Kemensos Siapkan Layanan Psikososial bagi Tenaga Medis dan Keluarga Korban Covid-19
Selama pandemi Covid-19, selain memberikan bantuan sosial sembako, pemerintah khususnya Kementerian Sosial juga membentuk tim relawan sosial pendamping tenaga medis dan keluarga korban Covid-19.
Oleh
Sonya Hellen Sinombor
·4 menit baca
KOMPAS/KRISTIAN OKA PRASETYADI
Petugas dari Dinas Sosial dan Pemberdayaan Masyarakat Kota Manado, Sulawesi Utara, mencuri waktu beristirahat di sela-sela tugas pengepakan paket bantuan bahan pangan bagi warga terdampak Covid-19, Rabu (29/4/2020). Sebanyak 66.920 warga Manado terdaftar sebagai penerima bantuan.
JAKARTA, KOMPAS — Situasi psikologis masyarakat di tengah pandemi Covid-19 juga mendapatkan perhatian dari pemerintah. Oleh karena itu, selain memberikan bantuan sosial sembako, saat ini Kementerian Sosial membentuk tim relawan sosial pendamping tenaga medis dan keluarga korban Covid-19.
Tim relawan Kementerian Sosial (Kemensos) yang berasal dari alumni Politeknik Kesejahteraan Sosial (Polteksos) Bandung dan mahasiswa jurusan kesejahteraan sosial, termasuk sejumlah dosen/pengajar, dibekali secara khusus, kemudian diterjunkan untuk mendampingi para tenaga medis di garda terdepan dan keluarga-keluarga korban Covid-19.
”Kita mengetahui, kalau terjadi bencana seperti sekarang ini, banyak orang yang galau, stres, putus harapan, dan sebagainya. Oleh karena itu perlu pendampingan dari masyarakat yang ahli dalam bidang ini,” ujar Kepala Badan Pendidikan Penelitian dan Penyuluhan Kesejahteraan Sosial (BP3KS) Syahabuddin, dalam jumpa pers di Kementerian Sosial, Jakarta, Rabu (29/4/2020).
Saat ini Indonesia sudah masuk wilayah bencana non-alam, bahkan masuk bencana sosial.
Menurut Syahabuddin, dibentuknya tim relawan tersebut sebagai bagian dari tugas Kemensos, yakni mengarahkan pilar-pilar penyelenggaraan kesejahteraan sosial, dalam hal ini sumber daya manusianya. Pengerahan SDM dalam pendampingan tenaga medis dan keluarga korban Covid-19 karena saat ini Indonesia sudah masuk wilayah bencana non-alam, bahkan masuk bencana sosial.
Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial diatur dalam Undang-Undang No 11 Tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial. Adapun SDM penyelenggara kesejahteran sosial adalah tenaga kesejahteraan sosial, pekerja sosial profesional, relawan sosial, dan penyuluh sosial.
”Layanan dukungan psikososial bukan hanya terjadi pada penyakit menular ini, melainkan juga kalau terjadi bencana. Kita sekarang dalam posisi tanggap darurat bencana non-alam ini. Karena itu perlu dukungan pendampingan, ada relawan, dalam hal ini pekerja sosial, yang sudah dilatih, yang berikan dukungan penguatan kepada masyarakat yang terdampak wabah ini,” katanya.
Petugas medis diberikan pendampingan juga, karena berada di garda terdepan, menangani pasien-pasien Covid-19, maka tim relawan hadir mengingatkan agar tetap waspada dalam bekerja, termasuk dukungan dan penguatan psikologis.
Sementara, keluarga korban atau penderita Covid-19, menurut Syahabuddin, sangat membutuhkan dukungan psikologis sebab keluarga secara emosional akan terganggu karena harus terpisah akibat isolasi, stigma, dan perlakuan yang tidak pantas yang mungkin timbul dari lingkungan.
Adapun perekrutan relawan dilakukan dengan program ”Poltekesos Bandung Memanggil”. Hingga kini sudah ada 415 relawan yang berasal dari berbagai daerah, dengan asal peserta dari Bandung, Kendari, Jawa Timur, Sumatera Utara, Sumatera Utara, dan Makassar. Mereka telah dilatih secara daring, sejak medio April lalu, dengan mengacu pada protokol relawan Covid-19.
Secara teknis, dalam menjalankan tugasnya, pekerja sosial senior menangani pendampingan bagi para dokter, pekerja sosial alumni Satuan Bakti Sosial Mahasiswa (SBSM) mendampingi perawat, pekerja sosial Ikatan Alumni/Ikatan Pekerja Sosial Profesional Indonesia (IPSPI) mendampingi keluarga, dan mahasiswa jurusan pekerjaan sosial akan mendampingi relawan.
Metode layanan yang diberikan dalam jaringan (daring) meliputi konseling daring, manajemen stres, dukungan moral, dan layanan informasi lainnya.
Selain dukungan psikologis, Kemensos juga menurunkan penyuluh yang akan memberikan penyuluhan dan edukasi kepada masyarakat agar tidak mudah percaya dengan informasi-informasi bohong.
”Penting adanya komunikasi informasi dan edukasi, pembuatan infografis dan poster tentang pandemi itu sendiri. Kenapa? Karena banyak informasi yang tumpang tindih. Malah di tengah-tengah kita terjadi hoaks, pembohongan publik. Maka, Kementerian Sosial bekerja sama dengan kementerian/lembaga terkait memberi tahu terkait informasi-informasi yang tidak benar itu,” kata Syahabuddin.
KOMPAS/RUNIK SRI ASTUTI
Pedagang di Pasar Larangan Sidoarjo bersiap menutup lapaknya, Rabu (29/4/2020) siang. Waktu operasional pasar dibatasi dari 24 jam menjadi pukul 04.00-11.00 dan pukul 16.00-20.00 setiap hari.
Gerakan #berjarak
Tidak hanya Kemensos, upaya pendampingan terhadap keluarga terdampak Covid-19. Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan, misalnya, semenjak pandemi berlangsung, juga melakukan upaya perlindungan dalam penanggulangan bencana dengan memprioritaskan kelompok rentan melalui upaya penyelamatan, evakuasi, pengamanan, dan pelayanan kesehatan serta psikososial.
Menteri PPPA I Gusti Ayu Bintang Darmawati mengatakan, bersama Dinas PPPA di seluruh Indonesia Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan melakukan gerakan #Berjarak (Bersama Jaga Keluarga Kita). Gerakan ini memiliki fokus utama intervensi terhadap kelompok rentan terdampak dari bahaya paparan Covid-19, seperti anak, perempuan, lansia, dan penyandang disabilitas yang diberikan perlindungan secara adil, nondiskriminatif, dan bebas dari stigma.
Hingga pekan lalu, hampir semua provinsi telah bergerak melaksanakan 10 aksi gerakan #Berjarak, yaitu #1 tetap di rumah; #2 hak perempuan dan anak terpenuhi; #3 alat perlindungan diri tersedia; #4 jaga diri, keluarga dan lingkungan; #5 membuat tanda peringatan; #6 menjaga jarak fisik; #7 mengawasi keluar masuk orang dan barang; #8 menyebarkan informasi yang benar; #9 aktivasi media komunikasi online; dan #10 aktivasi rumah rujukan.
”Gerakan #Berjarak juga memiliki dua fokus intervensi, meliputi upaya pencegahan dan penanganan. Terkait pencegahan, langkah-langkah yang akan terus dilakukan untuk mencegah penyebaran dan penularan virus meliputi penyusunan materi edukasi dan penyebarannya melalui sosialisasi di media cetak, elektronik, dan media sosial, serta memanfaatkan mobil dan motor perlindungan (molin dan torlin),” ujar Bintang.