Pandemi Covid-19 Pukul Film Nasional yang Sedang Menuju Puncak Kejayaan
Peringatan Hari Film Nasional ke-70 berlangsung di tengah meluasnya Covid-19. Prediksi bahwa pada 2020 jumlah penonton bioskop Indonesia akan tembus 60 juta tiba-tiba sirna.
Oleh
Mediana
·4 menit baca
Kompas/Riza Fathoni
Petunjuk arah menuju Indiskop terpasang di dalam Pasar Teluk Gong, Penjaringan, Jakarta Utara, Rabu (23/10/2019). Indiskop hanya menayangkan film Indonesia dan menjadikan film nasional Indonesia tuan rumah di negara sendiri dengan harga tiket yang relatif terjangkau.
JAKARTA, KOMPAS — Kecemasan menghadapi pandemi Covid-19 mewarnai peringatan Hari Film Nasional ke-70. Pekerja perfilman berharap pemerintah mau diajak duduk bersama memikirkan strategi jangka panjang penanganan dampak pandemi terhadap industri perfilman nasional.
Hari Film Nasional diperingati setiap 30 Maret. Tanggal tersebut dipilih karena merupakan hari pertama pengambilan gambar film Darah & Doa atau Long March of Siliwangi yang disutradarai oleh H Usmar Ismail tahun 1950.
Ketua bidang Advokasi Kebijakan Badan Perfilman Indonesia (BPI) Alex Sihar saat dihubungi, Senin (30/3/2020), di Jakarta, mengatakan, industri film Indonesia sebenarnya sedang menuju puncak kejayaan. Pada tahun 2019, lebih dari 140 judul film diproduksi. Lima tahun sebelumnya, produksi film Indonesia hanya mencapai 110 judul.
Dengan perbandingan kurun waktu yang sama, jumlah penonton di bioskop naik dari sekitar 30 juta menjadi 48 juta orang per akhir 2019. Gap jumlah penonton film nasional satu sama lain juga semakin tipis.
Sebagai gambaran, pada tahun 2015, salah satu judul film nasional yang sukses adalah Warkop DKI dengan 6 juta penonton. Pada saat bersamaan, ada judul film nasional yang hanya mampu meraih 80.000 penonton. Namun, kini gap seperti itu semakin berkurang.
Pada tahun 2019, jumlah layar bioskop tembus sekitar 2.000 unit. Padahal, sekitar tiga sampai empat tahun sebelumnya, total layar hanya 1.100 unit. Selain itu, porsi judul film nasional dibanding film Hollywood atau asing yang diputar sudah hampir imbang.
Kami sebelumnya memperkirakan, pencapaian-pencapaian tersebut bisa terulang tahun 2020. Salah satunya adalah proyeksi jumlah penonton di bioskop bisa tembus 60 juta orang.
”Kami sebelumnya memperkirakan, pencapaian-pencapaian tersebut bisa terulang tahun 2020. Salah satunya adalah proyeksi jumlah penonton di bioskop bisa tembus 60 juta orang. Lima tahun terakhir, segala kebijakan yang dikeluarkan pemerintah pun memihak ke kemajuan industri,” ujarnya.
Alex memandang, pandemi Covid-19 adalah force majeur. Pandemi ini mengubah logika bekerja dan berkarya yang sudah terbangun sebelumnya. Ada kemungkinan, setelah pandemi mereda akan terbentuk kebudayaan baru, termasuk perfilman.
”Setelah pandemi Covid-19 mereda, bayangan kami apakah bisa kembali normal seperti sebelumnya? Pola konsumsi film berubah tidak? Kami rasa (kita) perlu bersiap memikirkan metode produksi baru, baik padat modal maupun pekerja, sehingga film tetap bisa dinikmati secara daring,” tutur Alex.
Perlu sikap tegas
Ketua Asosiasi Perusahaan Film Indonesia Chand Parwez Servia, saat dihubungi terpisah, menyampaikan, pihaknya juga memprediksi penonton film layar lebar Indonesia tahun 2020 akan naik signifikan. Prediksi ini didasarkan oleh maraknya produksi film yang semakin cerdas, serius, dan berbiaya mahal.
Namun, tiba-tiba muncul pandemi Covid-19 di luar prediksi. Pelaku industri mengikuti imbauan pemerintah untuk menunda ataupun membatalkan produksi film demi keselamatan dan kesehatan kru. Mereka tetap berharap pemerintah mempunyai sikap yang tegas dalam menangani pandemi di tengah maraknya kabar kebijakan yang ambigu.
”Pasar film melalui saluran digital sejauh ini masih menyubstitusi televisi dan sarana DVD atau video. Jadi, jangan disamakan dengan pasar film di bioskop. Keduanya adalah hal berbeda,” kata Chand.
Ketua Umum Asosiasi Produser Film Indonesia (Aprofi) Edwin Nazir mengemukakan, sebelum pandemi Covid-19, tantangan industri perfilman nasional adalah pembajakan melalui laman pemutar konten beraliran langsung, kekurangan sekolah film, dan regenerasi kru.
Setelah pandemi Covid-19, tantangannya yaitu memulihkan industri. Salah satu pekerjaan rumah adalah mengembalikan budaya nonton film nasional ke bioskop.
Kompas/Riza Fathoni
Poster film terpasang di Indiskop di lantai teratas Pasar Teluk Gong, Penjaringan, Jakarta Utara, Rabu (23/10/2019).
Harus kreatif
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Anwar Makarim memahami adanya dampak besar yang harus dihadapi industri perfilman di tengah pandemi Covid-19 yang semakin meluas. Dia mengajak agar kondisi itu tidak membuat pelaku perfilman patah semangat.
”Momen sekarang ini menuntut kita berpikir kreatif menggunakan inovasi teknologi untuk terus berkarya dan menyebarkan karya kepada masyarakat,” ujarnya.
Nadiem secara khusus berterima kasih kepada para pembuat film yang mengikuti imbauan pemerintah untuk menunda produksinya karena alasan keselamatan dan kesehatan. Dia paham, imbauan itu berat diikuti karena menyangkut sumber penghasilan, khususnya bagi pekerja teknis. Namun, di tengah pandemi Covid-19, keselamatan dan kesehatan harus diutamakan.
Peringatan Hari Film Nasional yang biasanya ditandai dengan pemutaran yang mengundang banyak orang kini Kemendikbud mengimbau pemutaran dilakukan dalam jaringan. Kemendikbud juga berencana mengadakan diskusi dan pembahasan film nasional melalui platform daring.
Direktur Perfilman, Musik, dan Media Baru Direktorat Jenderal Kebudayaan Kemendikbud Ahmad Mahendra, saat dihubungi terpisah, mengemukakan, pandemi Covid-19 menjadi tantangan bagi insan perfilman untuk mencoba media baru. Teknologi digital yang ada memungkinkan pemerataan akses bagi warga di mana pun berada untuk menonton film.
”Bioskop tetap penting pada masa mendatang. Ada platform media baru yang kini berkembang sesuai zaman tetap harus diikuti demi perluasan akses menonton warga,” kata Mahendra.
Menurut dia, masih akan ada rangkaian program tutorial dan kelas master yang akan melibatkan pekerja film. Program itu juga akan digelar melalui secara daring. Siapa pun bisa mendaftar. Mahendra berharap, upaya tersebut bisa menjadi peluang baru bagi insan perfilman.