Institut KAPAL Perempuan Dua Dekade Menyemangati Perempuan di ”Akar Rumput”
Institut KAPAL Perempuan lahir atas keprihatinan terhadap kekerasan pada perempuan, kemiskinan, konflik berbasis identitas pascareformasi. Lembaga swadaya masyarakat ini sekarang telah memasuki usia dua dekade.
Oleh
SONYA HELLEN SINOMBOR
·5 menit baca
Tanggal 8 Maret bukan hanya menjadi Hari Perempuan Internasional, melainkan juga merupakan hari bersejarah bagi Institut KAPAL Perempuan (Lingkaran Pendidikan Alternatif untuk Perempuan). Sebab, tanggal yang sama adalah hari berdirinya organisasi masyarakat sipil tersebut.
Tahun ini, tepatnya 8 Maret 2020, perjalanan Institut KAPAL Perempuan genap berusia 20 tahun. Sebuah pencapaian panjang dari lembaga swadaya masyarakat yang sejak berdirinya membawa misi membangun gerakan perempuan dan gerakan sosial demi keadilan sosial, kesetaraan, dan keadilan jender serta perdamaian di ranah publik dan privat.
”Genap di angka 20 tahun pada tahun 2020 terasa sebagai penanda bahwa angka 20 dan 20 adalah angka yang setara. Artinya, tidak ada yang lebih dan tidak ada yang kurang, tidak ada yang di kiri dan di kanan, tidak ada yang di depan dan belakang,” ujar Direktur Institut KAPAL Perempuan Misiyah saat syukuran sederhana HUT Ke-20 Institut KAPAL Perempuan, Selasa (10/3/2020), di kantor KAPAL Perempuan di Kalibata Timur Raya, Jakarta Selatan.
Sebab, menurut Misiyah, angka 2020 sebenarnya mencerminkan semangat dari KAPAL Perempuan. Lingkaran bentuknya seperti angka nol (0). Artinya semua setara, tidak boleh ada yang menjadi pusat dan di pinggiran. ”Kita adalah pusat pengetahuan perempuan, karena itu namanya pusat samudra pengetahuan bagi perempuan,” kata Misiyah.
Selama 20 tahun, KAPAL Perempuan berproses sebagai organisasi di luar pemerintahan yang mengalami proses jatuh bangun dalam memperjuangkan sebuah kesetaraan. Misiyah bahkan mengibaratkan hal tersebut sebagai ”proses menjadi”.
Sekolah Perempuan merupakan salah satu model pemberdayaan perempuan di kalangan akar rumput, dalam bentuk sekolah informal.
Tidak hanya organisasi KAPAL Perempuan, ibu-ibu dan perempuan juga berproses menjadi, yakni tidak pasrah pada nasibnya. Misalnya, perempuan yang melawan ketika diusir saat mengikuti musyawarah perencanaan pembangunan (musrembang) di daerahnya.
Di mata para aktivis perempuan dan organisasi-organisasi pemerhati isu perempuan dan jender, Institut KAPAL Perempuan adalah tempat yang nyaman untuk saling menumbuhkan gagasan dan ide-ide perjuangan gerakan perempuan. ”Selain itu, KAPAL Perempuan juga menjadi tempat untuk berbagi dan saling menguatkan ketika proses-proses perjuangan tengah mengalami kegamangan dengan berbagai tantangan dan kendala,” kata Sekretaris Jenderal Koalisi Perempuan Indonesia (KPI) Mike Verawati Tangka.
Berangkat dari keprihatinan
Dari sejarahnya, KAPAL Perempuan didirikan oleh oleh aktivis perempuan Yanti Muchtar (almarhum) dan empat aktivis lainnya, yakni Misiyah, Verocica Indriani, Vianny, dan Wahyu Susilo, pada 8 Maret 2000 atas keprihatinan terhadap kekerasan pada perempuan, kemiskinan, konflik berbasis identitas pascareformasi.
Di awal berdirinya, tujuan KAPAL Perempuan adalah untuk mendukung daya pikir kritis di kalangan masyarakat sipil di Indonesia dalam rangka mewujudkan masyarakat sipil yang berkeadilan sosial, berkeadilan jender, berperspektif pluralisme, dan demokratis.
”Kami tidak mempunyai modal uang. Jadi satu tahun bekerja dengan sukarela, menyewa kantor dipinjami uang Gita Pertiwi, bekerja alas tikar, lalu diberi meja oleh beberapa orang. Salah satunya dikasih oleh PPSW. Meski bekerja tanpa gaji, kami membuat aturan ketat, bekerja dari pukul 09.00-17.00, dengan presensi dan setiap hari membuat jurnal harian, melakukan apa saja dan hasilnya apa,” kenang Misiyah.
Setahun setelah berdiri, KAPAL Perempuan menyelenggarakan kursus jender, menerbitkan buku, dan menerbitkan modul. Tahun berikutnya LSM ini sudah dipercaya dan difasilitasi Ford Foundation.
Bagi Misiyah dan kawan-kawan, Yanti Muchtar adalah sosok yang tak terlupakan. Ia memiliki kepemimpinan yang kuat, konsisten menegakkan prinsip, tangguh, pemberani. Bahkan, Yanti mempunyai kemampuan dalam menganalisis secara tajam dan jauh, misalnya tahun 2000 sudah menganalisis tentang menguatnya politisasi identitas. Semasa hidupnya ia konsisten berpihak pada perempuan akar rumput, bersahabat dengan siapa saja dan penolong meski dirinya dalam situasi sulit sekalipun.
Kini, KAPAL Perempuan telah berlayar jauh, mencapai 20 tahun. Berbagai program telah diselenggarakan, mulai dari pendidikan feminis, riset dan publikasi, advokasi, serta penguatan organisasi. Tak hanya itu, organisasi ini telah melahirkan sejumlah buku, modul pendidikan feminis, dan hasil kajian serta penelitian.
Modal yang disusun antara lain Modul Strategi Pencegahan dan Penanganan Trafiking Perempuan dan Anak,Modul untuk menumbuhkan dan Meningkatkan Sensitivitas Keadilan Gender,Modul Pendidikan Feminis Seri 1 untuk Aktivis, dan Modul Pendidikan Feminis (Pendidikan Adil Gender untuk Kelompok Marjinal).
Hasil kajian antara lain tentang Kepemimpinan Perempuan dan Penanggulangan Kemiskinan,Sistem Perlindungan Sosial di Indonesia Paska Orde Baru: Sebuah Tinjauan Kritis, dan Ringkasan Laporan Hasil Pemantauan JKN-PBI di Jatinegara Kaum.
Sekolah perempuan
Salah satu pencapaian KAPAL Perempuan adalah sekolah perempuan, yang mendapat pengakuan pemerintah. Sekolah Perempuan diinisiasi sejak tahun 2000.
Sekolah Perempuan merupakan salah satu model pemberdayaan perempuan di kalangan akar rumput dalam bentuk sekolah informal yang dikembangkan di komunitas-komunitas miskin perdesaan, perkotaan, pesisir, dan kepulauan terpencil.
Anggotanya adalah perempuan dari berbagai etnis, suku, agama, jender, usia, dan kemampuan fisik. Mereka belajar satu atau dua minggu sekali di rumah-rumah penduduk, lahan kosong, pinggir kali, pesisir pantai, kantor rukun warga dan balai desa.
Saat ini anggota sekolah perempuan mencapai 6.400 orang. Mereka tidak hanya mengerti tentang kesetaraan jender, tapi mereka berperan dalam pembangunan di desanya, bahkan aktif dalam mengawasi program pembangunan, penyaluran bantuan sosial, termasuk pencegahan perkawinan anak.
Sejak 2013, sekolah perempuan mendapat dukungan Program MAMPU-DFAT Australia. Bersama LSM di daerah, selain hadir di Bantaran Ciliwung (Kota Jakarta Timur dan Jakarta Selatan), Sekolah Perempuan juga hadir di Sulawesi Selatan, di Kabupaten Pangkajene Kepulauan (Sulawesi Selatan) bekerja sama dengan Yayasan Kajian Pemberdayaan Masyarakat (YKPM) Makassar, di Kabupaten Lombok Utara dan Lombok Timur bersama Lembaga Pengembangan Sumber Daya Mitra (LPSDM), di Kabupaten Gresik bersama KPS2K, di Kabupaten dan Kota Kupang (Nusa Tenggara Timur) bersama Yayasan Alfa Omega dan Pergerakan Nusa Tenggara Timur, di Kota Padang (Sumatera Barat) bersama Pabangkik Batang Tarandam (PBT).
Maka, seperti lirik-lirik dalam lagu ”We Shall Overcome” yang dinyanyikan bersama para pengurus KAPAL Perempuan, Selasa petang, Misiyah berharap pada ulang tahun di angka yang sama dengan tahun 2020, KAPAL Perempuan akan terus berjalan bersama perempuan-perempuan di Tanah Air, mewujudkan misinya, serta terus berlayar menjangkau wilayah-wilayah yang sering ditinggalkan.
KAPAL Perempuan akan terus menjangkau perempuan-perempuan akar rumput agar semakin berdaya, sehingga ikut mewujudkan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals/SDGs), khususnya Tujuan ke-5 TPB, yakni Mencapai Kesetaraan Jender serta Memberdayakan Semua Perempuan dan Anak Perempuan.
Harapannya, tidak ada perempuan yang tertinggal dalam pembangunan, seperti slogan SDGs: no one left behind (jangan ada satu pun yang tertinggal). Dirgahayu, KAPAL Perempuan.