Seniman Belum Satu Suara Terkait Revitalisasi Taman Ismail Marzuki
Revitalisasi Taman Ismail Marzuki di Jakarta terus berjalan. Sebagian gedung lama diruntuhkan. Namun, kalangan seniman belum satu suara terkait pengelolaan pusat seni budaya di Ibu Kota ini.
Oleh
Caecilia Mediana & Laraswati Ariadne Anwar
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Sebagian bangunan lama di Taman Ismail Marzuki di Jakarta telah diruntuhkan sembari disiapkan pembangunan sarana baru. Namun, kalangan seniman masih belum satu suara menyikapi masa depan pengelolaan pusat kebudayaan di Ibu Kota itu.
Pantauan Kompas, Senin (10/2/2020) sekitar pukul 12.00-14.00, kompleks TIM di Jalan Cikini Raya, Jakarta Pusat, terkesan tertutup. Penutup terpasang melingkar dari arah depan kompleks TIM hingga parkir speda motor, depan pintu masuk samping Planetarium, menuju gedung Graha Bhakti Budaya.
Suara kendaraan pembongkar, pengeruk puing, dan tukang bersahutan. Tulisan ”Graha Bhakti Budaya” dan bioskop XXI terkelupas. Pintu masuk bioskop ambruk. Deretan gedung Masjid Amir Hamzah sampai ke belakang runtuh.
Manajer Komunikasi untuk Revitalisasi TIM, PT Jakarta Propertindo (Jakpro), Yeni F Kurnaen, saat ditemui di lokasi, menekankan, revitalisasi bertujuan menjadikan TIM sebagai pusat kebudayaan bertaraf internasional. Tahap pertama revitalisasi sudah berjalan, antara lain, pembangunan gedung parkir basemen dan taman di bagian atasnya serta pembongkaran Masjid Amir Hamzah.
Di situ nanti akan dibangun ”Gedung Panjang” dengan 14 lantai. Lantai 1-7 akan diisi antara lain perpustakaan, Galeri Cipta II, Galeri Cipta III, dan Pusat Dokumentasi Sastra HB Yassin. Lantai 8-14 diisi wisma penginapan seniman dan penelitian Planetarium. ”Tahun 2020 adalah revitalisasi tahap kedua. Pembangunannya ngebut selesai 2021,” katanya.
Secara terpisah, Pelaksana Tugas Ketua Dewan Kesenian Jakarta (DKJ) Danton Sihombing mengungkapkan, revitalisasi TIM tidak bisa dimaknai sebagai fisik semata karena rohnya berpijak pada kegiatan, seperti pertunjukan, pameran, diskusi, produksi pengetahuan, dan diskusi. Seharusnya revitalisasi melibatkan para pemangku kepentingan, yaitu DKJ, Akademi Jakarta (AJ), dan Institut Kesenian Jakarta (IKJ), sebelum menyerahkannya pada perwakilan kecil seniman.
Revitalisasi TIM tidak bisa dimaknai sebagai fisik semata karena rohnya berpijak pada kegiatan.
Sebagian seniman resah atas Peraturan Gubernur Nomor 63 Tahun 2019 yang memberi wewenang Jakpro sebagai pengelola TIM. Mereka mempertanyakan landasan pembuatan pergub. Keresahan itu seharusnya dipahami oleh perwakilan seniman yang ditunjuk pemerintah provinsi dengan masa kerja satu tahun melalui Keputusan Gubernur Provinsi DKI Jakarta Nomor 108 Tahun 2018 tentang Tim Revitalisasi Pusat Kesenian Jakarta TIM.
”Namun, hingga kini, kami tidak pernah mendengar paparan revitalisasi TIM dari unsur perwakilan seniman itu,” kata Danton.
Dua pihak pengelola
Menurut Sekretaris Dinas Kebudayaan DKI Jakarta Imam Hadi, pengelolaan TIM dibagi menjadi dua pihak, yaitu Jakpro untuk infrastruktur fisik dan AJ dan DKJ yang bertanggung jawab menyusun program kegiatan, sesuai Pergub DKI Jakarta No 4/2020. ”Pemerintah menginginkan TIM bisa menjadi pusat kesenian minimal berpengaruh di Asia Tenggara. Strategi pengelolaan sarana dan prasarana beserta penyusunan programnya harus bisa mendukung ke arah perkembangan ini,” katanya.
Ketua AJ Taufik Abdullah mengatakan, lembaga tersebut baru akan bertemu untuk membahas revitalisasi TIM. Selain itu, mereka juga hendak membahas visi Jakarta sebagai pusat kebudayaan nasional dan pelestarian budaya lokal.