Perguruan Tinggi Swasta Mulai Tertatih-tatih Terimbas Korona
Perguruan tinggi swasta tertatih di tengah pandemi Covid-19. Mereka mengupayakan secara mandiri bantuan bagi mahasiswa, tetapi di sisi lain, mereka harus menghadapi ancaman pengurangan pemasukan operasional.
Oleh
Mediana
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pembatasan sosial karena adanya pandemi Covid-19 berdampak terhadap kelangsungan operasional perguruan tinggi swasta. Mereka mengupayakan biaya ekstra secara mandiri untuk menggelar pembelajaran jarak jauh dan memberi bantuan bagi mahasiswa yang terdampak.
Sekretaris Majelis Pendidikan Tinggi Penelitian dan Pengembangan Pimpinan Pusat Muhammadiyah Muhammad Sayuti, saat dihubungi pada Minggu (3/5/2020), di Jakarta, mengatakan, disparitas akses infrastruktur internet menyebabkan pembelajaran jarak jauh (PJJ) satu kampus dengan lainnya berbeda. PJJ juga menyebabkan pengeluaran mahasiswa membengkak.
Menyikapi hal ini, majelis akhirnya mengalokasikan subsidi sekitar Rp 80 miliar untuk diberikan kepada mahasiswa. Salah satu tujuannya adalah agar mereka tetap bisa membeli pulsa.
Pemerintah seharusnya membantu mempermudah bebas biaya akses laman edukasi.
”Laman-laman edukasi , seperti domain ac.id, tetap berbayar. Untuk urusan kelangsungan PJJ, laman berdomaian itu semestinya gratis. Pemerintah seharusnya membantu mempermudah bebas biaya akses laman edukasi,” ujarnya.
Dari sisi pemasukan operasional kampus, pada hari normal, mahasiswa diperbolehkan membayar sumbangan pembinaan pendidikan dengan cara mencicil tiga kali. Sebagai contoh, saat menjelang ujian tengah semester, uang sumbangan baru dibayarkan. Sejak pandemi Covid-19 melanda, baru 25 persen mahasiswa yang membayar SPP.
Oleh karena itu, majelis saat ini sedang membahas potensi menurunnya cash flow kampus. Wacananya, pimpinan kampus akan memangkas pengeluaran terhadap dosen, salah satunya tunjangan dosen.
Majelis Pendidikan Tinggi Penelitian dan Pengembangan Pimpinan Pusat Muhammadiyah memiliki 166 perguruan tinggi dengan sekitar 1.800 program studi. Kampus tersebut menyebar di 32 provinsi. Total mahasiswa sekitar 600.000 dan dosen 18.000 orang.
Menurut Sayuti, peran perguruan tinggi swasta tidak bisa diremehkan. Kampus swasta hadir sampai ke pelosok, tak melulu kota besar, sehingga membuka akses pendidikan tinggi.
Kehadiran perguruan tinggi swasta memudahkan para orangtua yang tidak mampu secara ekonomi. Mereka tidak perlu mengeluarkan biaya lebih besar agar anak bisa kuliah di kota besar.
”Sebelum pemerintah mengimbau penggabungan perguruan tinggi swasta, kami sudah melakukannya. Kami sempat mempunyai 178 kampus, lalu menggabungkan beberapa menjadi 166 kampus. Di tengah pandemi Covid-19, pendistribusian pendidikan tinggi secara merata sampai ke pelosok daerah jangan sampai diabaikan sehingga kami terus mengupayakan yang terbaik,” tuturnya.
Wakil Ketua Lembaga Perguruan Tinggi Nahdlatul Ulama (LPTNU) Muhammad Afifi saat dihubungi terpisah mengatakan, dampak pandemi Covid-19 menerjang sisi mutu pembelajaran, efektivitas Tridarma Perguruan Tinggi, dan keuangan lembaga.
Dari sisi mutu pembelajaran, LPTNU masih mengevaluasi pelaksanaan di tiap kampus. ”Keuangan lembaga paling terdampak. Rata-rata pemasukan kampus masih berbasis sumbangan pembinaan pendidikan dari mahasiswa,” ujarnya.
Afifi menyarankan agar pemerintah mengubah pola pikir perguruan tinggi yang selama ini dianggap hanya berbasis perguruan tinggi negeri. Uang pengelolaan kampus itu utamanya sudah disiapkan oleh APBN. Pemerintah semestinya memperhatikan perguruan tinggi swasta. Pemerintah, misalnya, ikut memberikan stimulus untuk keberlangsungan proses kegiatan belajar-mengajar.
LPTNU memiliki 258 perguruan tinggi, sekitar 200.000 mahasiswa, dan lebih kurang 3.000 dosen.
Penerimaan mahasiswa berkurang
Rektor Universitas Katolik Soegijapranata, Semarang, Ridwan Sanjaya mengatakan, pihaknya bisa memahami keluarga-keluarga mahasiswa yang kini fokus pada pendapatan ekonomi akibat adanya pembatasan sosial karena pandemi Covid-19. Kampus telah menyediakan bantuan berupa kupon dengan spesifikasi berlaku.
Selama proses PJJ berlangsung hampir dua bulan, kampus memperkuat server sistem kegiatan belajar-mengajar daring. Kampus juga bekerja sama dengan operator telekomunikasi seluler agar kegiatan PJJ metode daring berjalan lancar.
Masa pembatasan sosial yang belum jelas berakhirnya berpotensi memengaruhi jumlah penerimaan mahasiswa baru di perguruan tinggi swasta. Ridwan memperkirakan, jumlahnya akan menurun.
”Tak akan sama dengan tahun lalu. Kami paham, keluarga saat ini fokusnya menghadapi dampak Covid-19. Perguruan tinggi negeri mungkin bisa memundurkan jadwal penerimaan mahasiswa baru, sementara swasta menimbang konsekuensi memundurkan agenda ke sisi operasional kampus,” ujarnya.
Pekan lalu, Ketua Komisi X DPR Syaiful Huda mengatakan, DPR meminta pemerintah mendata perguruan tinggi swasta yang terancam keberlanjutannya karena terdampak Covid-19. Pendataan harus diikuti dengan perumusan skema bantuan.
Dia memandang, penyebaran Covid-19 berdampak domino bagi pengelolaan perguruan tinggi swasta di Indonesia. Dampak pertama, pembatasan sosial karena Covid-19 memaksa perguruan tinggi menggelar PJJ dengan metode daring. Perguruan tinggi swasta harus menyediakan berbagai perangkat belajar jarak jauh dan mengalokasikan biaya ekstra. Ini menyulitkan perguruan tinggi swasta di kabupaten/kota kecil.
Dampak kedua, lanjutnya, adalah keterlambatan pembayaran biaya kuliah oleh para mahasiswa. Sejumlah orangtua mahasiswa kemungkinan akan kesulitan mengalokasikan anggaran untuk biaya kuliah anak mereka. Padahal, selama ini, pemasukan utama kampus swasta bersumber dari biaya kuliah mahasiswa.
Dampak pandemi Covid-19 terhadap pendidikan tinggi terjadi juga di negara maju, seperti Amerika Serikat. Berdasarkan riset ”Coronavirus: How Should US Higher Education Plan for an Uncertain Future?” (April 2020), McKinsey menyebut, lebih dari 800 perguruan tinggi dengan latar institusi apa pun bisa kekurangan pemasukan operasional 20 persen atau lebih besar. Beberapa perguruan tinggi akan mencoba mengatasinya dengan menarik modal dari sumbangan dan dana abadi pendidikan yang telah mereka miliki. Cara tersebut bersifat sementara, bukan strategi jangka panjang.
General Secretary of the University and College Union Jo Grady dalam tulisannya, ”Universities are Expecting 230.000 Fewer Students-That’s Serious Financial Pain” di The Guardian (23 April 2020), mengatakan, 125 universitas yang disurvei London Economics untuk University and College Union akan mengalami penurunan pendapatan hampir tiga perempat. Posisi keuangan kritis. Diperkirakan pendapatan hanya mampu menutupi pengeluaran. Turunnya jumlah mahasiswa berarti terjadi penurunan pendapatan sekitar 1,51 miliar pound sterling dari siswa non-Uni Eropa, 350 juta pound sterling dari siswa Uni Eropa, dan 612 juta pound sterling dari siswa Inggris.
Direktur Pendidikan Tinggi Keagamaan Islam Direktorat Jenderal Pendidikan Islam Kementerian Agama Arskal Salim saat dikonfirmasi mengenai realitas tersebut mengatakan masih mempelajari usulan Komisi X DPR.
Pelaksana Tugas Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Nizam mengatakan, Pemerintah Indonesia telah menyiapkan Kartu Indonesia Pintar (KIP) Kuliah untuk 400.000 mahasiswa baru atau hampir tiga kali lipat dibandingkan tahun sebelumnya. Harapannya, fasilitas bantuan itu bisa menekan potensi penurunan jumlah mahasiswa.