Paskah Menjadi Momentum untuk Memperkuat Solidaritas
Dalam peringatan Paskah di tengah pandemi Covid-19, umat Kristiani diajak untuk memberikan layanan kuat dari tingkat keluarga kepada warga sekitarnya. Solidaritas penting untuk memutus rantai penularan penyakit itu.
Oleh
Adrian Fajriansyah
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Dalam peringatan Paskah di tengah suasana wabah Covid-19 atau penyakit yang disebabkan virus korona (corona) baru, umat Nasrani di Tanah Air diharapkan melaksanakan ritual peribadatan bersama keluarga di rumah. Hal itu sebagai bagian dari upaya memutus rantai penularan penyakit tersebut.
Peringatan Paskah ini sekaligus menjadi momentum memperkuat solidaritas kepada sesama umat manusia. Karena itu, umat Kristiani diajak untuk memperkuat diakonal karitatif berbasis keluarga. Kesadaran layanan yang kuat dari tingkat keluarga kepada warga sekitar menjadi kunci untuk mendukung upaya menghentikan penyebaran virus korona baru (SARS-CoV-2).
”Dalam peringatan Paskah ini, kita (umat Kristiani) tidak boleh membiarkan pandemi korona bermutasi sebagai epidemi keputusasaan. Keyakinan Tuhan kita adalah Tuhan kehidupan. Tentu (itu) memberikan konsekuensi etis bagi kita untuk selalu mengembangkan perilaku prohidup yang membela dan merawat kehidupan secara khusus dalam korona ini,” ujar Pendeta Jacky Manuputty, Sekretaris Umum Persatuan Gereja-gereja Indonesia (PGI), dalam konferensi daring, di Jakarta, Minggu (12/4/2020).
Jacky mengatakan, tahun ini, perayaan Paskah sangat berbeda dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya. Biasanya, Paskah yang menjadi peristiwa sangat sakral dalam liturgi gerejawi Kristen atau kehidupan Yesus Kristus dirayakan dengan meriah mulai dari saat menjalani minggu-minggu pra-Paskah dan minggu sengsara. Tahun ini, gereja yang biasa disesaki umat jadi sepi. Umat merayakannya dalam kebersamaan dengan keluarga di rumah masing-masing.
Hal itu dilakukan untuk menghindari kerumunan di gedung gereja sesuai dengan kebijakan pemerintah ataupun protokol kesehatan untuk menghindari penyebaran Covid-19. Sebab, penyakit itu menyebar/menular lewat kontak langsung antarmanusia yang berpotensi kian besar kalau ada kerumunan.
Dalam peringatan Paskah ini, kita (umat Kristiani) tidak boleh membiarkan pandemi korona bermutasi sebagai epidemi keputusasaan.
”Apakah dengan itu kemeriahan maka Paskah jadi tak bermakna? Tidak juga. Sebab, perayaan Paskah adalah perayaan kebangkitan Kristus. Bila perayaan Paskah dalam kerumunan umat menjadi ancaman, tindakan itu berlawanan dengan berita Paskah itu sendiri, (yakni) berita kehidupan,” katanya.
Untuk itu, Jacky menuturkan, Komisi Teologia PGI mengangat tema utama Paskah tahun ini dari Injil Lukas Pasal 24 Ayat 5 dan 6. Intinya, umat Kristiani diutus untuk terus mempersaksikan kehidupan yang ditemukan dalam Kristus yang bangkit mengikuti kehidupan umat secara pribadi ataupun bersama-sama. Undangan itu harus disambut dengan memperjuangkan, merawat, dan memberikan kehidupan di tengah wabah Covid-19 saat ini.
”Komitmen untuk merawat dan memberikan kehidupan ini mengakar kuat pada identitas kita (umat Kristiani). Bukan hanya sebagai umat kebangkitan, melainkan juga umat berpengharapan. Identitas ini harus terwujud secara nyata di dalam keberanian iman kita melawan pandemi korona,” tuturnya.
Patuhi anjuran pemerintah
Jacky mengutarakan, dari tema Paskah kali ini, umat Kristiani harus menunjukkan ataupun mewujudkan sikap iman cinta kasihnya lewat kepatuhan terhadap aturan ataupun imbauan pemerintah untuk mengatasi Covid-19. Selain mengubah pola ibadah berkumpul di gereja menjadi di rumah masing-masing, umat dan gereja sebagai otoritas harus memperkuat diakonal karitatif dari tingkat keluarga.
Umat sedapat mungkin mengikuti anjuran pemerintah ataupun protokol kesehatan, antara lain tetap jaga jarak aman sampai berakhirnya bencana nasional ini. Sebisa mungkin tetap berada di rumah untuk keselamatan pribadi dan menyelamatkan orang lain.
Selama di rumah, umat diminta tetap mewujudkan solidaritas bagi lingkungan sekitar. Keluarga-keluarga yang mampu bisa menyisakan sedikit kelebihannya untuk membantu keluarga berkekurangan, seperti makanan, suplemen vitamin, dan masker.
Bukan aib
Hal paling utama adalah umat harus membangun sikap empati, bukan diskriminatif terhadap orang-orang yang terpapar Covid-19. Kalau ada orang dengan Covid-19 sedang melakukan karantina mandiri di lingkungan sekitar, umat harus menciptakan suasana agar para pasien itu tidak mengalami perilaku diskriminatif.
Apabila perlu, sediakan kebutuhan sehari-hari untuk para pasien tersebut dengan mengikuti protokol kesehatan berlaku. ”Harus diingat betul, terpapar korona bukan suatu aib ataupun kutukan dari Tuhan,” ucap Jacky.
Untuk otoritas gereja, mereka harus bisa mengonsolidasikan sumber daya yang dimiliki untuk menggelorakan aksi solidaritas guna memutus penyebaran Covid-19. Apabila dinilai layak dan dibutuhkan, otoritas gereja sedianya menyiapkan gedung gereja untuk tempat isolasi pasien Covid-19.
Otoritas gereja juga harus siap menghadapi dampak susulan dari wabah Covid-19 ini, antara lain keterpurukan ekonomi hingga meningkatnya angka pengangguran akibat PHK. ”Sejarah gereja-gereja menghadapi bencana wabah sejak kekristenan mula-mula kental ditandai dengan kesediaan gereja memberi diri utuh penuh dalam pelayanan kasih,” katanya.
Jacky kembali mengingatkan, Tuhan berfirman agar umat Kristiani mengupayakan kesejahteraan kota (negeri, bangsa, ataupun negara) yang jadi bagian inheren tempatnya tinggal. ”Saat ini, Indonesia berstatus bencana nasional (pandemi Covid-19). Sebagai bagian negara ini, kita wajib membelanya bersama golongan lain. Sebab, korona menular tidak pandang golongan,” ucapnya.
Komitmen semua agama
Sebelumnya, semua pemuka agama di Indonesia telah sepakat mengajak semua umat masing-masing untuk tidak dahulu beribadah bersama di rumah ibadah. Semua umat beragama diminta untuk beribadah di rumah masing-masing. Dalam situasi darurat, ibadah di rumah tidak mengurangi nilai ibadah tersebut.
Direktur Jenderal Bimbingan Masyrakat Islam, Kementerian Agama, Kamaruddin Amin, Jumat (10/4/2020), mengatakan, di tengah wabah Covid-19, pihaknya meminta semua umat Islam untuk mengutamakan ibadah di rumah, termasuk ketika memasuki bulan Ramadhan. Dia meminta semua umat Islam tidak dahulu melakukan beragam kegiatan bersama di luar rumah.
Umat Islam diharapkan tidak melakukan buka bersama, tarawih, tadarus Al Quran, hingga Nuzulul Quran (peringatan turunnya Al Quran ke bumi) di luar rumah ataupun di rumah ibadah (masjid). Ibadah-ibadah itu secara fikih dibolehkan dilaksanakan di rumah, terutama selama masa darurat seperti pandemi Covid-19 saat ini.
”Kualitas ataupun nilai ibadah semua ibadah itu tidak berkurang meski tidak dilaksanakan di masjid karena situasi sekarang darurat. Allah SWT memahami kondisi kita saat ini. Maka, mari kita mengikuti kebijakan pemerintah, yakni sebisa mungkin tak keluar rumah, menjaga jarak, selalu memakai masker, rutin mencuci tangan, dan semua protokol kesehatan lain, demi kemaslahatan semua orang, yakni memutus penyebaran Covid-19,” tuturnya.