Pandemi Covid-19 Momentum Perbaikan Industri Perbukuan
Peringatan Hari Buku Sedunia yang jatuh pada 23 April tahun ini bertepatan dengan masa pembatasan sosial karena pandemi Covid-19. Berbagai upaya untuk menggairahkan membaca buku terus diupayakan.
Oleh
Mediana
·3 menit baca
Hasil survei Ikatan Penerbit Indonesia di 100 perusahaan penerbitan buku menyebutkan, selama masa pembatasan sosial akibat pandemi Covid-19, sebanyak 58,2 persen penerbit mengalami penurunan penjualan lebih dari 50 persen, 29,6 persen penerbit mengalami penurunan penjualan 31-50 persen, 8,2 persen penerbit mengalami penurunan 0-30 persen, dan hanya 4,1 persen penerbit yang penjualannya stabil seperti hari-hari biasa. Di tengah penjualan buku konvensional yang makin lesu, penjualan buku melalui platform daring justru berpeluang ditingkatkan.
Ketua Ikapi Pusat Rosidayati Rosalina mengatakan, pengalihan format buku konvensional menjadi digital diharapkan bisa menjadi solusi alternatif untuk mendongkrak bisnis penerbit. Kendalanya adalah tidak semua penerbit mempunyai toko buku daring atau bekerja sama dengan toko daring/laman pemasaran lain.
”Kendala berikutnya yang patut diwaspadai adalah aneka bentuk pembajakan, baik di ranah dunia maya maupun pasar fisik,” kata Rosidayati, Kamis (23/4/2020) saat dihubungi dari Jakarta.
Menurut dia, situasi seperti itu tidak hanya dialami di Indonesia. Lima organisasi bidang perbukuan dunia, yakni International Publishers Association (IPA), International Authors Forum (IAF), European and International Booksellers Federation (EIBF), International Federation of Reproduction Rights Organisation (IFRRO), dan STM (organisasi penerbit buku sains, teknologi, dan medis), mendesak negara-negara di dunia untuk menghargai, mendukung, dan menggelorakan pentingnya buku.
Pengurus pusat Ikapi sendiri telah mengirim surat kepada Presiden Joko Widodo awal pekan ini agar pemerintah membantu industri perbukuan nasional.
Pengurus pusat Ikatan Penerbit Indonesia (Ikapi) sendiri telah mengirim surat kepada Presiden Joko Widodo awal pekan ini agar pemerintah membantu industri perbukuan nasional. Apalagi, kini ada pandemi Covid-19 yang membuat bisnis penerbitan semakin terpuruk. Usulan Ikapi antara lain pengurangan pajak, subsidi kertas, dan insentif permodalan.
”Kami juga dorong pemerintah ikut menangani aneka bentuk pembajakan,” ujarnya.
Tata ulang perbukuan
Hikmat Kurnia, Direktur Group Agromedia, berpendapat, pandemi Covid-19 memberi ruang bagi industri perbukuan untuk melakukan penataan ulang. Norma baru penerbitan buku perlu dipikirkan.
”Memberi ruang terhadap digital seperti apa? Ini perlu direnungkan industri perbukuan. Hal lain yang tak kalah mendesak adalah (bagaimana) memerangi kedangkalan literasi dengan menggairahkan membaca,” ucapnya.
Di tengah pembatasan sosial berskala besar di sejumlah daerah, kegiatan tatap muka susah dilakukan. ”Warga pun menjalani ’karantina’di rumahnya masing-masing. Aktivitas membaca, terutama buku, barangkali bisa menghubungkan diri kita dengan cerita masa lalu ataupun masa depan,” kata Sastrawan Akmal Nasery Basral.
Hal serupa disampaikan mantan Kepala Perpustakaan Kabupaten Sleman Ayu Laksmi Dewi. Pembatasan sosial menyebabkan keterbatasan interaksi fisik. Oleh karena itu, membaca buku menjadi salah satu aktivitas yang bisa digairahkan kembali sehingga harapannya tingkat literasi masyarakat bertambah. Seusai pandemi, buku diperkirakan akan tetap menarik.
Penulis Eka Budianta menyebut 10 tahun terakhir, produksi buku di Indonesia meningkat pesat, siapa pun bisa menulis dan memproduksi buku dengan mudah. Praktik cetak buku sesuai permintaan (print on demand) juga semakin merajalela. Bahkan, ada pula yang mau mencetak buku secara mandiri. Pasar jual beli buku turut bermunculan. Eka menduga, fenomena tersebut dipengaruhi oleh kemunculan teknologi digital.
Hari Buku Sedunia dirayakan setiap 23 April. Organisasi Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, dan Kebudayaan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNESCO) mengajak dunia untuk mencintai buku dan suka membaca.
Tanggal 23 April merupakan tanggal simbolis dalam sastra dunia karena sejumlah penulis terkemuka wafat, seperti William Shakespeare, Miguel Cervantes, dan Inca Garcilaso de la Vega. Pada Konferensi Umum UNESCO di Paris, tahun 1995, tanggal itu dipilih sebagai bentuk apresiasi untuk buku, penulis, dan untuk mendorong orang mengakses buku di seluruh dunia.