Sekolah Negeri Dilarang Pungut Biaya untuk Penerimaan Siswa Baru
Penerimaan Peserta Didik Baru 2020 di sekolah negeri dilaksanakan secara daring dan bebas biaya. Sekolah tidak diperbolehkan memungut biaya apa pun terkait penerimaan peserta didik baru.
Oleh
Yovita Arika
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Sekolah penerima bantuan operasional sekolah dan sekolah negeri dilarang memungut biaya kepada para calon peserta didik baru. Pungutan berupa uang seragam, uang gedung, maupun biaya lainnya yang dikaitkan dengan penerimaan peserta didik baru termasuk kategori pungutan liar.
Ketentuan tersebut diatur dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 44 Tahun 2019 tentang Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB). Pasal 21 Ayat 2 menyebutkan, pelaksanaan PPDB pada sekolah yang menerima biaya operasional sekolah tidak boleh memungut biaya.
Pasal 21 Ayat 3 menyebutkan, (a) sekolah yang diselenggarakan oleh pemerintah daerah tidak boleh melakukan pungutan dan/atau sumbangan yang terkait dengan pelaksanaan PPDB ataupun perpindahan peserta didik, dan (b) melakukan pungutan untuk membeli seragam atau buku tertentu yang dikaitkan dengan PPDB.
”Kalau ada sekolah negeri yang memungut biaya terkait PPDB, itu pungutan liar. PPDB sudah ditanggung BOS. Pendaftaran juga sudah online (daring), jadi tidak perlu ada biaya,” kata Pelaksana Tugas Direktur Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Dasar, dan Pendidikan Menengah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Hamid Muhammad ketika dihubungi Kompas di Jakarta, akhir pekan lalu.
Hamid mengimbau masyarakat agar melaporkan ke dinas pendidikan setempat jika menemui pelanggaran dalam pelaksanaan PPDB. Masyarakat juga bisa melapor ke Unit Layanan Terpadu Kemdikbud melalui laman http://ult.kemdikbud.go.id.
Tahun lalu, Ombudsman RI menemukan sejumlah pelanggaran dalam PPDB tahun ajaran 2019/2020. Pelanggaran itu mulai dari maladministrasi hingga pemungutan biaya kepada calon peserta didik baru seperti pemungutan uang seragam sekolah yang dikaitkan dengan PPDB. Berpijak pada tahun lalu, ada kekhawatiran pemungutan seperti itu masih akan terjadi pada PPDB 2020.
Secara terpisah, Wakil Sekretaris Jenderal Federasi Serikat Guru Indonesia Satriwan Salim mengatakan, dibutuhkan komunikasi yang jelas, transparan, dan akuntabel antara sekolah dan orangtua calon peserta didik baru terkait biaya untuk peserta didik baru. Masyarakat harus mengetahui bahwa selain PPDB bebas biaya, sekolah negeri untuk jenjang SD hingga SMP juga bebas uang sumbangan pembinaan pendidikan (SPP).
”Tetapi belum semua provinsi membuat kebijakan SMA/SMK gratis. Provinsi yang sudah membuat kebijakan sekolah gratis dari SD hingga SMA/SMK baru DKI Jakarta,” kata Satriwan. Dia berharap dinas pendidikan terlibat dalam mengawasi pelaksanaan PPDB.
Terkait pelaksanaan PPDB, FSGI berharap perangkat pemerintah daerah memastikan para orangtua calon peserta didik baru tidak datang lagi ke sekolah favorit untuk mendaftarkan anaknya. Sosialisasi peraturan zonasi ke masyarakat mutlak dilakukan. FSGI juga meminta Kemdikbud buat Pedoman Teknis dan Pelaksanaan PPDB 2020 sebagai acuan bagi dinas pendidikan dan sekolah.
Hamid mengatakan, Kemdikbud terus berkoordinasi dengan dinas pendidikan terkait pelaksanaan PPDB, terutama terkait pengaturan zonasi. Penentuan zonasi tidak harus berdasarkan wilayah administrasi, terutama untuk jenjang SMA/SMK karena wilayahnya satu provinsi.
”Untuk jenjang SD-SMP juga bisa (antar-kabupaten kota), yang penting para kepala dinasnya berkoordinasi. Ini misalnya untuk anak-anak yang tinggal di daerah perbatasan. Jangan sampai anak sekolahnya jauh (dari rumah),” kata Hamid.
Dalam rapat koordinasi kemdikbud dan dinas pendidikan provinsi beberapa hari lalu, Kepala Dinas Pendidikan Jawa Tengah Jumeri mengatakan, pihaknya mengombinasikan jarak dan prestasi untuk siswa yang tinggal di wilayah blank spot atau wilayah yang tidak memiliki SMA/SMK negeri. Dengan demikian, siswa tersebut tetap mendapat kesempatan bersekolah di sekolah negeri terdekat.
Mulai tahun ini, pemerintah pusat memberikan fleksibilitas daerah dalam menentukan alokasi untuk siswa masuk ke sekolah melalui jalur zonasi dengan kuota minimal 50 persen, jalur afirmasi atau jalur bagi calon peserta didik dari keluarga ekonomi tidak mampu (minimal 15 persen), jalur perpindahan orangtua/wali (maksimal 5 persen), dan jika masih ada sisa kuota bisa melalui jalur prestasi (maksimal 30 persen). Dalam PPDB sebelumnya, tidak ada jalur afirmasi.
Hamid mengimbau agar orangtua tidak memburu sekolah yang dianggap favorit. Konsep zonasi mendorong semua sekolah favorit dalam upaya kesetaraan pendidikan. Karena itu, para guru pun disebar atau diredistribusi untuk pemerataan mutu pendidikan.
”Daerah juga harus mengidentifikasi sekolah-sekolah yang ’bermasalah’, biasanya sekolah favorit karena biasanya diprotes masyarakat. Sosialisasikan ke masyarakat agar (PPDB) tidak mengalami masalah yang sama setiap tahun,” kata Hamid.