Kaji Ulang Pemotongan Komponen Anggaran Pendidikan
Perpres No 54/2020 tentang Perubahan Postur dan Rincian Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2020 memotong anggaran sejumlah komponen pendidikan. Komisi X DPR sedang mengkaji dampaknya.
Oleh
Mediana
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Komisi X DPR tengah mengkaji dampak Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2020 tentang Perubahan Postur dan Rincian Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2020. Kajian dampak akan dibicarakan bersama dengan mitra Komisi X DPR yang salah satunya adalah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
Peraturan Presiden (Perpres) No 54/2020 ditetapkan tanggal 3 April 2020 oleh Presiden Joko Widodo. Perpres itu dibuat untuk melaksanakan kebijakan dan langkah-langkah penanganan pandemi Covid-19. Dalam lampiran Perpres itu disebutkan, anggaran Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) naik dari sekitar Rp 36,301 triliun menjadi Rp 70,718 triliun.
Namun, ada pengurangan yang terlihat di sejumlah poin komponen anggaran pendidikan. Misalnya, anggaran pendidikan melalui transfer ke daerah dan dana desa dari sekitar Rp 306,85 triliun menjadi Rp 283,59 triliun. Contoh lain, pelatihan diklat teknis umum yang diperkirakan untuk anggaran pendidikan turun dari Rp 166,9 triliun menjadi Rp 150,22 triliun.
Dari sisi anggaran bantuan, bantuan operasional penyelenggaraan pendidikan (BOP) pendidikan anak usia dini turun dari Rp 4,47 triliun menjadi Rp 4,014 triliun. Bantuan operasional sekolah (BOS) turun dari Rp 54,315 triliun menjadi Rp 53,459 triliun.
Untuk guru, di lampiran juga disebutkan tunjangan profesi guru pegawai negeri sipil (PNS) daerah turun dari 53,83 triliun menjadi Rp 50,88 triliun serta tambahan penghasilan guru PNS daerah turun dari Rp 698,3 miliar menjadi Rp 454,2 miliar.
Nominal besar
Wakil Ketua Komisi X DPR Hetifah Sjaifudian, Rabu (15/4/2020), di Jakarta, menyayangkan pengurangan pada poin tunjangan profesi guru PNS daerah. Nilai pemotongan yang hampir Rp 3 triliun itu dianggap besar.
Dia berpendapat, pemerintah harus memberikan peta terkait jumlah guru yang tidak mendapatkan tunjangan beserta persebaran mereka berdasarkan jenjang, jenis, jalur sekolah, dan provinsi asal. Selain itu, pemerintah juga harus segera mengeluarkan ketentuan mengenai bentuk, skema, dan cakupan bidang yang akan dibiayai dari pemotongan tersebut.
Ketua Umum Komisi X DPR Syaiful Huda mengatakan, pihaknya meminta Kemendikbud untuk menyertakan rincian dari poin-poin anggaran pendidikan yang terpotong beserta kegunaannya. Komisi X DPR juga meminta kepada pimpinan DPR untuk memperhatikan secara saksama dampak dari poin-poin komponen anggaran pendidikan dalam APBN 2020 yang terpotong sesuai Perpres No 54/2020. Sejauh ini, Komisi X DPR terus mengkaji dampak yang ditimbulkan.
Selama pembelajaran jarak jauh berlangsung hampir satu bulan, guru honorer tak bisa mengajar, karyawan sekolah pun tidak bekerja, dan petugas antar-jemput bus sekolah tak menunaikan tugasnya. Akibatnya, mereka tidak menerima honor ataupun upah.
Dia memandang, ketika berbicara dampak pandemi Covid-19 ke dunia pendidikan, pemerintah semestinya melihat kondisi guru dan tenaga pendidikan. Sebagai contoh, selama pembelajaran jarak jauh berlangsung hampir satu bulan, guru honorer tak bisa mengajar, karyawan sekolah pun tidak bekerja, dan petugas antar-jemput bus sekolah tak menunaikan tugasnya. Akibatnya, mereka tidak menerima honor ataupun upah.
”Kalau ada pemotongan anggaran pendidikan, kami menyarankan agar spiritnya adalah membantu dampak pandemi Covid-19 di dunia pendidikan. Misalnya, guru, tenaga pendidikan, dan keluarga siswa yang terimbas secara ekonomi,” kata Syaiful.
Lebih jauh, dia mengatakan, pemerintah perlu memperhatikan keluarga siswa yang terdampak secara ekonomi karena adanya pembatasan sosial oleh Covid-19. Salah satu saran dia adalah penambahan kuota penerima Program Indonesia Pintar (PIP), pemberian bantuan tunai pendidikan kepada anak usia sekolah (6-21 tahun) yang berasal dari keluarga miskin dan rentan miskin.
Sekretaris Jenderal Kemendikbud Ainun Na’im belum bisa dihubungi untuk dikonfirmasi mengenai hal tersebut. Sementara itu, pengamat kebijakan pendidikan Cecep Darmawan berpendapat, Kemendikbud semestinya membuka penggeseran alokasi anggaran kepada publik supaya lebih transparan dan akuntabel. DPR dan Kemendikbud sebaiknya melakukan dialog untuk memperjelas hal tersebut. ”Alasan pemotongan perlu dibuka ke publik sehingga lebih jelas,” katanya.