Kualitas Sebagian Guru Masih Rendah, Hasil Pendidikan Belum Merata
Guru berperan penting mendidik para murid sebagai bagaian upaya mencerdaskan kehidupan bangsa. Namun, hingga kini, kualitas sebagian guru masih rendah dan tidak merata. Perlu digiatkan program peningkatan mutu guru.
Oleh
Caecilia Mediana
·4 menit baca
Kualitas guru di Indonesia masih rendah dan belum merata di hampir semua jenjang pendidikan. Kondisi ini mengkhawatirkan karena menghambat proses belajar-mengajar yang diikuti para siswa. Karena itu, berbagai program untuk peningkatan mutu guru perlu terus digiatkan oleh pemerintah dan masyarakat.
Merujuk data Serikat Guru Indonesia (FSGI), rata-rata kualitas guru secara nasional di semua jenjang pendidikan memang masih rendah. Pada 2015, misalnya, rata-rata nilai hasil uji kompetensi guru (UKG) nasional di bawah nilai standar 75. Di DKI Jakarta, khususnya, rata-rata hasil UKG tahun 2019 sekitar 54,6. Meski kini ada peningkatan, kondisinya masih belum beranjak jauh dari angka tersebut.
Wakil Sekretaris Jenderal Federasi FSGI Satriwan Salim di Jakarta, Selasa (3/3/2020), mengungkapkan, pemerintah perlu menggenjot peningkatan kualitas guru. Patut diapresiasi terobosan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) dengan mengeluarkan program Organisasi Bergerak yang mengajak organisasi kemasyarakatan untuk turut melatih literasi dan numerasi guru dan kepala sekolah.
Cukup banyak organisasi kemasyarakatan yang fokus dalam pengembangan pendidikan di Indonesia. Sebagian dimotori oleh organisasi keagamaan. Selama ini mereka turut andil mengembangkan sekolah. Ada juga sejumlah organisasi profesi guru. Semua itu patut untuk diajak serta dalam program peningkatan kualitas guru.
”Selama ini sudah ada sekitar enam sampai tujuh organisasi profesi guru terdaftar di Kemdikbud. Mereka memiliki massa berupa guru-guru yang paham kebutuhan,” ujar Satriwan.
Semua organisasi dan kelompok itu patut dilibatkan dalam program Organisasi Penggerak yang diinisiasi oleh Kemdikbud. Pelaksanaan program pelatihan sebaiknya menggunakan pendekatan bottom to up (dari bawah ke atas). Selain itu, penting juga memetakan kondisi dan distribusi guru di daerah karena setiap daerah memiliki kondisi mutu guru berbeda-beda.
Kemdikbud membuka registrasi kepada organisasi kemasyarakatan bidang pendidikan yang mau berpartisipasi di program Organisasi Bergerak mulai 2 Maret 2020. Melalui program ini, organisasi kemasyarakatan terpilih akan menyelenggarakan pelatihan literasi dan numerasi kepada guru dan kepala sekolah pendidikan anak usia dini, sekolah dasar, sekolah menengah pertama, satuan pendidikan khusus, selama tahun ajaran 2020 sampai 2022.
Calon peserta harus melengkapi proposal yang diunduh di laman sekolah.penggerak.kemdikbud.go.id. Pada 10 Maret 2020, kementerian akan menggelar forum pertemuan yang, mrnurut rencana, melibatkan organisasi kemasyarakatan dan dinas pendidikan. Pada 16 Maret-16 Mei 2020 adalah fase identifikasi kelayakan, evaluasi teknis, dan evaluasi keuangan proposal. Kemudian, tahap verifikasi proposal berlangsung pada 16 Mei-30 Juni 2020. Tahap implementasi diharapkan mulai Juni 2020-Mei 2022.
Program Organisasi Bergerak bertujuan membantu menginisiasi sekolah penggerak yang idealnya memiliki empat komponen. Misalnya, kepala sekolah memahami proses pembelajaran siswa dan mampu mengembangkan kemampuan guru dalam mengajar.
”Melalui program itu, kami mendorong sekolah satu dengan lainnya saling menggerakkan di dalam ekosistem pendidikan,” ujar Pelaksana Tugas Direktur Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Supriano.
Organisasi kemasyarakatan ataupun sukarelawan bidang pendidikan yang mau berpartisipasi harus mempunyai rekam jejak. Sebagai contoh, model pelatihan yang terbukti efektif meningkatkan kualitas belajar siswa.
Supriano menyebutkan ada tiga tipe program yang ditawarkan Kemdikbud kepada organisasi kemasyarakatan, yakni Gajah, Macan, dan Kijang. Setiap tipe memiliki alokasi dana bantuan dan target sasaran berbeda. Tipe Gajah berarti akan mendapatkan dukungan dana maksimal Rp 20 miliar per tahun per program dengan sasaran lebih dari 100 PAUD/SD/SMP.
Tipe Macan berarti dukungan dana maksimal sebesar Rp 5 miliar per tahun per program dengan sasaran 21 sampai 100 PAUD/SD/SMP. Adapun tipe Kijang artinya dukungan dana maksimal mencapai Rp Rp1 miliar/tahun/program dengan sasaran 5 sampai 20 PAUD/SD/SMP.
Penyaluran dana dibagi dua fase. Pada fase pertama, kucuran dana mencapai 60 persen dan diberikan penandatanganan perjanjian pernyataan kesanggupan. Pada fase kedua, aliran dana sebesar 40 persen dari total akan diberikan setelah setor kuitansi bukti penerimaan dana tahap I, laporan penggunaan anggaran paling sedikit 80 persen, dan penyelesaian pekerjaan.
”Semua penerima di setiap tipe akan dievaluasi Kemdikbud bersama tim independen,” katanya.
Gerakan masyarakat
Ketua Majelis Pendidikan Dasar dan Menengah Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah Baedhowi mengatakan, sebelum pemerintah menyerukan program Organisasi Penggerak untuk meningkatkan mutu guru, Muhammadiyah sudah lebih dulu menjalankan gerakan sekolah penggerak. Gerakan ini diimplementasikan lewat kluster sekolah yang baik membina sekolah dengan standar mutu di bawahnya. Selain itu, Muhammadiyah juga menggandeng perguruan tinggi untuk ikut melatih guru dan kepala sekolah. Anggaran diambil dari kas dan ada pula yang datang dari bantuan pemerintah.
”Semangat kami dari awal memang ikut mencerdaskan bangsa dengan menyelenggarakan pendidikan berkualitas,” ujarnya.
Sekretaris Umum PP Muhammadiyah Abdul Mu’ti menambahkan, Muhammadiyah mengapresiasi dan menyambut baik kebijakan Kemdikbud yang melibatkan organisasi kemasyarakatan untuk melatih guru. Ini dianggap langkah baru.
Meski demikian, lanjut dia, implementasi program tersebut harus diikuti peraturan yang lebih jelas. Alasannya, selama ini sudah banyak organisasi kemasyarakatan yang menyelenggarakan pendidikan ataupun punya organisasi guru, seperti Persatuan Guru Republik Indonesia, Forum Guru Muhammadiyah, dan Persatuan Guru Nahdlatul Ulama.
”Kami menilai masih perlu upaya meningkatkan kualitas guru melalui berbagai pelatihan, baik bersifat kemampuan maupun kompetensi. Misalnya, manajemen kelas dan kemampuan pembelajaran kolaboratif,” kata Abdul Mu’ti.