Selama masa pandemi, perempuan disabilitas yang memiliki ketergantungan mobilitas dari orang lain menghadapi kesulitan besar dalam beraktivitas ataupun menjalankan usahanya. Mereka butuh perlindungan khusus
Oleh
Sonya Hellen Sinombor
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pandemi Covid-19 yang disusul dengan kebijakan pembatasan sosial berdampak besar bagi kehidupan penyandang disabilitas, terutama perempuan. Perempuan disabilitas termasuk dalam kelompok perempuan dalam situasi khusus karena lebih rentan dibandingkan dengan perempuan dan penyandang disabilitas pada umumnya.
Selain rentan terpapar virus korona baru, selama masa pandemi perempuan disabilitas yang memiliki ketergantungan mobilitas dari orang lain menghadapi kesulitan besar dalam beraktivitas maupun menjalankan usahanya. Perempuan disabilitas yang tidak bekerja dan selama ini bergantung kepada pasangan atau anggota keluarganya juga terancam mengalami kekerasan dalam rumah tangga ataupun lingkungan karena tekanan sosial ekonomi.
Untuk melindungi para perempuan disabilitas Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) meluncurkan Panduan Perlindungan Khusus dan Lebih bagi Perempuan Penyandang Disabilitas di Masa Pandemi Covid-19.
Panduan ini sangat penting, sebagai upaya meningkatkan perlindungan hak perempuan penyandang disabilitas (Vennetia R Dannes)
”Panduan ini sangat penting, sebagai upaya meningkatkan perlindungan hak perempuan penyandang disabilitas, terutama dalam hal pencegahan, agar perempuan disabilitas terhindar dari Covid-19 maupun dampak yang ditimbulkan oleh penyakit ini secara sosial, ekonomi, psikologi maupun kekerasan,” ujar Deputi Bidang Perlindungan Hak Perempuan, KemenPPPA, Vennetia R Dannes, Selasa (12/5/2020).
Perlindungan perempuan disabilitas perlu mendapat perhatian karena sebelum wabah atau pandemi Covid-19, mereka sudah menghadapi banyak tantangan dalam pemenuhan kehidupan sehari-hari dan dalam partisipasi di ruang publik.
Karena itulah Panduan Perlindungan Khusus dan Lebih bagi Perempuan Penyandang Disabilitas dalam Masa Pandemi Covid-19, yang disusun Kedeputian bidang Perlindungan Hak Perempuan KemenPPPA bekerja sama dengan Sentra advokasi perempuan, difabel dan anak (SAPDA), diharapkan bisa menjadi panduan bagi lintas Kementerian/Lembaga (K/L) dan organisasi pemerintah daerah (OPD).
”Penyandang disabilitas dengan ragam disabilitasnya adalah salah satu kelompok yang rentan terinfeksi virus korona baru atau Covid-19. Perempuan penyandang disabilitas masuk dalam kelompok perempuan dalam situasi khusus karena mereka lebih rentan dibandingkan perempuan dan penyandang disabilitas pada umumnya,” kata Vennetia.
Berdasarkan data Survei Sosial Ekonomi Nasional Badan Pusat Statistik (Susenas BPS) tahun 2018, jumlah penyandang disabilitas di Indonesia dengan usia 2 tahun ke atas sebanyak 37.137.518 jiwa. Dari jumlah tersebut, lebih dari setengah adalah perempuan disabilitas.
Namun, kebijakan pencegahan virus korona tidak mudah bagi penyandang disabilitas karena tidak dapat serta-merta diimplementasikan bagi sebagian penyandang disabilitas. Sebagian penyandang disabilitas juga tidak dapat menerapkan pembatasan sosial karena mereka membutuhkan pendamping, dengan begitu mereka harus selalu berinteraksi dengan pihak lain untuk melakukan aktivitas harian serta memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari.
”Bahkan, sebelum pandemi ini, perempuan penyandang disabilitas sudah menghadapi banyak tantangan dalam pemenuhan kehidupan sehari-hari dan berpartisipasi di ruang publik,” ujarnya.
Kerentanan tersebut akibat dari situasi ganda, yaitu sebagai perempuan dan sebagai penyandang disabilitas. Stigma terhadap perempuan sudah menjadi penghalang bagi perempuan ditambah dengan disabilitas, mereka menghadapi diskriminasi ganda, subordinasi, dan rentan menjadi korban kekerasan.
Panduan perlindungan terhadap perempuan disabilitas meliputi berbagai intervensi dalam beberapa tahapan mulai dari pencegahan, penanganan, pemulihan, pemberdayaan hingga monitoring evaluasi. Harapannya, panduan tersebut menjadi pedoman bagi Gugus Tugas Penanganan Covid-19, para pembuat kebijakan, masyarakat, dan sukarelawan agar mengetahui adanya kebutuhan khusus dan berbeda dalam penanganan Covid-19 pada perempuan disabilitas.
Tampung suara perempuan disabilitas
Ketua Umum Himpunan Himpunan Wanita Disabilitas Indonesia (HWDI) Maulani Rotinsulu berharap, panduan tersebut bisa efektif dilaksanakan. Sebab, panduan tersebut harus merespons situasi krisis. Diharapkan isi panduan tersebut sudah menampung, mendengarkan, dan mencatat suara masyarakat dengan memperhatikan situasi perempuan dengan disabilitas sesuai dengan realitas sebenarnya, bukan hanya pendapat ahli maupun teori.
”Yang menjadi catatan saya bagaimana dengan timeline yang ditargetkan dalam mengaplikasikan panduan tersebut karena kami melihat bahwa pelaksanaannya diharapkan sampai ke tingkat desa dan RT/RW. Program bantuan sosial dari Kemensos yang sangat reaktif saja banyak kendala ketika diaplikasikan,” papar Maulani.
Ketua Umum Persatuan Penyandang Disabilitas Indonesia (PPDI) Gufron Sakaril menilai, panduan tersebut sudah bagus, tetapi perlu ada penekanan kepada siapa saja sasaran utama dari setiap program.
”Bagaimana dengan peran tenaga medis. Karena tenaga medis juga perlu mengetahui panduan ini. Kalau bisa lebih operasional, misalnya memberikan paket sembako, bantuan langsung tunai, kartu prakerja, dan lain-lain,” kata Gufron.