Setelah sempat menolak usulan Rapat Pleno Komisi Perlindungan Anak Indonesia yang mengusulkan pemecatan dirinya sebagai anggota KPAI, Sitti Hikmawatty akhirnya menerima keputusan presiden tentang pemberhentian dirinya.
Oleh
Sonya Hellen Sinombor
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Anggota Komisi Perlindungan Anak Indonesia, Sitti Hikmawatty, akhirnya memutuskan menerima Keputusan Presiden Nomor 43/P/2020 tentang Pemberhentian Tidak dengan Hormat terhadap dirinya sebagai komisioner KPAI Periode 2017-2020. Kendati sempat menyatakan menolak keputusan Rapat Pleno Komisi Perlindungan Anak Indonesia yang mengusulkan pemecatan terhadap dirinya, Sitti menyatakan menghormati keputusan presiden tersebut.
”Saya menerima dan menghormati putusan Bapak Presiden dan mengucapkan terima kasih atas kesempatan yang selama ini telah diberikan kepada saya dalam upaya melakukan perlindungan pada anak di Indonesia,” ujar Sitti dalam keterangan pers secara daring di Jakarta, Selasa (28/4/2020).
Siti menyatakan, dirinya telah menerima surat yang berisi Keputusan Presiden No 43/P Tahun 2020 tentang Pemberhentian Tidak dengan Hormat Anggota Komisi Perlindungan Anak Indonesia Periode Tahun 2017-2022 atas nama dirinya pada Minggu (26/4/2020).
Selanjutnya, sebagai tindak lanjut dari sikapnya tersebut, Sitti menyatakan pada Senin (27/4) lalu bahwa dirinyaa telah mengembalikan semua inventaris negara yang selama ini digunakannya sebagai komisioner KPAI, berdasarkan dokumen yang ada dan sesuai dengan kepatutannya.
Saya menerima dan menghormati putusan Bapak Presiden dan mengucapkan terima kasih atas kesempatan yang selama ini telah diberikan kepada saya dalam upaya melakukan perlindungan pada anak di Indonesia.
Meski demikian, Sitti menyampaikan harapannya terhadap Presiden Joko Widodo untuk membenahi lembaga KPAI, terutama soal kekosongan hukum, agar ke depan tidak ada lagi yang mengalami kejadian seperti dirinya.
”Sebagai bagian untuk menuntaskan kecintaan saya kepada lembaga KPAI, kepada Bapak Presiden melalui kementerian terkait, berkenan kiranya mengisi banyaknya celah kekosongan hukum di KPAI sebagai lembaga negara yang independen untuk segera melakukan perbaikan internal, supaya ke depan para komisioner yang masih ada, serta pegiat hak asasi manusia di mana pun tidak mengalami kejadian seperti saya,” ujar Sitti.
Pada kesempatan tersebut, Sitti mengungkapkan bahwa dirinya mengambil hikmah atas apa yang terjadi pada dirinya. Apalagi dia mendapat banyak nasihat dari sejumlah pihak. ”Salah satunya Buya Syafii Ma’arif (tokoh Muhammadiyah) yang mengatakan realistis saja karena bumi Allah ini sangat luas,” ujar Sitti seraya menegaskan, kejadian yang dialaminya justru menjadi penguat ibadahnya dan tidak akan menurunkan cinta saya kepada bangsa Indonesia dan perlindungan 83 Juta anak Indonesia meskipun menggunakan cara yang lain.
”Karena saya akan tetap, dan selalu menjadi Merah Putih, dan tidak akan berpaling menjadi Merah Hitam,” ujar Sitti di akhir pernyataannya.
Menanggapi sikap Sitti yang menerima keppres tersebut, Ketua KPAI Susanto menyatakan, pihaknya menghormati keputusan Presiden. ”Terkait keppres, itu hak prerogatif Presiden. Tentu kita hormati apa pun keputusan Presiden,” papar Susanto.
Soal tudingan bahwa pimpinan KPAI tidak adil dalam menyelesaikan kasus Sitti, seolah-olah Sitti melakukan kesalahan besar yang tidak bisa dimaafkan, Susanto menegaskan, semua proses telah sesuai prosedur. ”Dewan Etik juga terdiri dari tokoh-tokoh yang sangat kredibel,” kata Susanto.
Sitti menyampaikan keterangan pers bersama sejumlah aktivis, seperti Reza Indragiri Amriel (Lembaga Perlindungan Anak Indonesia), Adriana Venny (mantan Komisioner Komnas Perempuan), dan Harjono (Sekjen Organisasi Serumpun Syarikat Islam).
Perbedaan sikap KPAI
Reza menilai, ada masalah dalam institusi KPAI, terutama dalam menyelesaikan persoalan yang terkait dengan perbuatan yang dilakukan komisionernya. Ia menyoroti perbedaan sikap dan tindakan yang dilakukan KPAI terhadap Sitti, dengan komisioner lain, dalam hal konsistensi sikap.
Contohnya, pada November 2017 pernah ada komisioner KPAI yang melakukan hal yang hampir sama dengan yang terjadi dengan Sitti, yakni kekeliruan dalam mengeluarkan pernyataan kepada pers, yang di dalamnya mengecam peristiwa kekerasan dalam sebuah video yang viral. Dalam rilis tersebut, komisioner yang bersangkutan menyebut nama pelaku, sekolah, dan wilayah tempat kejadian. Namun, dalam waktu singkat, rilis tersebut terpatahkan karena pelaku bukanlah nama yang disebutkan dalam rilis tersebut, termasuk sekolah dan tempatnya juga bukan seperti yang dirilis.
Peristiwa November 2017 tersebut, menurut Reza, sama persis dengan kekeliruan yang dilakukan Sitti, kekeliruan dalam mengeluarkan pernyataan. Namun, tindakan komisioner tersebut tidak membuat situasi di KPAI ribut yang berakhir pada pembentukan Dewan Etik, yang berujung pada rekomendasi pemberhentian tidak hormat seperti yang terjadi kepada Sitti.
”Yang ingin saya persoalkan konsistensinya. Kalaulah KPAI memandang penyikapan sedemikian rupa harus dilakukan pada Sitti, pertanyaannya, penindakan setara tidak dikenakan kepada komisioner yang juga melakukan kekeliruan serupa pada 2017,” katanya yang mempertanyakan mengapa KPAI tidak mempertimbangkan kinerja Sitti selama ini di KPAI dalam melindungi anak-anak di Indonesia dan tidak ada sama sekali alasan pemaaf.
Hal senada disampaikan Harjono yang melihat ada diskriminasi dalam perlakuan putusan KPAI terhadap Sitti. ”Sebuah pengerdilan dalam membaca derajat etik. Apakah dosa dalam kesalahan berbicara itu adalah dosa tertinggi di KPAI sehingga hukuman maksimalnya adalah pemecatan,” ujar Harjono yang mempertanyakan apakah mekanisme dan tolak ukur pemecatan di KPAI.
Apalagi, dalam proses Dewan Etik, Harjono juga mempertanyakan pernyataan di pers bahwa Sitti tidak pernah meminta maaf, padahal ada fakta Sitti mengakui kesalahannya. Harjono mengungkapkan, ada rekamannya saat Sitti mengakui kesalahan kepada Dewan Etik.
Adapun anggota Dewan Etik, Yosef Adi Prasetyo yang akrab disapa Stanley, menegaskan, Sitti menyampaikan permintaan maaf, tetapi bersyarat. ”Karena dia (Sitti) menyatakan bahwa dia enggak salah karena harusnya forum itu tidak forum umum, tapi forum akademis. Artinya, tidak mengakui kesalahannya. Selain itu, dia meminta maaf karena viralnya, tapi atas pernyataannya sendiri, dia tidak merasa dirinya salah,” ujar Stanley.
Soal mengapa kinerja Sitti tidak dipertimbangkan Dewan Etik, Stanley menegaskan, Dewan Etik tugasnya hanya memeriksa etik, bukan masalah lain. ”Jadi, kalau dipertanyakan kenapa Dewan Etik tidak pertimbangkan track record, ya, kami memang tidak memeriksa itu. Etiknya yang dibawa ke sidang ialah pernyataannya yang menimbulkan kontroversi, dan dianggap pembohongan publik. Itu yang kami periksa,” kata Stanley.