Tahun Ajaran Baru 2020/2021 Tetap Mulai Pertengahan Juli
Tahun ajaran baru 2020/2021 tetap dimulai pertengahan Juli 2020. Jika pandemi Covid-19 ini belum teratasi, kegiatan belajar-mengajar tetap dilaksanakan secara daring.
Oleh
Yovita Arika
·3 menit baca
KOMPAS/FERGANATA INDRA RIATMOKO
Murid kelas IV berdoa sebelum memulai pelajaran di SD Negeri 1 Kepoh, Desa Kepoh, Sambi, Boyolali, Jawa Tengah, Senin (22/7/2019). Tahun tersebut, sekolah itu hanya mendapat satu murid baru sehingga total jumlah murid di sekolah tersebut hanya 21 siswa.
JAKARTA, KOMPAS — Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan memutuskan tidak mengubah kalender akademik pendidikan pada masa pandemi Covid-19 ini. Tahun ajaran 2020/2021 tetap dimulai pertengahan Juli 2020, sedangkan pembukaan kembali sekolah menunggu kondisi aman dari dampak Covid-19 sesuai dengan keputusan Gugus Tugas Covid-19 dan Kementerian Kesehatan.
Menunda atau memundurkan tahun ajaran baru akan membawa sejumlah konsekuensi meski opsi ini pernah dilakukan pada 1978 ketika permulaan tahun ajaran baru diundur dari Januari ke Juli. Selain harus disesuaikan dengan pendidikan tinggi, penundaan tahun ajaran baru juga menambah biaya, terutama bagi siswa di sekolah swasta.
Karena itu, estimasi optimistis sekolah dibuka pada pertengahan Juli sesuai kalender pendidikan, dengan tetap mengacu protokol kesehatan. Jika pada pertengahan Juli kasus Covid-19 masih tinggi dan pembatasan sosial berskala besar masih diberlakukan, pembelajaran jarak jauh untuk pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah (PAUD Dikdasmen) tetap dilanjutkan.
”Sekolah dibuka kembali paling cepat pertengahan Juli 2020, tetapi harus dilihat kondisi pandemi Covid-19 ini. Kami hanya menyiapkan syarat dan prosedur. Terkait kondisi kesehatan dan keamanan terkait pandemi ini, itu ada di Satgas Covid-19 dan Kementerian Kesehatan,” kata Pelaksana Tugas Direktur Jenderal PAUD Dikdasmen Kemdikbud Hamid Muhammad, akhir pekan lalu.
Kompas/Priyombodo
Suasana lengang di gedung SD Negeri Gunung 01, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, yang tutup sementara akibat pandemi Covid-19, Jumat (1/5/2020).
Skenario kedua, kata Hamid, pembukaan sekolah dilakukan secara parsial sesuai kondisi tiap-tiap daerah. Jika suatu daerah sudah dinyatakan aman dari Covid-19, sekolah bisa dibuka meski di daerah lain belum aman. Namun, harus ada kepastian yang didukung data bahwa daerah tersebut betul-betul aman Covid-19, keselamatan siswa harus menjadi prioritas utama. Sedangkan daerah yang belum aman tetap melanjutkan pembelajaran jarak jauh.
Hamid mengakui, pembelajaran jarak jauh yang diselenggarakan sejak pertengah Maret 2020 masih jauh dari sempurna, tetapi itu satu-satunya jalan agar pendidikan tetap berlanjut pada masa pandemi ini. Karena itu, jika PSBB diperpanjang, perlu ada strategi khusus agar pembelajaran jarak jauh dapat berlangsung lebih efektif, terutama bagi siswa baru.
”Untuk siswa baru, harus ada pertemuan awal untuk memudahkan pelaksanaan pembelajaran jarak jauh, mengingat siswa dan guru belum saling kenal. Pertemuan awal ini tidak harus satu kelas bersama-sama, tetapi bisa bergantian dengan mengacu protokol kesehatan. Memang harus ada ekstra usaha dari sekolah dan guru,” kata Hamid.
Belum siap
Sebelumnya, dalam rapat koordinasi secara daring antara Kemdikbud dan dinas pendidikan provinsi, Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Sulawesi Tengah Ansyar Sutiadi mengatakan, Sulteng belum siap jika sekolah dibuka pada pertengahan Juli. Pembukaan sekolah secara parsial pun belum bisa. ”Di Sulteng justru sedang meningkat kasusnya (Covid-19),” katanya.
Dinas Pendidikan, Kebudayaan, Kepemudaan, dan Olahraga Provinsi Gorontalo pun mengusulkan pembukaan kembali sekolah mengacu kondisi kasus Covid-19. Jika pembelajaran jarak jauh dilanjutkan, pemerintah harus memastikan jaringan internet menjangkau seluruh daerah dan ada pelatihan bagi para guru agar pembelajaran jarak jauh bisa lebih efektif.
KOMPAS/PRIYOMBODO
Siswa kelas II di SD Al-Bayan Islamic School, Kota Tangerang, Banten, mengerjakan tugas dari guru saat belajar di rumah (home learning), Selasa (17/3/2020).
Kepala Lembaga Penjamin Mutu Pendidikan Daerah Istimewa Yogyakarta Minhajul Ngabidin mengatakan, guru membutuhkan panduan untuk menyiapkan pembelajaran jarak jauh. ”Kami sudah membuat (panduan), saat ini sedang finishing. Perlu ada pendampingan pada guru supaya guru tidak sendirian dalam menyelenggarakan pembelajaran jarak jauh ini,” katanya.
Selama pelaksanaan pembelajaran jarak jauh ini, kata Hamid, memang baru 18 persen atau sekitar 40.000 dari total 220.000 sekolah yang sudah melaksanakan pembelajaran daring secara efektif. Sedangkan 8.000 sekolah yang belum ada akses listrik dan 40.000 sekolah yang belum ada akses internet belum dapat melaksanakan pembelajaran daring.
”Karena itu dibantu lewat TVRI, RRI, kami juga sedang menyiapkan program belajar di radio lokal dan radio komunitas. Kami mendorong pemerintah daerah untuk melakukan ini karena urusan pendidikan ini sebenarnya urusan pemerintah daerah, kami (Kemdikbud) memfasilitasi,” ucap Hamid.