Pemakaian Fleksibel, Dana Bantuan Operasional Sekolah Perlu Pengawasan Lebih
Permendikbud No 19/2020 dan Permendikbud No 20/2020 memberikan fleksibilitas kepada sekolah untuk memakai dana bantuan operasional sesuai kebutuhan selama masa darurat. Fleksibilitas ini tetap butuh pengawasan.
JAKARTA, KOMPAS — Meskipun pemerintah memberikan keluwesan pemakaian dana bantuan operasional selama masa pandemi Covid-19, pengawasan dan pemanfaatan dana tersebut harus tetap diperketat. Tujuannya agar pengelolaan dana dapat dipertanggungjawabkan sesuai kebutuhan siswa ataupun guru.
Guru kelompok bermain Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) Nurul Jadid, Kabupaten Tana Tidung, Kalimantan Utara, Tri lestari Rakhmawati, mengungkapkan, selama masa pembatasan sosial berskala besar berlangsung, aktivitas di PAUD berhenti sehingga sumbangan pembinaan pendidikan (SPP) tidak ada. Jadi, guru tidak menerima honor dari lembaga.
Saat ini, guru honorer pun tidak dapat mencari pekerjaan sampingan. Insentif pemerintah daerah diterima, tetapi itu kemungkinan tidak cukup untuk menyokong biaya hidup sehari-hari.
Oleh karena itu, Tri menyambut baik adanya penyesuaian teknis BOP PAUD dan Pendidikan Kesetaraan yang tertuang dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) Nomor 20 Tahun 2020 tentang Perubahan Atas Permendikbud Nomor 13 Tahun 2020 tentang Petunjuk Teknis Dana Alokasi Khusus Nonfisik BOP PAUD dan Pendidikan Kesetaraan Tahun Anggaran 2020. Permendikbud ini diharapkan bisa membantu guru dan siswa PAUD Nurul Jadid.
Alokasi dana yang sebelumnya untuk transportasi kini bisa dipakai juga membayar honor bagi pendidik.
Permendikbud No 20/2020 memperbolehkan dana BOP PAUD dan pendidikan kesetaraan digunakan untuk membeli pulsa, paket data, dan layanan pendidikan daring berbayar, baik bagi pendidik maupun siswa. Alokasi dana yang sebelumnya untuk transportasi kini bisa dipakai juga untuk membayar honor bagi pendidik.
Permendikbud No 20/2020 juga secara eksplisit menyebutkan dana BOP PAUD bisa digunakan membeli cairan atau sabun pembersih tangan, disinfektan, dan masker.
Kendati demikian, Tri berpendapat, penggunaan dana BOP tetap memerlukan pengawasan dari dinas pendidikan setempat dan bekerja sama dengan organisasi pendidikan. Hal itu bertujuan untuk mendisiplinkan pemakaian dana.
”Honor guru pasti sudah ada tanda tangan dan pengawasan kepala sekolah. Jenis pengeluaran lainnya juga tetap harus mempunyai bukti-bukti yang akurat, seperti foto pengadaan alat penunjang kesehatan ke keluarga siswa ataupun guru,” ujar Tri saat dihubungi dari Jakarta, Jumat (17/4/2020).
Total siswa PAUD Nurul Jadid sebanyak 52 orang. Mayoritas orangtua siswa berlatar belakang petani, pedagang, nelayan, dan tukang sapu keliling. Sementara jumlah guru sebanyak tujuh orang dengan latar belakang aparatur sipil negara dan honorer. Mereka semuanya berasal dari golongan ekonomi menengah ke bawah.
Ketua Umum Pengurus Pusat Himpunan Pendidik dan Tenaga Kependidikan Anak Usia Dini Netti Herawati juga mengapresiasi Kemendikbud yang segera melakukan penyesuaian teknis di masa darurat pandemi Covid-19. Perubahan yang tertuang dalam Permendikbud No 20/2020 tetap perlu dikawal sampai ke tingkat kabupaten/kota. Pasalnya, implementasi kebijakan di pusat dan daerah biasanya terdapat kesenjangan.
Dia menilai, Permendikbud No 20/2020 memberikan ruang kemerdekaan yang besar pemakaian dana bantuan operasional. Misalnya, persentase penggunaan dana yang dulunya diatur setiap kategori kini ditiadakan. Dia berharap, kemerdekaan seperti itu tetap berlanjut pascapandemi Covid-19 sehingga petunjuk teknis turunan dan lebih detail tetap diperlukan.
”Realitasnya terdapat dana BOP PAUD dan pendidikan kesetaraan di sejumlah wilayah yang belum terserap. Padahal, di sisi lain banyak juga instansi PAUD yang butuh dana bantuan operasional untuk memperkuat layanan pendidikan berkualitas,” kata Netti.
Honor masih minim
Sementara itu, beberapa guru honorer mempunyai pandangan berbeda terhadap terbitnya Permendikbud No 19/2020 tentang Perubahan atas Permendikbud No 8/2020 tentang Petunjuk Teknis Bantuan Operasional Sekolah (BOS) Reguler. Permendikbud ini mengizinkan dana BOS reguler dipakai untuk membayar guru honorer dengan syarat harus tercatat di data pokok pendidikan per 31 Desember 2020, belum mendapatkan tunjangan profesi, dan memenuhi beban mengajar, termasuk mengajar dari rumah. Persyaratan baru ini menghapus ketentuan wajib memenuhi nomor unit pendidik dan tenaga pendidikan (NUPTK) dan syarat belum mempunyai sertifikat pendidikan. Dengan kebijakan baru ini, alokasi pembayaran honor guru honorer yang tadinya paling banyak 50 persen dari total dana BOS reguler dinyatakan tidak berlaku.
Salah seorang guru honorer sekolah dasar di Cipinang, Jakarta Timur, Nur Baitih, mengatakan tak sepenuhnya senang dengan hadirnya Permendikbud No 19/2020. Di satu sisi, dia mengapresiasi ketentuan honor yang dibayar dari dana BOS reguler tidak memakai syarat NUPTK. Di sisi lain, dia kecewa karena ketentuan alokasi pembayaran honor maksimal 50 persen dari total dana yang diterima tidak berlaku. Dia khawatir ada kepala sekolah yang mau membayar honor lebih dengan pertimbangan pribadi, bukan karena prestasi guru.
”Permendikbud sebelumnya yang membolehkan alokasi pembayaran honor paling banyak 50 persen dari total dana BOS tidak terealisasi. Sementara masih banyak guru honorer tetap menerima honor total di bawah nilai upah minimum provinsi meskipun sudah ada alokasi upah dari pemerintah daerah,” ujar Nur.
Selama pandemi Covid-19, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta mengimbau semua sekolah melakukan pembelajaran jarak jauh. Pemerintah daerah telah mendata guru dan karyawan sekolah yang terdampak. Akan tetapi, hingga saat ini, bantuan belum turun. Guru honorer seperti dirinya tetap mengajar dengan kondisi memenuhi sendiri segala kebutuhan belajar dalam jaringan.
Di Banjarnegara, Jawa Tengah, Ketua Perkumpulan Honorer Kategori 2 (K2) Indonesia Titi Purwaningsih mempunyai pandangan senada. Perolehan BOS reguler dipakai lebih besar untuk mendukung kegiatan operasional sekolah lainnya sehingga susah merealisasikan membayar honor guru bukan aparatur sipil negara maksimal 50 persen dari total dana.
Selain honor dari dana BOS reguler, di tempat tinggalnya, pemerintah daerah telah mengalokasikan honor bagi guru honorer K2 dan bukan K2. Nilai alokasi bergantung pada kemampuan APBD. Kebijakan pembayaran honor tidak terjadi setiap bulan. Misalnya, honor bagi guru honorer K2 dibayar setiap tiga bulan.
”Pada saat kondisi normal, guru honorer biasanya mencoba mencari tambahan penghasilan di luar menjadi tenaga pendidik. Perolehan honor kami dari pemerintah daerah dan dana BOS pun belum bisa menyentuh upah minimum," kata Titi.
Baca juga: Terlalu Rumit, Persyaratan Kenaikan Honor Guru Honorer Menuai Kritik
Dosen Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Pendidikan Indonesia (UPI), Elih Sudiapermana, memandang, implementasi kebijakan tersebut membutuhkan tanggung jawab besar kepala sekolah sebagai pemegang otoritas dana bantuan operasional. Kepala sekolah perlu segera menggelar musyawarah dewan guru dan komite untuk merumuskan teknis penerapan.
Dia mengatakan, kekurangan anggaran untuk bayar honor guru bukan aparatur sipil negara selama ini cukup besar. Berangkat dari realitas ini, dia menyarankan agar kepala sekolah tidak lantas mengabaikan komponen pengeluaran operasional lainnya. Selain itu, dinas pendidikan juga perlu berperan agar bisa memastikan guru honorer yang terdaftar di Dapodik.
Menurut Elih, setiap daerah memiliki kondisi berbeda. Ada daerah yang telah membayar honor guru bukan aparatur sipil negara memakai APBD. Ada pula daerah yang mengandalkan dana bantuan operasional dari pusat.
”Besaran honor berbeda antarsekolah. Hal ini memerlukan dasar ketentuan teknis sehingga pengelolaan dana bantuan operasional semakin aman dan nyaman,” ujar Elih.
Pelaksana Tugas Direktur Jenderal PAUD dan Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah Kemendikbud Hamid Muhammad, dalam siaran pers, mengatakan, kewenangan pemakaian dana bantuan operasional sepenuhnya berada di kepala sekolah. Jadi, kepala sekolah harus dapat mempertimbangkan dan menghitung secara cermat kebutuhan prioritas untuk menyelenggarakan pembelajaran selama masa darurat pandemi Covid-19.
”Penentuan alokasi pemakaian dana bantuan operasional bisa berbeda satu sekolah dengan lainnya,” ujarnya.
Dalam konferensi pers secara virtual, Rabu (15/4/2020), Mendikbud Nadiem Anwar Makarim menyampaikan, masa darurat pandemi Covid-19 bisa dipakai untuk mengukur efektivitas dari keluwesan yang diberikan pemerintah untuk penggunaan dana BOS reguler ataupun BOP PAUD dan pendidikan kesetaraan.
”Kami mengevaluasi kebijakan penganggaran dana bantuan operasional yang sukses ataupun tidak. Masa pandemi Covid-19 menjadi kesempatan menguji mana kebijakan yang pas dan tidak,” ujarnya.