Dugaan adanya intervensi dan politisasi di tengah-tengah kisruh internal Lembaga Penyiaran Publik Televisi Republik Indonesia mencuat. Hal ini dikhawatirkan mengganggu proses reformasi yang sedang berlangsung.
Oleh
Mediana
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS-Pembelahan sikap karyawan dan konflik terbuka yang berkepanjangan di tubuh Lembaga Penyiaran Publik TVRI otomatis mengganggu kinerja operasional TVRI. Sejumlah pihak khawatir, marwah TVRI sebagai televisi publik akan tercederai dan proses reformasi menuju televisi publik yang profesional kembali ke titik nol.
Kecemasan inilah yang dirasakan Koalisi Nasional Reformasi Penyiaran (KNRP) yang beranggotakan sejumlah organisasi masyarakat sipil serta 160an akademisi dan penggiat masyarakat sipil yang peduli pada demokratisasi penyiaran. "Sebagai upaya penyelamatan TVRI dan demi memastikan tetap berlanjutnya reformasi tata kelola TVRI serta menjamin terselenggaranya pelayanan siaran publik yang berkualitas, KNRP menyampaikan sejumlah seruan," kata pengamat media Universitas Islam Indonesia sekaligus anggota KNRP, Masduki, Kamis (5/3/2020), di Jakarta. Seruan dan rekomendasi ditujukan kepada Komisi I DPR, Direksi dan Dewan Pengawas (Dewas) TVRI, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), serta pemerintah.
Untuk Komisi I DPR, KNRP menyarankan agar mereka tidak melakukan intervensi terlalu jauh terhadap kisruh TVRI. Komisi I DPR diminta memberikan ruang kepada Dewas untuk membenahi TVRI sesuai ketentuan pasal 7 Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 2005 tentang LPP TVRI.
Sementara rekomendasi kepada Dewas TVRI adalah meminta agar membuka akses publik terhadap segala dokumen terkait kisruh pemberhentian direktur utama. Tujuannya adalah publik dapat melakukan penilaian atas putusan Dewas.
Kasus pemberhentian Dirut TVRI semestinya cepat diselesaikan melalui jalur pengadilan tata usaha negara, bukan melalui jalur politik
"Informasi tentang pemberhentian direksi perlu disampaikan secara transparan dan bertanggung jawab agar jangan sampai publik mencerna sendiri berdasarkan informasi yang simpang siur beredar," ujarnya.
Sebagai lembaga tertinggi, Dewas TVRI harus menunjukkan kinerja dan wibawa yang kuat dengan segera merancang berbagai ketentuan tata kelola progam sampai keuangan. Ketentuan tata kelola ini akan menjadi panduan direksi, tidak hanya bersandar pada UU Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran dan PP No 13/2005.
Selain itu, KNRP meminta agar dewan pengawas segera menggelar proses seleksi direktur utama baru di LPP TVRI."Kasus pemberhentian dirut TVRI semestinya cepat diselesaikan melalui jalur pengadilan tata usaha negara, bukan melalui jalur politik. Dengan demikian, segala keputusan terkait dapat diuji secara legal, obyektif, dan lebih terbuka," kata doktor kajian sistem penyiaran publik di University of Munich tersebut.
Adapun, rekomendasi kepada BPK adalah membuka keseluruhan informasi atas audit kinerja yang dilakukan Dewas dan Direksi TVRI. Apabila pembukaan informasi audit hanya sepihak, hal itu dikhawatirkan dapat menimbulkan persepsi politis tertentu.
KNRP juga mendorong DPR dan pemerintah mempercepat pembahasan Revisi UU Penyiaran dan Rancangan UU Radio Televisi Republik Indonesia. Ini adalah solusi komprehensif atas kisruh TVRI. Untuk itu, KNRP siap mengajukan usulan draft RUU sebagai bentuk partisipasi masyarakat.
"Kami meminta jajaran Dewas, Direksi TVRI, dan semua pihak yang terkait agar menahan diri tidak berkomentar isu pemberhentian direksi di media sosial agar suasana lebih kondusif," imbuh Masduki.
Anggota Komisi I DPR Syaifullah Tamliha membantah jika Komisi I DPR melakukan intervensi terhadap TVRI. Dalam beberapa rapat yang menghadirkan Dewas maupun Direksi TVRI, Komisi I DPR meminta audit menyeluruh TVRI yang diharapkan bisa menelusuri regulasi yang menghambat kinerja TVRI. "Ini bukan soal siapa yang benar atau salah. Kami tidak memihak siapapun," kata dia.
Ketua Dewas TVRI Arief Hidayat Thamrin mengatakan, kendati UU Penyiaran belum direvisi, TVRI harus tetap melaksanakan tugasnya. Sesuai dengan UU Penyiaran dan PP No 13/2005, TVRI ditetapkan menjadi Lembaga Penyiaran Publik yang independen, netral, dan tidak komersial. Fungsinya adalah melayani kebutuhan publik.
"Kami tetap menjaga kondisi internal normal dan kondusif. Operasional siaran berjalan baik dengan prinsip mengedepankan kepentingan publik," kata Arief.