Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan memutuskan, sekitar 50 persen dari dana bantuan operasional sekolah dapat digunakan untuk gaji guru honorer. Namun, guru honorer tetap menuntut diangkat jadi pegawai negeri sipil.
Oleh
CEICILIA MEDIANA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Meningkatkan status honorer menjadi aparatur sipil negara atau pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja terus disuarakan oleh kelompok guru honorer. Pada saat bersamaan, muncul seruan dari masyarakat agar pemerintah daerah berperan lebih aktif meningkatkan mutu sekolah.
Ketua Umum Dewan Pengurus Pusat Forum Guru Honorer Non Kategori 2 Indonesia R Sutopo Yuwono, saat dihubungi pada Sabtu (15/2/2020), di Jakarta, mengatakan, pihaknya menuntut adanya surat edaran atau peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) agar segera menetapkan guru honorer yang lulus seleksi.
Usulan berikunya yaitu Mendikbud mengeluarkan surat edaran agar guru honorer nonkategori yang sudah terdata di sistem data pokok pendidikan bisa ikut tes seleksi pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK) tahun 2020-2024. Dengan demikian, mereka secara bertahap bisa mengisi kekurangan tenaga pendidik akibat guru pensiun.
Terkait dengan Permendikbud Nomor 8 Tahun 2020, Sutopo menyarankan pemerintah daerah agar memberikan kemudahan bagi guru honorer mendapatkan Nomor Unik Pendidik dan Tenaga Kependidikan (NUPTK). Hal ini dikarenakan tidak semua guru honorer mempunyai NUPTK.
”Sebagian besar guru honorer tidak memiliki legalitas menjalankan tugas mengisi formasi jabatan pendidik di instansi pemerintah. Mereka pun hanya mendapat surat tugas dari kepala sekolah,” ujarnya.
Mengutip dashboard Guru dan Tenaga Pendidik (GTK) di laman Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, jumlah guru yang mempunyai NUPTK mencapai sekitar 3,264 juta orang. Sementara guru yang tidak memiliki NUPTK sekitar 1,127 juta orang.
Jumlah guru berstatus aparatur sipil negara saat ini mencapai sekitar 1,786 juta orang, guru/pendidik tidak tetap yayasan 927.428 orang, guru/pendidik tidak tetap provinsi 20.015 orang, guru/pendidik tidak tetap kabupaten/kota 215.467 orang, guru bantu pusat 3.085 orang, dan guru honor sekolah 1,07 juta orang.
Kebutuhan guru
Secara terpisah, anggota Komisi X DPR RI dari Fraksi Partai Keadian Sejahtera, Ledia Hanifa Amaliah, mengatakan, konsep merdeka belajar membutuhkan guru yang mumpuni. Konsep ideal itu belum bisa diterapkan secara maksimal di kondisi nyata.
Pendidikan menuntut partisipasi semua pihak, termasuk pemerintah daerah. Apabila nilai kucuran dana alokasi khusus tidak cukup, pemerintah daerah harus mempunyai itikadi baik membantu kebutuhan operasional sekolah.
Dia lantas mencontohkan, ada guru merangkap tenaga administratif sekolah. Guru honorer tidak mendapat tunjangan profesi karena jam mengajarnya kurang. Namun, ada pula guru honorer yang memiliki sertifikat kompetensi.
Pada 2019, ada sekitar 46.000 guru pensiun massal lalu mereka diminta berkarya kembali demi mengisi kekosongan tenaga pendidik. Status mereka pun menjadi guru honorer. Dia menyebut guru tersebut berasal dari era pemerintahan Soeharto.
”Pendidikan menuntut partisipasi semua pihak, termasuk pemerintah daerah. Apabila nilai kucuran dana alokasi khusus tidak cukup, pemerintah daerah harus mempunyai itikadi baik membantu kebutuhan operasional sekolah,” ujarnya.
Instruktur di Character Building Indonesia, Asep Sapaat, menyebutkan, empat kategori sekolah yang biasa ditemukan. Kategori pertama yaitu sekolah yang tidak mempunyai program dan strategi. Kedua, sekolah beruntung yang artinya sekolah memiliki guru bagus, tetapi tidak mempunyai strategi.
Kategori ketiga yaitu sekolah yang mempunyai strategi bagus, tetapi tingkat keberhasilannya kecil. Adapun kategori keempat yaitu sekolah yang memiliki strategi sampai pengukuran efektivitas program sehingga tingkat keberhasilannya tinggi.
”Sekolah memberikan parameter keberhasilan guru, yaitu anak bisa mengembangkan bakat dan minatnya. Pada akhirnya keberhasilan sekolah dinilai dari keluaran sumber daya manusia yang unggul,” ujarnya.
Asep memandang, berhasil tidaknya dana bantuan operasional sekolah (BOS) tergantung dari sikap sekolah. Apabila sekolah mempunyai strategi dan tata kelola anggaran yang benar, dana BOS bermanfaat.
”Menaikkan batas pembayaran gaji guru honorer sampai menjadi 50 persen dari total dana BOS tidak secara otomatis menyejahterakan, apalagi merdeka belajar. Merdeka belajar berarti guru dengan segala profesionalisme yang dimiliki dapat menghasilkan murid berkualitas,” kata Asep.