Arsip Nasional Republik Indonesia menyimpan sekitar 59.000 kumparan atau reel arsip audiovisual tentang aktivitas dan peristiwa tahun 1945 - 1980. Kondisi arsip tersebut membutuhkan upaya pelestarian terus-menerus.
Oleh
Mediana
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS-Arsip Nasional Republik Indonesia menyimpan sekitar 59.000 kumparan atau reel arsip audiovisual tentang aktivitas dan peristiwa tahun 1945 - 1980. Arsip tersebut mendesak dilestarikan karena kondisinya nyaris rusak.
Direktur Preservasi Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI) Kandar, saat membuka kegiatan virtual "Workshop Preservasi Arsip Film", Kamis (30/4/2020), di Jakarta, mengatakan, 59.000 kumparan arsip audiovisual bersejarah diperoleh dari beberapa instansi, antara lain Sekretariat Negara, Lembaga Penyiaran Publik Televisi Republik Indonesia, dan Perum Produksi Film Negara.
Sekitar tiga persen di antaranya berwujud potongan-potongan film. Sementara itu, sepuluh persen lainnya berupa arsip audiovisual duplikat.
"Kami hanya bisa memperlambat dari kerusakan. Selain tantangan suhu tropis Indonesia, arsip audiovisual tersebut berbahan seluloid langka dan alat pemutarnya tidak diproduksi lagi. Jadi, arsip itu mau tidak mau harus dialihmediakan sehingga memudahkan akses dan efisiensi biaya," ujar dia.
Kandar menambahkan, sampai saat ini, alih media film ke digital baru 12 persen. Keterbatasan biaya menjadi tantangan utama.
Harus diisolasi
Yanah Suryanah, Kepala Subdirektorat Laboratorium dan Autentikasi ANRI, menyampaikan, sebagian arsip audiovisual tersebut sudah rusak carrier, seluloid lengket satu sama lain dan berbau. Akibatnya harus diisolasi di ruang penyimpanan berbeda.
Sementara bagi arsip tersisa, dia menyebut sudah ada pengujian kadar keasaman. Setelah diuji, ANRI juga melakukan pengelompokkan arsip berdasar tinggi - rendah kadar kerusakan.
"Kerusakan apapun bentuknya memengaruhi keterbacaan konten," kata Yanah.
Ahli preservasi dan restorasi film, Lisabona Rahman, berpendapat, pengarsipan audiovisual membutuhkan pelestarian yang terbuka dan berjalan terus menerus.
Setiap medium memiliki karakteristik. Dia mengatakan, alih media arsip ke media lainnya terdengar sederhana. Akan tetapi, pada praktiknya tetap terdapat rambu-rambu etika dan mekanisme.
Manajer Program Kineforum Ifan Ismail saat dihubungi Jumat (1/5/2020), menambahkan, salah satu tantangan utama lain pelestarian arsip, termasuk film, di Indonesia adalah pola pikir negara. Negara tidak pernah menganggap arsip sebagai bahan pelajaran dengan benar.
"Benar dalam artian arsip itu bahan netral yang bisa diambil baik dan buruk, apapun catatannya. Di sini (Indonesia) kan kecenderungan kuatnya adalah catatan yang baik didewakan dan yang buruk dikubur dengan alasan luka lama. Kenyataan itu terjadi sejak zaman orde baru," kata dia.