Perguruan Tinggi Kembangkan Sistem Penelusuran Warga yang Terpapar Korona
Sejumlah perguruan tinggi menciptakan inovasi untuk ikut menangani pandemi Covid-19 yang melanda Indonesia. Berbagai upaya mereka lakukan untuk mengatasi persoalan nasional ini.
JAKARTA, KOMPAS — Menyikapi pesatnya persebaran virus korona baru yang menimbulkan penyakit Covid-19, perguruan tinggi berinisiatif menciptakan platform terbuka yang memiliki fitur mulai dari teleedukasi sampai koneksi ke instansi layanan kesehatan. Sebagai platform terbuka, sistemnya pun dapat dihubungkan dengan data milik dinas dan rumah sakit di daerah.
Sebagai contoh, Universitas Padjadjaran, Bandung, mengembangkan aplikasi Mawas Diri (Amari) Covid-19. Amari Covid-19 yang baru diluncurkan awal pekan lalu itu saat ini sudah diakses sekitar 75.000 orang.
Wakil Ketua Satuan Tugas Pengendalian Wabah Covid-19 Universitas Padjadjaran Irvan Afriandi saat dihubungi dari Jakarta, Minggu (22/3/2020), mengatakan, rencana awal Amari Covid-19 diperuntukkan bagi kalangan sivitas akademika, karyawan, dan keluarganya. Para mahasiswa program studi profesi (co-ass) di rotasi/stase ilmu kesehatan masyarakat dan kedokteran keluarga menjadi petugas teleedukasi untuk Amari Covid-19.
Warga diminta mengisi biodata, lalu menjawab pertanyaan seputar gejala penyakit Covid-19 di Amari. Apabila jawaban ada gejala, sistem Amari akan menyarankan warga ke rumah sakit rujukan. Hal tersebut bertujuan mengurangi kepanikan, memunculkan sikap mawas diri, serta mencegah warga langsung berbondong-bondong datang ke rumah sakit rujukan.
”Maksud awal kami adalah mengisi ’ruang kosong’ yang barangkali belum terjamah di tengah wabah. Sistem Amari memang sejak awal meminta pengakses mencantumkan biodata dan alamat sehingga ketika terjadi kasus akan memudahkan pelacakan,” ujarnya.
Irvan menjelaskan, karena didesain sebagai platform terbuka, pemerintah kabupaten/kota yang mau bekerja sama dan menghubungkan sistem mereka ke Amari diperbolehkan. Jajaran Pemerintah Kabupaten Sumedang menyatakan mau berkolaborasi.
Relasi kemitraan dengan Rumah Sakit Hasan Sadikin, Bandung, akan dioptimalkan Universitas Padjadjaran melalui pengembangan lanjutan Amari. Menurut rencana, sistem data pengakses Amari akan dikoneksikan ke data pasien di rumah sakit itu. Tujuannya adalah membangun sistem penelusuran dan jaringan interaksi berbasis teknologi informasi.
Untuk verifikasi, para mahasiswa yang mengambil program studi profesi akan diterjunkan. Dengan aplikasi ini, pemerintah daerah sangat terbantu dalam mengendalikan penyakit yang disebabkan virus korona baru ini.
”Kami rasa, dengan menerjunkan mahasiswa seperti ini, mereka juga menjadi belajar (di) lapangan, beretika, dan berempati. Sistem penelusuran dan jaringan interaksi berbasis teknologi informasi belum banyak dikembangkan pemerintah. Kami mengisi kekosongan itu,” kata Irvan.
Direktur Komunikasi Universitas Hasanuddin, Makassar, Suharman Hamzah mengatakan, pihak kampus menginisiasi pengembangan sistem penelusuran interaksi dan pergerakan posisi warga yang masuk dalam kategori orang dalam pemantauan (ODP), pasien dalam pemantauan (PDP), dan terduga (suspect). Inisiatif ini dilakukan oleh sivitas akademika dari berbagai disiplin ilmu, di antaranya kesehatan dan geospasial. Perusahaan internasional di bidang perangkat lunak untuk sistem informasi geografis, ESRI (Environmental Systems Research Institute), ikut mendukung.
Baca juga : Perguruan Tinggi Diimbau Bentuk Satgas Antisipasi Covid-19 di Kampus Masing-masing
”Sejak pemerintah mengumumkan ada dua warga Makassar yang positif penyakit Covid-19, masyarakat menjadi heboh. Jumlah ODP dan PDP cenderung naik sehingga rumah sakit menjadi penuh. Inisiatif sistem penelusuran interaksi dan pergerakan bertujuan untuk mencegah dan memudahkan penanganan,” katanya.
Suharman menyampaikan, pekan lalu sudah terbentuk satuan tugas pencegahan dan penanganan Covid-19. Satuan tugas ini bergabung dengan provinsi. Kemudian, semua dokter senior dan alumni ikut turun membantu. Kampus juga menggalang dana masyarakat untuk membeli alat pelindung diri yang nantinya disumbangkan kepada tenaga kesehatan yang memerlukan.
Arahan menteri
Pada Jumat (20/3/2020) malam, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Anwar Makarim dalam pernyataan resmi mengundang mahasiswa tingkat akhir fakultas kesehatan untuk menjadi sukarelawan yang berperan mencegah penyebaran penyakit Covid-19. Peran utamanya adalah mengedukasi masyarakat dengan tujuan akhir mencegah dan mengendalikan pandemi.
”Para sukarelawan tidak serta-merta langsung menangani pasien, melainkan akan membantu program-program komunikasi, informasi, dan edukasi kepada masyarakat. Ini adalah gerakan sukarela. Tidak ada paksaan,” ujarnya.
Nadiem mengatakan, pandemi Covid-19 belum pernah dialami sehingga membutuhkan upaya sekuat tenaga untuk menanganinya. Karena itulah, dukungan masyarakat sangat diperlukan, terutama generasi muda yang mempunyai talenta.
Mahasiswa yang berminat ikut serta akan diberikan pelatihan dan pendampingan, disiapkan alat perlindung diri yang sesuai standar Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), insentif dari Kemendikbud, dan sertifikat pengabdian kepada masyarakat. Menurut dia, sertifikat pengabdian kepada masyarakat dapat disesuaikan oleh tiap universitas untuk menjadi bagian dari penilaian kinerja dalam program co-ass atau jenjang pendidikan profesi sebagai satuan kredit semester.
Kemendikbud telah meminta bantuan rektor ataupun direktur politeknik kesehatan untuk mendorong dekan fakultas kedokteran, keperawatan, dan ilmu kesehatan masyarakat untuk menyosialisasikan inisiatif tersebut.
Pelaksana Tugas Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Kemendikbud Nizam menyampaikan, koordinasi dengan pimpinan perguruan tinggi berkaitan dengan masalah teknis pendaftaran dan pelatihan. Inisiatif itu harus dipahami sejalan dengan kebijakan Merdeka Belajar: Kampus Merdeka yang telah diluncurkan beberapa waktu lalu. Aktivitas sukarelawan, sama dengan kegiatan atau pekerjaan di lapangan, dapat dikonversi menjadi bagian penilaian kinerja mahasiswa.
Saat ini pula, koordinasi yang dilakukan Kemendikbud telah menyasar sekitar 26 fakultas kedokteran dan rumah sakit pendidikan sebagai subpusat untuk penyaringan dan penanganan pasien Covid-19. Upaya itu untuk mendukung Surat Edaran Kementerian Kesehatan Nomor HK.02.02/I/0883/2020 tentang Jejaring Pelayanan Covid-19 di Rumah Sakit Pemberi Pelayanan Nonrujukan Penyakit Infeksi Emerging. Surat edaran ini meminta rumah sakit milik sepuluh universitas di Indonesia untuk dapat merawat pasien dalam pengawasan Covid-19.
Kesepuluh universitas yang dimaksud adalah Universitas Indonesia (Jakarta), Universitas Padjadjaran (Bandung), Universitas Gadjah Mada (Yogyakarta), Universitas Airlangga (Surabaya), dan Universitas Diponegoro (Semarang). Selain itu, Universitas Brawijaya (Malang), Universitas Udayana (Bali), Universitas Hasanuddin (Makassar), Universitas Sumatera Utara (Medan), dan Universitas Tanjungpura (Pontianak).
Situasinya sekarang adalah beberapa tenaga kesehatan kekurangan alat pelindung diri.
Tidak terlibat langsung
Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Reynardi Sutanto saat dihubungi, Minggu (22/3/2020), di Jakarta, berpendapat, inisiatif Kemendikbud itu patut diapresiasi. Mahasiswa dapat berperan banyak, mulai dari memberikan informasi sampai ikut membagikan makanan kepada tenaga kesehatan.
Kendati demikian, dia mengakui, di kalangan mahasiswa sempat terjadi pro-kontra ketika mendengar ide Kemendikbud dan Ikatan Senat Mahasiswa Kedokteran Indonesia yang intinya agar mahasiswa turut terjun mencegah merebaknya Covid-19. Kebanyakan mahasiswa mulanya mengira akan diminta aktif melakukan diagnosis dan tata laksana pasien. Dugaan ini ternyata salah. Bentuk peran pencegahan ternyata berkutat pada penyampaian informasi.
”Dalam pandangan saya, kalau kondisinya masih belum genting, mahasiswa sebaiknya tidak dilibatkan untuk turun langsung sebagai tenaga kesehatan. Jika alat pelindung diri untuk tenaga kesehatan saja masih banyak yang kurang, bagaimana untuk kami? Hal-hal seperti itu tentu yang jadi pertimbangan besar,” ujar Reynardi.
Suharman juga memiliki pandangan senada. Universitas Hasanuddin mendukung inisiatif Kemendikbud asal mahasiswa dibekali bimbingan teknis, perangkat kesehatan, dan alat pelindung diri yang memadai. Jika ketiga hal tersebut dijamin penuh oleh pemerintah, kampus siap menurunkan mahasiswa.
”Akan tetapi, situasinya sekarang adalah beberapa tenaga kesehatan kekurangan alat pelindung diri. Alat pelindung diri menjadi barang langka. Kalau kami mendorong anak muda untuk terjun membantu dengan kondisi seperti sekarang, kami rasa hal itu konyol,” katanya.