Seniman Melati Suryodarmo dan Julian Rosefeldt berusaha menjelaskan interaksi manusia dan lingkungan sekitarnya. Kedua seniman ini melakukan observasi nyata dalam menyuguhkan karya-karyanya.
Oleh
Caecilia Mediana
·4 menit baca
Melati Suryodarmo mengenakan setelan celana dan blazer berwarna merah muda. Dengan sepatu high heels, tampilan seniman pertunjukkan seni ini menyerupai orang yang akan bekerja ke kantor. Tetapi, dia tidak hendak pergi bekerja, dengan tampilannya itu dia berdiri berhadapan dengan kurungan yang di dalamnya ada ayam jantan berbulu hitam pekat.
Kurungan ayam jantan itu terletak di pojok kanan ruangan yang seluruh dindingnya berwarna putih. Kemudian, Melati berjalan pelan-pelan mendekati kurungan itu. Bunyi suara hentakan sepatu high heels memecah kesunyian ruangan. Si ayam jantan pun akhirnya mengeluarkan suara.
Melati membuka kurungan secara perlahan, lalu ayam jantan itu keluar. Melati mengikuti ke mana ayam itu melangkah. Ia berjalan dengan anggun, lalu tiba-tiba mempercepat langkah dan mengejar sang ayam.
Bunyi ketukan sepatu berhak tinggibersautan dengan suara ayam. Melati sempat diam sebentar, mengangkat tangan di pinggang, dan menatap ayam jantan yang terus berjalan mendekati kerumunan penonton. Dia kemudian mengejar lagi sambil berlari.
Dengan menampilkan karya Melati dan Julian, kami ingin memberikan nilai tambah pengalaman datang ke museum (Direktur Museum MACAN Aaron Seeto)
Kira-kira adegan kejar-mengejar ayam jantan tersebut berlangsung selama 15 menit yang ditutup dengan keberhasilan Melati menangkap ayam jantan sembari duduk di pojok kiri ruangan sambil mengelus kepala ayam. Napas dia naik turun. Setelah itu, dia berjalan lagi menuju ke pojok kanan ruangan yang jadi tempat kurungan, membukanya, dan memasukkan ayam jantan.
Melati mementaskan pertunjukkan seni berjudul "Why Let The Chicken Run" tersebut pada Kamis (27/2/2020) malam, di Museum MACAN, Jakarta.
Terinspirasi Ana Mendieta
"Why Let The Chicken Run" pernah dipentaskan Melati pada 2001 di Kunst-Werke Institute for Contemporary Art, Berlin. Pada saat itu, dia mengaku terinspirasi dari "Death of The Chicken (1972)", sebuah karya seniman pertunjukkan Kuba-Amerika bernama Ana Mendieta. Dalam karya itu, Ana membunuh seekor ayam berwarna putih sebagai upaya mengkomunikasikan pengalaman keterasingan dari tanah kelahiran dan terlepas dari warisan budayanya. Ana adalah salah satu seniman penting dalam perjalanan karya Melati.
Menurut Melati, karya-karya Ana merujuk pada kondisi ketubuhan perempuan dan hubungannya dengan alam, manusia lain, Tuhan, dan dunia kosmos yang besar. Ana menampilkan feminitas perempuan dan itulah yang menginspirasi Melati.
"Ana menggunakan referensi ritual tradisional Kuba yang menggunakan ayam. Di Indonesia, ayam pun dipakai sebagai sesajen atau kurban. Saya menggunakan ayam sebagai upaya menghormati Ana," ujar Melati.
Dia mengungkapkan, ayam jantan kerapkali menjadi simbol kemenangan, kemacoan, dan kelelakian. Namun, dalam hidup sehari-hari, aktivitas menangkap ayam adalah hal sederhana. Oleh karena itu, melalui pertunjukkan seni "Why Let the Chicken Run", Melati ingin berusaha menawarkan hal-hal sederhana yang setiap hari terjadi, tetapi kerapkali terlupakan.
Melati mengemukakan, ayam jantan dan feminisme tidak berhubungan langsung. Meski demikian, dia mengakui dia mengenakan setelan celana panjang - blazer merah muda serta sepatu high heels ingin menunjukkan bahwa ayam jantan dengan simbol "kejantanan" pantas didampingi oleh perempuan dengan tampilan seperti itu.
"Apa yang Ana lakukan melalui karya-karyanya dulu adalah bagian dari perjuangan perempuan," kata dia.
Dia mengakui banyak orang bertanya mengapa karya-karyanya tidak menyiratkan kritik langsung terhadap politik atau terjun mengkritik politik seperti beberapa seniman lainnya. Sebagai orang pernah belajar ilmu politik saat kuliah strata satu, sebelum akhirnya dia belajar seni, Melati akan selalu menjawab seniman tidak selalu harus demonstrasi.
"Apa yang saya lakukan sekarang sudah political," imbuh dia.
Pertunjukkan seni "Why Let the Chicken Run?" melengkapi 11 pameran seni rupa kontemporer milik Melati yang pernah dipentaskan dalam kurun waktu 2000 - 2016. Sebanyak 11 karya tersebut umumnya ditampilkan dalam wujud video dan sarana peraga yang pernah dipakai saat pertunjukkan. Salah satu karya fenomenal dia "Exergie-Butter Dance" juga turut ditampilkan.
Pada saat bersamaan di Museum MACAN juga menampilkan koleksi instalasi film 13 kanal "Manifesto" karya Julian Rosefeldt, perupa dan pembuat film asal Berlin. "Manifesto" adalah sebuah bentuk penghormatan kepada tradisi dan keindahan literasi dari manifesto-manifesto para perupa. Julian menelusuri sejarah manifesto dengan mengutip tulisan-tulisan beberapa pemikir. Karya instalasi tersebut menyandingkan karakter-karakter dan skenario-skenario kontemporer di 13 layar berbeda. Semuanya ditampilkan dalam bentuk monolog oleh aktor Australia bernama Cate Blanchett.
Direktur Museum MACAN Aaron Seeto menyampaikan, karya Melati dan Julian berusaha menjelaskan interaksi manusia dan lingkungan sekitarnya. Kedua seniman ini melakukan observasi nyata. Bagi dirinya, karya-karya mereka bisa masuk kategori kritik terhadap kehidupan bermasyarakat.
"Dengan menampilkan karya Melati dan Julian, kami ingin memberikan nilai tambah pengalaman datang ke museum," kata dia.