Molin, Mobil Perlindungan Perempuan dan Anak untuk Sosialisasi Covid-19
Penularan Covid-19 masih terus meluas di Indonesia. Semua kelompok masyarakat, termasuk perempuan dan anak, perlu mendapat perhatian agar tidak mudah tertular virus korona baru. Berbagai upaya pun digenjot.
Oleh
Sonya Hellen Sinombor
·3 menit baca
DOKUMENTASI/KEMENTERIAN PPPA
Penyerahan mobil perlindungan (molin) untuk 44 Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) kabupaten/kota, Kamis (23/8/2018), di Jakarta.
Sejumlah upaya dilakukan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak untuk mengingatkan masyarakat, terutama perempuan dan anak, agar terhindar dari virus korona baru penyebab Covid-19. Selain sosialisasi melalui media sosial, penyebaran informasi dan sosialisasi pencegahan penularan virus korona baru juga terus diperluas hingga ke desa-desa.
Untuk itu, Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) I Gusti Ayu Bintang Darmawati meminta jajarannya mengerahkan semua mobil perlindungan perempuan dan anak (Molin) yang telah didistribusikan di 34 provinsi dan 432 kabupaten/kota untuk berkeliling sampai ke desa-desa menyebarluaskan informasi tentang bahaya Covid-19 serta pencegahan penularan virus korona baru.
Tak hanya sebagai media untuk sosialisasi pencegahan penularan Covid-19, Bintang juga meminta Molin digunakan untuk sosialisasi pencegahan kekerasan terhadap perempuan dan anak di tengah pandemi Covid-19.
”Pengerahan Molin juga sebagai salah satu upaya untuk memastikan perempuan dan anak aman di saat terjadinya pandemi. Aman di sini juga berarti terhindar dari segala tindak kekerasan dan perlakuan salah lainnya. Molin berkeliling melakukan sosialisasi dan edukasi kepada masyarakat hingga ke desa atau kelurahan,” ujar Menteri Bintang dalam siaran pers di Jakarta, Jumat (10/4/2020).
Kementerian PPPA, menurut Bintang, dalam waktu dekat akan menginisiasi Gerakan #Berjarak (Bersama Jaga Keluarga Kita). Gerakan #Berjarak untuk memastikan perempuan dan anak aman bersama keluarga untuk menghadapi bahaya paparan Covid-19 di rumah dan lingkungannya.
Untuk gerakan ini, selain Dinas PPPA di daerah, jaringan dan kader PPPA tingkat desa/kelurahan, seperti Forum Anak, jaringan Perlindungan Anak Terpadu Berbasis Masyarakat (PATBM), forum Partisipasi Publik Untuk Kesejahteraan Perempuan dan Anak (PUSPA), Pusat Pembelajaran Keluarga (PUSPAGA), Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A), serta jaringan mitra pembangunan harus terlibat.
Untuk melindungi perempuan dan anak dari bahaya Covid-19, Menteri PPPA sebelumnya menyurati Ketua Harian Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 untuk meminta dan merekomendasikan agar protokol dan strategi penanganan Covid-19 juga mengintegrasikan hal-hal yang terkait perlindungan perempuan dan anak.
Misalnya, ada panduan atau prosedur standar operasi yang mendokumentasikan dan merujuk kasus-kasus terhadap anak yang memerlukan tindak lanjut, protokol yang jelas untuk mencegah atau mengurangi keterpisahan anak dari keluarga dan berbagai risiko perlindungan anak lainnya, serta memastikan untuk mengurangi stigma dan peminggiran sosial terhadap anak dan keluarganya akibat paparan Covid-19. Selain itu, perlu dipastikan pesan-pesan itu jelas, mudah diterima anak, orangtua, pengasuh, dan masyarakat.
Deputi Perlindungan Anak, KPPPA, Nahar mengungkapkan, Menteri PPPA sebagai koordinator penyelenggaraan perlindungan anak telah memberikan dan menindaklanjuti rekomendasi kepada Ketua Harian Tim Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 untuk mengarusutamakan perlindungan anak dalam percepatan penanganan Covid-19.
”Protokol Perlindungan Anak Lintas Sektor dalam Penanganan Covid-19 disusun untuk melengkapi rekomendasi tersebut. Protokol ini juga merupakan wujud komitmen Kemen PPPA dalam melaksanakan mandatnya guna meningkatkan peran keluarga dalam pengasuhan, menurunkan angka kekerasan terhadap anak, pekerja anak, dan perkawinan anak,” katanya.
Di luar persoalan medis, Nahar mengakui, pandemi Covid-19 juga meningkatkan risiko kekerasan, perlakuan salah secara emosional, fisik dan seksual, serta tekanan terhadap kesehatan jiwa anak. Aturan pembatasan fisik atau jarak fisik (physical distancing) dalam bentuk ”kerja dari rumah” dan ”belajar dari rumah” berpotensi meningkatkan kadar stres di lingkungan keluarga sehingga dapat memicu terjadinya kekerasan.
Sebab, untuk orangtua kelas menengah ke bawah yang pendapatannya berdasarkan pemasukan sehari-hari, upaya ini bisa saja membuat penghasilan mereka menurun sehingga memunculkan kondisi anak diminta atau secara sukarela bekerja.
Karena itu, perlindungan perempuan dan anak di tengah pandemi Covid-19 hendaknya menjadi perhatian karena dampaknya bukan sekadar media, melainkan juga berdampak pada kehidupan keluarga, terutama perempuan dan anak. Situasi pandemi Covid-19 membuat anak rentan mengalami risiko perlakuan salah, kekerasan, penelantaran, dan keterpisahan dari keluarga atau pengasuhan pengganti, baik yang terdampak langsung maupun orangtua atau wali yang mengalaminya.
Kompas/AGUS SUSANTO
Remaja menggunakan masker di Terminal Pulo Gadung, Jakarta Timur, Jumat (10/4/2020). Peraturan Gubernur DKI Jakarta No 33/2020 mengenai pembatasan sosial berskala besar (PSBB) dalam penanganan Covid-19 yang terdiri atas 28 pasal diterapkan mulai Jumat (10/4/2020) hingga 14 hari ke depan (dapat diperpanjang). Segala kegiatan belajar, bekerja, dan beribadah harus dilaksanakan di rumah.