Tak Semua Pemda Sanggup Alokasikan Dana Pendidikan 20 Persen
Pengaturan anggaran belanja pemerintah untuk pendidikan perlu dipetakan ulang. Apabila diperlukan, pemerintah daerah bisa mengalokasikan khusus dari belanja mereka sendiri kendati itu tidak mudah.
Oleh
Mediana
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Tidak mudah bagi setiap kepala daerah untuk mengalokasikan 20 persen dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah untuk kebutuhan pendidikan. Penyebabnya, tingkat kemajuan ekonomi dan penerimaan fiskal setiap daerah berbeda.
Staf Khusus Menteri Keuangan Bidang Komunikasi Strategis Yustinus Prastowo, Jumat (8/5/2020), di Jakarta mengatakan, sentralisasi alokasi anggaran pendidikan masih jadi opsi terbaik sehingga redistribusinya berimbang. Jadi, cara itu akan lebih menjamin standar penerimaan anggaran pendidikan lebih kurang akan sama di setiap daerah.
Saat menghadiri forum diskusi grup secara virtual ”Membangun SDM Unggul Melalui Revisi UU Sisdiknas” yang diadakan Vox Populi Institute Indonesia, hari yang sama, Yustinus menyebutkan, anggaran pendidikan dalam pos APBN terus naik selama lima tahun terakhir, dengan alokasi 20 persen dari belanja APBN. Sebagai gambaran, pada tahun 2016, anggaran pendidikan sekitar Rp 370,8 triliun. Adapun tahun 2020 nilainya telah meningkat menjadi Rp 508,1 triliun.
Salah satu target pendidikan dalam belanja APBN 2020 adalah upayapemenuhan anggaran pendidikan oleh pemerintah daerah. Dana dialirkan untuk perbaikan ataupun membangun ruang kelas dan sarana/prasarana fisik. Sebagai contoh, dana Rp 4,4 triliun untuk bangun ataupun rehabilitasi kampus, Rp 8,0 triliun untuk 14.500 ruang kelas dan 1.175 sekolah, serta Rp 307,6 miliar untuk sarana/prasarana fisik pendidikan anak usia dini.
Alokasi 20 persen dari belanja APBN memang diperuntukkan bagi kebutuhan pendidikan di pusat dan daerah.
”Alokasi 20 persen dari belanja APBN memang diperuntukkan bagi kebutuhan pendidikan di pusat dan daerah," katanya.
Yustinus menegaskan, di tengah pandemi Covid-19, anggaran Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan menjadi satu dari dua anggaran kementerian yang justru naik ketika terjadi revisi APBN 2020. Anggaran Kemdikbud naik Rp 34,4 triliun dari Rp 36,3 triliun menjadi Rp 70,72 triliun.
”Hal itu tentu menunjukkan konsistensi mendukung visi misi Presiden Joko Widodo bahwa lima tahun ini dipakai membangun sumber daya manusia kendati Indonesia sekarang dilanda pandemi Covid-19,” katanya.
Menurut Yustinus, masa pandemi Covid-19 memberikan tantangan baru bagi dunia pendidikan. Transformasi hardskill ataupun softskill seolah dipaksa lebih cepat. Oleh karena itu, hal yang mendesak dan harus dipikirkan sekarang adalah menurunkan visi pendidikan ke dalam indikator-indikator yang terukur dan obyektif sampai ke daerah. Dengan demikian, hal itu memudahkan dasar insentif dan anggaran pendidikan.
Masih minim
Anggota Komisi X DPR dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, My Esti Wijayanti, berpendapat, alokasi dana pemerintah daerah yang diperuntukkan khusus bagi kebutuhan pendidikan masih minim. Anggaran pendidikan yang ada di daerah kebanyakan bersumber dari dana alokasi khusus yang diambil dari belanja APBN.
Dia berpendapat, perlunya pemerintah daerah mengalokasikan khusus dari belanja APBD untuk kebutuhan pendidikan. Kalaupun tidak bisa, dia menyarankan agar pemerintah memetakan kembali daerah mana saja yang sudah mempunyai tingkat perekonomian mapan sehingga penyaluran dana alokasi khusus dari belanja APBN diperkecil.
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim dalam sesi dialog ”Merdeka Belajar di Saat Covid-19” yang disiarkan langsung oleh Metro TV, Jumat (8/5/2020) malam, mengatakan, untuk kondisi sekarang, kebijakan darurat yang dikeluarkan haruslah berdampak langsung bagi kehidupan guru dan siswa. Salah satunya adalah merelaksasi kebijakan pemakaian dana bantuan operasional.