Agar Tetap Produktif, Seniman Manfaatkan Platform Digital
Seniman berupaya menyiasati tetap produktif di tengah pembatasan sosial sebagai dampak pandemi Covid-19. Satu-satunya cara adalah mengoptimalkan platform dalam jaringan.
Oleh
Mediana
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS - Di tengah pembatasan sosial sebagai dampak pandemi Covid-19, seniman dan pekerja kreatif bersiasat dan mengupayakan segala cara untuk tetap produktif. Pemakaian platform dalam jaringan sebagai panggung ekspresi diperkirakan akan membentuk kesadaran terhadap norma berkesenian baru.
Seniman tari dan dosen Institut Seni Indonesia (ISI) Surakarta, Eko Supriyanto, saat dihubungi Kamis (2/4/2020) dari Jakarta, menyebut ada sekitar empat pertunjukkan tari di luar negeri yang harus ia tunda pelaksanaannya. Padahal, dirinya sudah menyiapkan kebutuhan pemberangkatan untuk sebagian pementasan itu.
Kendati demikian, dia menyadari ada sisi positif pandemi Covid-19 yang mengharuskan siapapun bekerja dari rumah, termasuk seniman. Mereka kini bisa mempunyai waktu luang untuk membaca, diskusi, dan mempersiapkan karya selanjutnya.
Ada sisi positif pandemi Covid-19 yang mengharuskan siapapun bekerja dari rumah, termasuk seniman.
Ada proyek tari yang rencananya akan digelar Eko pada 2021-2022. Saat ini, dia tetap rutin latihan di rumahnya. demikian pula rekannya. Proses selama latihan direkam lalu hasilnya dikirim via daring. Semua latihan itu dievaluasi melalui platform komunikasi daring.
"(Kami) tetap bisa mengevaluasi gerakan dari video yang dikirim. Misalnya, ada gerakan yang menitikberatkan pada kaki, tetapi di tampilan video tidak demikian. Maka, saya minta gerakan itu dimatangkan kembali," kata dia.
Selain itu, Eko juga ikut mengisi sesi berbagi di akun YouTube "Budaya Saya" milik Direktorat Jenderal Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) pada setiap Senin, Rabu, dan Sabtu. Dia mengaku senang dengan adanya ruang seperti itu. Dia bisa menceritakan kepada khalayak umum mengenai riset, proses kreatif di balik pertunjukkan tari, koreografi, hingga pencapaian yang diperoleh. "Upaya itu menunjukkan pemerintah berupaya hadir untuk seniman," kata dia.
Pandan P Purwacandra, dosen Fakultas Seni Media Rekam ISI Yogyakarta, mengatakan, ISI Yogyakarta sudah sering menggelar pertunjukkan daring karena kampus memiliki fasilitas TV kampus "ARTV". ARTV kerapkali menayangkan konten beraliran langsung (streaming) acara-acara perguruan tinggi. Oleh karena itu, pertunjukkan daring di tengah pandemi Covid-19 sangat efektif.
Salah satu pertunjukkan yang mulai ditayangkan secara streaming adalah musik dari Doddy n friends (ISI Band Yogyakarta). Penayangan band tersebut, salah satunya bekerja sama dengan Direktorat Jenderal Kebudayaan Kemdikbud. Pada saat tampil, para personel berkumpul dan duduk berjarak sekitar satu meter sesuai anjuran pembatasan sosial.
"Ini kan membuat konten kesenian. Sifatnya pun bukan mengumpulkan massa dan masih mematuhi koridor ketentuan dari pemerintah," ujar Pandan.
Pendiri Ayo Dongeng Indonesia, Ario Zidni, mengaku ada kesulitan ketika tampil mendongeng tanpa ada penonton langsung yang hadir tatap muka dengannya. Hal ini dikarenakan mendongeng membutuhkan interaksi dan komunikasi langsung.
Akan tetapi, sejak ada imbauan bekerja dari rumah, dia mulai membiasakan diri untuk tampil mendongeng secara live di akun Instagram. Untuk berinteraksi dengan khalayak, dia mengandalkan kolom komentar dan chat.
"Sembari mengoptimalkan tampil secara daring, saya mencoba lebih aktif menulis cerita dongeng," kata dia.
Direktur Pasar Seni Ancol, Mia Maria, menyebutkan beberapa upaya menyiasati agar seniman di ekosistem Pasar Seni Ancol tetap berkarya. Misalnya, sejak dua minggu terakhir, Pasar Seni Ancol menginisiasi sesi bincang-bincang dengan para tokoh seni dan budaya melalui fitur Instagram Live. Sesi itu diberi nama "Ngobrol Seru Kesenian". Selama sesi, seniman akan lebih banyak ditanya pengalaman dan pencapaian.
Di luar itu, Pasar Seni Ancol mengembangkan materi ajar tentang seni dan budaya di platform Sekolahmu. Dalam waktu dekat, Pasar Seni Ancol akan menampilkan pameran daring karya seni para seniman.
"Kami ingin tetap menyuntikkan sesuatu yang positif kepada masyarakat," ujar Mia.
Norma baru
Pelaksana Tugas Ketua Umum Dewan Kesenian Jakarta Danton Sihombing mengatakan, Direktorat Jenderal Kebudayaan Kemdikbud telah bersedia dialog dengan para seniman, lalu menggagas terobosan jaring pengaman agar mereka tetap berkarya. Beberapa kelompok seni dan budaya, misalnya Sahabat Seni Nusantara, pun ikut membangun kesadaran kolektif membantu.
Isu lain yang jadi sorotan dia adalah situasi pembatasan mobilisasi dan kerumunan massa mendorong adopsi ke medium digital. Menurutnya, film dan seni pertunjukan lebih punya kelayakan tampil secara daring dan relatif aman dengan cara berbagi layar di gawai.
Namun, ada juga jenis seni lainnya yang lebih pas dan layak dinikmati dalam ruang fisik. Misalnya, seni rupa. Pengunjung hadir melihat langsung bisa merasakan pendalaman karya.
Hal lain yang jadi sorotan adalah mengukur justifikasi kualitas karya seni rupa yang dipamerkan lewat media sosial. Sebab, media sosial lahir untuk menyokong jaringan pertemanan.
"Artinya, seniman perlu merespon kehadiran medium digital ini. Apakah nantinya medium digital menjadi norma baru berkegiatan seni dan budaya ?" kata dia.
Direktur Jakarta Biennale Farah Wardani memiliki pandangan serupa. Dalam khitahnya atau secara disiplin, seni rupa menggunakan ruang fisik untuk dinikmati. Ini berbeda dengan film dan musik.
Seni rupa kontemporer dapat menggunakan medium baru, yakni digital. Akan tetapi, dalam kenyataannya, proses produksi dan penyampaiannya lewat platform digital tidak sederhana.
Menurut Farah, ada beberapa cara menyiasati agar seniman seni rupa tetap semangat berkarya. Misalnya, menghadirkan katalog secara daring. Contoh lain, mereka bisa mengeksplorasi seluas-luasnya platform digital sebagai medium baru berekspresi.
"Kesadaran akan medium baru (digital) ini penting," katanya.