Pemerintah Siap Lanjutkan Pembahasan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual
Proses legislasi Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual di DPR hingga kini dinantikan publik. Pengesahan RUU itu menjadi undang-undang mendesa, karena hingga kini kekerasan seksual terus terjadi.
Oleh
Sonya Hellen Sinombor
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah yang diwakili Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak siap melanjutkan pembahasan Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual. Karena itu, pemerintah berharap pembahasan RUU tersebut tidak dimulai dari awal, tetapi melanjutkan proses pembahasan yang sudah dilakukan Komisi VIII DPR dengan pemerintah pada 2019.
”Mengingat besarnya upaya yang sudah dilakukan, baik waktu, tenaga, maupun dan biaya, maka pemerintah berharap pembahasan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual tidak dimulai dari awal,” ujar Ketua Tim Pemerintah untuk pembahasan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual, Vennetia R Danes, di Jakarta, Selasa (11/2/2020).
Vennetia, yang juga Deputi Perlindungan Hak Perempuan (PHP) Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), menegaskan, pembahasan terakhir RUU Penghapusan Kekerasan Seksual dilakukan antara Panja DPR dan pemerintah pada 25 September 2019.
Pada pertemuan terakhir tersebut, kata Vennetia, ada beberapa hal penting yang telah disepakati antara lain membentuk tim perumus. Adapun mengenai struktur ruang lingkup RUU Penghapusan Kekerasan Seksual, bab-bab tentang pencegahan, perlindungan, dan rehabilitasi tinggal melanjutkan pembahasannya ke substansi yang lebih rinci.
Sementara mengenai bab-bab yang mengatur tentang pemidanaan, hukum acara, koordinasi, dan beberapa hal lain terkait keberadaannya akan didiskusikan lebih lanjut pada periode 2020-2024.
”Pemerintah siap untuk melakukan pembahasan kembali. RUU Penghapusan Kekerasan Seksual merupakan inisiasi DPR dan diprolegnaskan oleh DPR. Karena itu, dalam hal ini pemerintah akan mengikuti mekanisme yang telah ditetapkan terkait penyusunan RUU,” ujar Vennetia.
Pertahankan naskah akademik
Valentina Sagala, Tim Ahli Panja Pemerintah untuk RUU Penghapusan Kekerasan Seksual pada periode 2019, mengatakan, karena jika nanti DPR menetapkan RUU tersebut bukan sebagai RUU carry over (dilanjutkan pembahasannya dari periode sebelumnya), dia mengusulkan Badan Legislasi (Baleg) menjadi pengusul RUU tersebut ke Badan Musyawarah (Bamus) DPR.
”Kami berharap naskah akademik dan RUU yang digunakan adalah naskah yang dimiliki DPR tahun 2017 karena setidaknya naskah akademik dan RUU tersebut sudah cukup baik untuk memulai pembahasan dengan pemerintah,” katanya.
Mengingat kehadiran UU Penghapusan Kekerasan Seksual mendesak, maka diharapkan tahun ini RUU tersebut sudah dapat dibahas DPR bersama dengan pemerintah sehingga dapat disahkan dan keadilan bagi korban kekerasan seksual segera terwujud.
Diah Pitaloka, anggota Komisi VIII dan Baleg DPR, mengatakan, pihaknya tetap semangat melanjutkan pembahasan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual setelah melalui perbaikan draf yang diusulkan sebagai usulan Baleg.
”Di tengah pembahasan kami tetap mendengar banyak kasus kekerasan seksual, banyak publik yang menyatakan kekhawatirannya dan ingin pembahasan ini dilanjutkan,” kata Diah.