Pemerintah Disarankan Berhati-hati Memanfaatkan Dana Abadi Pendidikan
Melalui Perppu No 1/2020, pemerintah berwenang mengeluarkan kebijakan keuangan negara untuk menangani pandemi Covid-19, salah satunya dengan pemakaian dana abadi pendidikan.
Oleh
Mediana
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah diharapkan berhati-hati menggunakan dana abadi pendidikan untuk penanganan pandemi Covid-19. Gagasan ini perlu dipertimbangkan ulang karena pendidikan menjadi modal dasar membangun kualitas sumber daya bangsa.
Pasal 2 Ayat 1 Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2020 menyebutkan, pemerintah berwenang melakukan lima langkah kebijakan keuangan negara untuk penanganan pandemi Covid-19, salah satunya dengan memanfaatkan dana abadi dan akumulasi dana abadi pendidikan. Sebelumnya, melalui rapat kerja secara virtual bersama DPR, Senin (6/4/2020), Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan, pemerintah mempertimbangkan memakai seluruh dana abadi pemerintah untuk membantu penanganan pandemi Covid-19.
Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Bhima Yudhistira Adhinegara, Rabu (8/4/2020), di Jakarta, menyampaikan, dalam Nota Keuangan APBN 2020, pada akhir 2019 total akumulasi dana abadi pendidikan mencapai Rp 66,1 triliun. Selama kurun waktu 2010-2018, Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP) telah mengelola dana abadi pendidikan sekitar Rp 46,1 triliun. Imbal hasil yang diharapkan sepanjang 2020 adalah Rp 4,5 triliun dengan target penerima beasiswa 5.000 mahasiswa baru serta bisa membiayai penerima beasiswa berjalan 12.333 orang dan 104 riset.
Tak menomorduakan
Permasalahannya adalah jika pemanfaatan dana abadi pendidikan berlebihan, imbasnya adalah memengaruhi jumlah mahasiswa yang dikirim ke luar negeri ataupun beasiswa dalam negeri. ”Kekhawatirannya adalah akan muncul moral hazard ketika terjadi krisis lagi, pemerintah dengan mudah memakai dana abadi pendidikan,” ujar Bhima.
Pemerintah Jepang tidak menomorduakan pendidikan.
Bhima mengatakan, pemerintah semestinya dapat mencontoh pengalaman Jepang pascamusibah bom atom di Nagasaki dan Hiroshima. Pada saat itu, Kaisar Jepang bertanya berapa guru yang masih tersisa. Artinya, pembangunan pascabencana tetap fokus pada persoalan pendidikan. Pemerintah Jepang tidak menomorduakan pendidikan.
Direktur Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Mohammad Faisal memandang, pada dasarnya dana dan pengeluaran yang bersifat jangka panjang semestinya bisa dimobilisasi untuk menutup pengeluaran darurat penanganan bencana. Hanya saja, pemerintah perlu berhati-hati menggunakan dana abadi yang sekarang masih dipakai.
Untuk dana abadi pendidikan, misalnya. Dana abadi ini dipakai untuk beasiswa mahasiswa. Dia menyarankan agar alokasi beasiswa itu tidak mengalami pemotongan karena bisa berdampak buruk bagi mahasiswa yang sedang belajar, seperti penyelesaian studi terancam.
Rektor Universitas Indonesia Ari Kuncoro mengatakan, kesehatan dan pendidikan merupakan modal manusia. Keduanya merupakan hal penting dalam pembangunan manusia. Akan tetapi, pandemi Covid-19 harus dipahami sebagai situasi darurat kesehatan. Kesehatan anak-anak muda harus dijaga agar mereka tetap bisa menempuh pendidikan.
Dalam situasi darurat seperti sekarang, Ari berpendapat, hal-hal yang bersifat jangka panjang semestinya ditunda dulu. Dana abadi pendidikan yang bersifat jangka panjang bisa dialihkan dulu untuk membantu pencegahan meluasnya Covid-19.
”Kita semua harus mengutamakan kesehatan. Ada potensi kondisi masyarakat belum normal seperti semula sampai 2021. Negara-negara lain pun sedang melakukan pembatasan sosial,” tuturnya.
Direktur Utama LDPP Rionald Silaban, saat dikonfirmasi, menjelaskan, sesuai dengan Perppu No 1/2020, dana abadi dan akumulasi dana abadi pendidikan adalah salah satu dari sekian sumber yang dapat digunakan pemerintah dalam penanganan pandemi Covid-19. Pemerintah tetap berkomitmen terhadap pendidikan rakyat yang ditunjukkan alokasi anggaran penanganan Covid-19 tidak mengurangi mandatori alokasi anggaran 20 persen APBN untuk pendidikan.
”Pemerintah tentunya akan menghitung dan mempertimbangkan secara saksama sumber-sumber pembiayaan anggaran untuk menangani Covid-19,” ujarnya.
Rionald menyebutkan, per 6 April 2020, jumlah mahasiswa sedang belajar yang berada dalam pembiayaan layanan beasiswa LPDP berjumlah 6.900 orang. Jumlah ini terdiri dari 4.798 orang awardee dalam negeri dan 2.102 orang awardee luar negeri.
Dengan total akumulasi Dana Pengembangan Pendidikan Nasional (DPPN) sepanjang 2010-2019 yang dikelola LPDP sebesar Rp 51,117 triliun, dia mengklaim penerimaan hasil investasi lebih besar daripada belanja layanannya. Saat ini, LPDP tengah melakukan perhitungan besaran dana kelolaan yang memadai agar hasil investasinya dapat membiayai mahasiswa sedang belajar, calon mahasiswa yang akan diberangkatkan, dan biaya lainnya.
”Pandemi Covid-19 masih berlangsung di seluruh dunia dan belum diketahui sampai kapan. Demi keselamatan penerima beasiswa sendiri, LPDP menunda pemberangkatan mahasiswa ke luar negeri tahun 2020,” kata Rionald.