Diaspora Muda Berbagi Pengalaman Praktik Pembatasan Sosial di Luar Negeri
Diaspora muda Indonesia berbagi pengalaman cara pemerintah negara, tempat mereka tinggal sekarang, menangani Covid-19. Ada harapan yang tersirat dari cerita mereka, yaitu agar pemerintah Tanah Air bisa lebih sigap.
Oleh
Mediana
·5 menit baca
Diaspora muda Indonesia memantau perkembangan penanganan pandemi Covid-19 di Tanah Air. Mereka saling berbagi pengalaman hidup di perantauan yang juga terkena pandemi. Selain saling menguatkan, mereka juga menyisipkan pesan agar pengalaman menghadapi pandemi di negara lain bisa menjadi masukan bagi Pemerintah Indonesia.
Demikian benang merah webinar ”Dongeng Covid-19 dari Perantauan, Melihat Pandemi dari Kaca Mata Global” yang berlangsung Jumat (17/4/2020) mulai pukul 21.00 sampai 23.00.
Webinar ini diisi oleh lima orang diaspora muda Indonesia alumni Universitas Padjadjaran, Bandung. Kelimanya adalah Yudha Prawira Budiman (31), Rima Destya Triatin (30), Irfan Zidni (30), Nabila As’ad (31), dan Ikram Nur Muhammad (34). Mereka sedang menempuh studi lanjut di Jerman, Belanda, Korea Selatan, Portugal, dan Inggris.
Layaknya dongeng, webinar itu sengaja digelar malam hari, meskipun di beberapa negara tempat tinggal pembicara memiliki jam berkebalikan dengan di Jakarta.
Ikram menceritakan, di Inggris, penanganan Covid-19 satu komando atau terstruktur dari pusat. Cara penanganan seperti itulah yang menurut dia membuat perusahaan swasta satu sikap bahu-membahu mempercepat penanganan. Sebagai contoh, pabrikan besar seperti Siemens, Airbus, dan McLaren saat ini ikut memproduksi ventilator, kendati ketiganya bukan berlatar industri kesehatan.
Contoh lain adalah produksi peralatan tes diagnosis cepat. Sembilan perusahaan mengajukan diri memproduksi, tetapi pemerintah secara tegas minta agar peralatan tes tersebut harus mempunyai tingkat keakuratan tinggi.
Apabila jumlah warga yang menyetujui petisi mencapai di atas 100.000, petisi bisa segera dibahas parlemen untuk disetujui atau tidak.
Petisi masyarakat umum yang isinya mendorong percepatan penanganan Covid-19 juga bermunculan. Ikram melihat, kemunculan petisi tersebut sama dengan di Tanah Air. Perbedaannya, di Inggris, sistem petisi masyarakat langsung terhubung dengan parlemen.
Apabila jumlah warga yang menyetujui petisi mencapai di atas 100.000, petisi bisa segera dibahas parlemen untuk disetujui atau tidak. Hampir semua petisi telah dilaksanakan pemerintah. Sementara di Indonesia, petisi masyarakat baru diakomodasi oleh organisasi Change.org.
”Jumlah kasus teridentifikasi per 16 April 2020 mencapai 103.093. Pembatasan sosial sudah dimulai sejak 23 Maret 2020. Pembatasan sosial yang sebelumnya masih memperbolehkan warga berolah raga di luar, tetapi pekan ini sudah tidak boleh,” ujar Ikram yang sekarang sedang menempuh studi di Digital Visitor Economy Research Group, University of Surrey, Guildford, Inggris.
Sama seperti di Tanah Air, di Inggris pun terjadi gelombang orang-orang kehilangan pekerjaan. Namun, beberapa di antara mereka lantas terserap di bidang pekerjaan yang kini amat dibutuhkan masyarakat selama pembatasan sosial seperti jasa antar makanan dan kurir.
Berbicara kebijakan ekonomi, lanjut dia, Pemerintah Inggris sangat menganjur perusahaan tidak memecat karyawan. Sebagai gantinya, pemerintah minta karyawan dirumahkan dan tetap digaji. Sekitar 80 persen gaji karyawan dibayar oleh negara.
”Ada juga program job seeker allowance bagi pekerja yang kehilangan pekerjaan. Mirip dengan Kartu Prakerja, tetapi job seeker allowance hanya minta pekerja setor rekening bank dan bantuan langsung diberikan. Saya menilainya lebih ringkas,” imbuh Ikram.
Gaya kepemimpinan
Rima saat ini sedang menempuh studi master biomedis dengan spesialisasi epidemiologi di Radboud University Medical Center, Belanda. Sama seperti di Indonesia yang memberlakukan pembelajaran jarak jauh, Pemerintah Belanda pun melakukannya.
”Hal paling sulit adalah mengadakan praktik lapangan. Akhirnya, dosen lebih banyak memberikan tugas dari literatur,” katanya.
Menurut Rima, Pemerintah Belanda terang-terangan menyebut pandemi Covid-19 sebagai kondisi darurat. Pada 16 Maret 2020, Perdana Menteri Belanda Mark Rutte bahkan menyampaikan bahwa kemungkinan besar sebagian besar di antara masyarakat akan terinfeksi. Pernyataan ini dinilai sebagian besar sangat realistis oleh masyarakat sehingga mereka benar-benar mematuhi segala anjuran pencegahan Covid-19.
Sebagai contoh, aturan pembatasan sosial 1,5 meter yang dilengkapi dengan petunjuk ukuran yang jelas di tempat publik. Pemerintah bahkan menerapkan denda bagi warga yang melanggar aturan itu. Sekitar 250 warga terdata melanggar dan diumumkan ke publik.
”Pernyataan Perdana Menteri Mark Rutte memang terkesan negatif. Akan tetapi, masyarakat Belanda sudah terbiasa dengan hal-hal yang realistis. Saya pun mengapresiasi gaya kepemimpinan seperti itu,” kata Rima.
Kultur mirip
Nabila saat ini menempuh studi di Department of Industrial Engineering and Management di Universitas Porto, Porto, Portugal. Dia mengatakan, Porto adalah pusat destinasi wisata dari wisatawan seluruh dunia. Porto kini menjadi episenter Covid-19 di Portugal, kendati kasus berawal dari Ovar. Pada Februari, di Ovar digelar karnival besar yang dihadiri pengunjung dari segala penjuru kota di Portugal. Kasus pertama terjadi 2 Maret 2020.
Menurut dia, masyarakat Portugal gemar bersosialisasi dan bercakap-cakap dalam grup. Dengan kata lain, kultur mereka mirip dengan Indonesia. Akibatnya, saat anjuran pembatasan sosial diberlakukan, masyarakat mulanya susah melaksanakan.
Portugal resmi memberlakukan state emergency pada 19 Maret 2020 yang semula hanya berlaku dua minggu, lalu kini diperpanjang sampai 1 Mei 2020. Sekolah dan perguruan tinggi tutup mulai 13 Maret 2020.
Jumlah kasus Covid-19 mencapai sekitar 19.022 orang, 25.456 orang tercatat sebagai orang dalam pantauan, dan 1.284 orang dirawat. Fatality rate saat ini baru sekitar 3 persen.
”Data tersebut membuat kasus di Portugal di bawah negara Eropa sekitarnya. Saya menduga ini dikarenakan pemerintahnya sangat transparan. Laman kementerian kesehatan dikembangkan setransparan mungkin sehingga publik ataupun media menjadikan laman itu satu-satunya sumber rujukan,” kata Nabila.
Berbicara tentang kebijakan ekonomi, dia menyebut semangat yang diusung oleh Pemerintah Portugal mirip dengan Inggris. Pemerintah Portugal meminta semua pemilik bisnis yang terimbas secara ekonomi karena Covid-19 harus mendaftar jaminan sosial. Lalu, pemerintah akan membantu menyubsidi untuk pembayaran gaji karyawan mereka dari dana jaminan sosial.
Di Indonesia, per 18 April 2020 terjadi penambahan jumlah kasus positif Covid-19, yakni 325 orang. Penambahan terjadi selama 24 jam terakhir yang dihitung sejak Jumat (17/4/2020) pukul 12.00 hingga Sabtu (18/4/2020) pukul 12.00. Dengan demikian, jumlah total kasus positif hingga saat ini sebanyak 6.248 kasus.