pertama, berbasis komunitas, yaitu penguatan keluarga secara langsung di lokasi komunitas melalui Lembaga Kesejahteraan Sosial (LKS). Selain penguatan keluarga, intervensi edukasi dan bantuan sosial pun akan dilakukan di komunitas.
“Kemensos bekerja sama dengan LKS Pemulung, rumah singgah atau yayasan memberikan layanan di dalam masyarakat itu sendiri. Di sini lembaga melakukan rapid assessment masalah dan kebutuhan kelompok rentan, pemeriksaan kesehatan, pemberian makan, dan transit sementara atau temporary shelter,” kata Harry.
Tampung di GOR
Adapun pendekatan kedua adalah berbasis Tempat Penampungan Sementara (TPS). Untuk itu Kemensos bekerja sama dengan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta menyediakan Gelanggang Olahraga (GOR) untuk menampung warga terlantar seperti tuna wisma, warga korban pemutusan hubungan kerja (PHK) dan Penerima Manfaat (PM) lainnya yang ditemukan di ruang publik. Untuk sementara mereka akan dibawa ke TPS, dan pihak Kemensos akan menghubungi keluarga serta membantu memulangkan mereka.
“Tempat ini digunakan sebagai tempat perlindungan bagi warga yang kesulitan hidup. Di sini mereka diberikan pemeriksaan kesehatan, kebutuhan dasar, rehabilitasi sosial, dan tempat tinggal sementara selama tiga bulan,” ujar Harry.
Menteri Sosial Juliari P Batubara, Senin (11/5/2020) petang mengunjungi para korban PHK yang ditampung di Balai Rehsos Mulya Jaya. Harry Hikmat, Mensos mengecek tempat penampungan sementara tersebut, untuk memastikan kelompok masyarakat terrsebut menerima bantuan dari pemerintah.
“Ini merupakan salah satu upaya Kementerian Sosial untuk membantu masyarakat yang mungkin terlupakan. Mereka yang tinggal di jalanan ini dalam keadaan normal saja sulit kehidupannya, apalagi saat ada pandemi,” ujar Juliari, seraya menegaskan penampungan sementara sengaja diaktifkan untuk memberikan bantuan kepada lapisan sosial seperti pemulung, gelandangan, anak jalanan, pengemis, dan juga korban PHK akibat dampak Covid-19.
Di Balai Rehsos Mulya Jaya, hingga Senin terdapat 22 orang dari semula 77 orang. Adapun 50 orang lainnya sudah dikembalikan kepada keluarganya. Balai tersebut bisa menampung sekitar 150 orang. Selain tempat tinggal sementara, warga yang ditampung di balai tersebut mendapat makanan dan paket sembako bantuan Presiden.
“Mereka diberi kesempatan tinggal selama tiga bulan, dan dilakukan penilaian atau evaluasi, apabila memang ada alasan kuat, bisa ditambah masa tinggalnya,” ujar Juliari.
Mensos meminta Dirjen Rehsos dan jajaran Kemensos untuk bersinergi dengan para Lembaga Kesejahteraan Sosial (LKS) dan dengan Dinas Sosial Provinsi DKI Jakarta untuk menyisir warga yang masih ada di jalanan. “Mohon dicek dan di-assesement apakah memang mereka ada di jalanan sejak dari dulu atau karena Covid-19. Dengan segala keterbatasan kita harus hadir. Kementerian Sosial harus hadir karena ini adalah salah satu bentuk tugas dan tanggung jawab untuk memastikan warga negara yang tidak beruntung ini bisa ditangani dengan baik,” tegasnya.
Baca juga: Sebagian Pemulung Tak Terjangkau Bansos
Berbasis balai
Menurut Harry Hikmat, Kemensos mengoptimalkan fungsi Balai Rehsos Mulya Jaya sebagai tempat penampungan sementara yang akan memberikan layanan kebutuhan dasar dan sejumlah layanan, termasuk dalam bentuk pelatihan keterampilan. Balai ini bisa berfungsi sebagai rujukan dari tempat penampungan sementara yang telah disiapkan juga bersama Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.
"Karena penampungan sementara, maka layanannya berdurasi singkat, meliputi pendataan, assessment, dan pemulangan kepada keluarga. Kalau ada kebutuhan khusus akan ditangani dengan dirujuk lebih lanjut ke balai-balai rehsos milik Kemensos,” katanya.
Sejak pemerintah membuka penampungan sementara pada 27 April 2020 lalu, hingga Minggu (10/5/2020) malam, tercatat ada 1.146 orang yang mendapat fasilitas penampungan sementara di lima GOR milik Pemprov DKI. Kelima GOR tersebut adalah GOR Karet Tengsin di Jakarta Pusat, GOR Cengkareng di Jakarta Barat, GOR Ciracas di Jakarta Timur, GOR Tanjung Priok di Jakarta Utara dan GOR Pasar Minggu di Jakarta Selatan.
“Sebanyak 780 orang dikembalikan kepada keluarga, dan sebanyak 152 orang mendapat rujukan, termasuk 72 orang yang dirujuk ke Balai Mulya Jaya,” tambah Harry.
Bagi warga terlantar yang membutuhkan penanganan khusus seperti anak-anak, ibu hamil, lansia dan penyandang disabilitas, Kemensos menyediakan Balai Rehabilitasi Sosial sebagai TPS, yaitu Balai Mulyajaya Jakarta, Balai Anak Handayani Jakarta, Balai Napza Bambu Apus Jakarta, Balai Lanjut Usia Budhi Dharma Bekasi, Balai Netra Tan Miyat Bekasi, serta Balai Eks Gelandangan dan Pengemis Pangudi Luhur"Bekasi.
Sejauh ini, menurut Harry, bansos sembako yang diberikan kepada komunitas pemulung berasal dari Kemensos dan kepedulian mitra Kerja Kemensos yaitu Bank Rakyat Indonesia (BRI). Namun, Kemensos akan usulkan agar pemulung bisa mendapat bansos sembako dari Presiden.
“Tidak ada kreteria untuk para pemulung, tidak memandang pemulung yang punya gerobak, atau memakai karung atau yang tidak memiliki keduanya, Kemensos tidak memberikan kriteria terhadap pemulung, karena semua pemulung pada pedemi ini membutuhkan bantuan atau uluran tangan dari siapapun terutama dari Pihak Pemerintah,” tegas Harry.
Baca juga: Pemulung Hadapi Berlipat Masalah Saat Pandemi Covid-19
Pemulung tidak menetap
Harry menegaskan untuk menjangkau pemulung, Kemensos menghadapi kendala, karena Undang-Undang 23 tahun 2014 tentang Pembagian Kewenangan Pusat dan Daerah, mengamanatkan penanganan kelompok rentan seperti gelandangan, pengemis dan pemulung ada di pemerintah daerah. Yang bisa dilakukan Kemensos, adalah mendorong pemerintah daerah agar terus secara bersama-sama dengan pemerintah pusat memberikan yang terbaik bagi seluruh masyarakat.
Status sejumlah pemulung yang tidak tinggal menetap di suatu tempat (tinggal di jalanan) dan tidak memiliki identitas, membuat pemerintah selain sulit menjangkau mereka, juga sulit untuk melakukan pemantauan dan penjangkauan, termasuk memberikan bantuan. Kondisi tersebut membuat pemerintah sulit mendapatkan data berapa sebenarnya jumlah pemulung.
Untuk menjangkau para pemulung yang juga pendatang, Kemensos meminta pemda setempat proaktif mendata masyarakat yang ada di wilayahnya, meskipun mereka bukan berasal dari wilayah tersebut. Data warga pendatang tersebut dapat diusulkan kepada Kementerian Sosial.
Selain memberikan TPS, Kemensos juga memberi bantuan alat kesehatan kepada komunitas pemulung dan memberi edukasi untuk tetap di rumah. Hal itu dilakukan karena pekerjaan sebagai pemulung pun sangat rentan di kondisi pandemi Covid-19, karena mereka mencari rezeki dengan mengumpulkan barang-barang bekas yang tentunya tidak steril dari berbagai bakteri dan virus.
“Kami memberikan paket alat kesehatan seperti masker, hand sanitizer, sarung tangan karet dan disinfektan serta melakukan sosialisasi tentang pembatasan sosial dan juga menanamkan kebiasaan pola hidup bersih sehat,” kata Harry.
Pekan lalu, Kamis (7/5/2020) Harry Hikmat mengunjungi beberapa kampung komunitas pemulung dan anak jalanan di Jakarta untuk melihat langsung kondisi mereka sekaligus memberi bantuan sembako. Daerah yang dikunjungi, antara lain kolong tol jalan Papanggo Raya, Jakarta Utara, (binaan Yayasan Kumala Jakarta Utara), kolong tol Gedung Panjang Jakarta Utara, perkampungan komunitas pemulung di daerah mangga ubi di daerah Jakarta Barat (binaan Yayasan Kampus Diakonia Modern), dan komunitas pemulung di Gang Haji Saibun, Pasar Minggu Jakarta Selatan (Pendampingan dari Yayasan Nurul Iman)
Pada hari Jumat, (8/5/2020), bansos juga diberikan ke Yayasan Putra Indonesia Mandiri di daerah Bilangan dan Gunung Sahari Utara Jakarta Pusat. Selain paket sembako dari BRI, Kemensos juga memberikan bantuan alat kesehatan berupa paket masker, hand sanitizer, sabun cuci tangan dan 10 APD untuk masing-masing komunitas yang dikunjungi.
Baca juga: Pemberdayaan Pemulung Mendesak