Minimalkan Gangguan Pendidikan akibat Wabah Covid-19
Proses pembelajaran jarak jauh hendaknya dilakukan secara terbuka dan inovatif disesuaikan kondisi peserta didik, terutama terkait dengan pilihan teknologi.
Oleh
Yovita Arika / Mohamad Final Daeng
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Para pemangku kepentingan pendidikan dan semua pihak terkait diminta meminimalkan gangguan pendidikan menyusul libur sekolah dan kuliah untuk mencegah penyebaran virus korona baru. Proses pembelajaran jarak jauh hendaknya dilakukan secara terbuka dan inovatif disesuaikan kondisi peserta didik, terutama terkait dengan pilihan teknologi yang digunakan.
Hingga Kamis (19/3/2020), lebih dari 861,7 juta siswa dan mahasiswa di 107 negara atau sekitar 49,22 persen total jumlah siswa dan mahasiswa di seluruh dunia tidak dapat mengikuti kegiatan belajar mengajar karena sekolah dan kampus ditutup sementara. Jumlah ini terus bertambah, dan akan lebih banyak lagi jika 12 negara lainnya, termasuk Indonesia, juga memberlakukan penutupan sekolah/kampus di seluruh negeri.
”Situasi saat memberikan tantangan besar bagi negara-negara untuk dapat memberikan pembelajaran tanpa gangguan bagi semua anak dan remaja secara adil,” kata Direktur Organisasi Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, dan Kebudayaan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNESCO) Audrey Azoulay dalam laman UNESCO.
Dia mengatakan, skala dan kecepatan penutupan sekolah dan universitas merupakan tantangan yang belum pernah terjadi untuk sektor pendidikan. Pembelajaran jarak jauh, baik dengan menggunakan teknologi tinggi maupun teknologi sederhana, menjadi solusi untuk menjamin keberlanjutan proses belajar mengajar.
Untuk ini, kata Azoulay, UNESCO telah membentuk gugus tugas Covid-19 untuk memberikan saran dan bantuan teknis kepada pemerintah di negara-negara yang menyediakan pendidikan jarak jauh. UNESCO juga meluncurkan koalisi Pendidikan Global Covid-19 yang menyatukan mitra multilateral dan sektor swasta untuk membantu negara-negara menggunakan sistem pembelajaran jarak jauh.
”Kami meningkatkan respons global kami dengan menciptakan koalisi untuk memastikan respons yang cepat dan terkoordinasi. Selain memenuhi kebutuhan yang mendesak, upaya ini merupakan kesempatan untuk memikirkan kembali pendidikan, meningkatkan pembelajaran jarak jauh dengan membuat sistem pendidikan lebih tangguh, terbuka, dan inovatif,” kata Azoulay.
Kerja sama swasta
Di Indonesia, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan pun terus berkoordinasi dan mendorong para penyedia teknologi dan penyedia konten pendidikan untuk bergotong royong mendukung pembelajaran jarak jauh dengan sistem daring. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan mencatat, hingga Rabu (18/3/2020) terdapat 12 mitra swasta di bidang teknologi pendidikan yang menyatakan mendukung pembelajaran daring.
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Anwar Makarim meminta agar aktivitas pembelajaran di daerah terdampak Covid-19 tetap berjalan dengan memanfaatkan teknologi. ”Beragam aktivitas pembelajaran bisa dilakukan oleh siswa dan mahasiswa dari rumah atau tempat tinggal masing-masing,” kata Nadiem dalam pernyataan tertulisnya, Kamis (19/3/2020), di Jakarta.
Untuk mendukung perkuliahan daring, Universitas Hasanuddin (Unhas) Makassar, misalnya, menerapkan Sistem Kelola Pembelajaran (Sikola). Unhas bekerja sama dengan beberapa penyedia layanan internet yang menyediakan layanan gratis untuk mengakses portal pembelajaran daring Sikola.
”Kerja sama ini merupakan bagian dari upaya Unhas membantu mahasiswa dan dosen dalam memanfaatkan pembelajaran online, terutama dalam periode social distancing sebagai langkah antisipasi penyebaran Covid-19,” kata Direktur Komunikasi Unhas Suharman Hamzah.
Di Universitas Muhammadiyah Makassar, para dosen menggunakan aplikasi Google Classroom, Zoom Meeting, dan juga aplikasi Whatsapp untuk pembelajaran daring selama masa penutupan perkuliahan. ”Ya kondisional saja, mana yang memungkinkan dipakai. Masalahnya, tidak semua mahasiswa bisa mengakses aplikasi-aplikasi tersebut dengan mudah karena kendala jaringan internet dan juga kuota data,” kata Aliman, dosen Bahasa Arab di Universitas Muhammadiyah Makassar ketika dihubungi di Jakarta.
Dengan kondisi ketidakmerataan akses teknologi untuk pembelajaran daring, menurut Asisten Direktur Jenderal UNESCO untuk Pendidikan Stefania Giannini, kesulitan akan meningkat secara eksponensial ketika penutupan sekolah diperpanjang. Sekolah (pembelajaran dengan tatap muka), betapa pun tidak sempurna, memainkan peran pemerataan dalam masyarakat. Ketika (sekolah) ditutup, ketidaksetaraan menjadi jauh lebih besar,” katanya.