Tulang Bawang Barat (Tubaba) menggelar kegiatan budaya bertajuk “Sharing Time: Megalithic Millennium Art”, pada 22-26 Januari 2020. Acara ini dalam rangka mewujudkan pembangunan Tubaba yang berbasis kebudayaan.
Oleh
Vina Oktavia
·3 menit baca
PANARAGAN, KOMPAS - Pemerintah Kabupaten Tulang Bawang Barat (Tubaba) menggelar kegiatan budaya bertajuk “Sharing Time: Megalithic Millennium Art”, pada 22-26 Januari 2020. Acara ini dalam rangka mewujudkan pembangunan Tubaba yang berbasis kebudayaan.
Kegiatan itu berlangsung di pusat Kabupaten Tulang Bawang Barat (Tubaba), sekitar 120 kilometer utara Kota Bandar Lampung. Pembukaan kegiatan dimulai dengan pertunjukan tari dan musik. Acara ini juga dimeriahkan dengan pengenalan Las Sengok, kawasan yang akan dikembangkan menjadi hutan larangan. Selain itu, ada juga pelepasan ikan, kura-kura, dan kerbau.
Kami ingin mengajak masyarakat berpikir, secanggih apa pun perkembangan zaman, manusia tetap membutuhkan lingkungan yang baik.
Acara itu dihadiri oleh sejumlah budayawan dan seniman di Lampung. Selain itu, sejumlah seniman dari luar negeri juga dilibatkan sebagai peserta dan penampil pertunjukan tari.
”Kami ingin mengajak masyarakat berpikir, secanggih apa pun perkembangan zaman, manusia tetap membutuhkan lingkungan yang baik. Kita butuh masa depan yang sehat,” kata Bupati Tulang Bawang Barat Umar Ahmad, di sela-sela pembukaan acara, Rabu (22/1/2020).
Umar berharap, masyarakat Tubaba dapat merefleksikan nilai-nilai kebaikan dalam kehidupan sehari-hari. Selain kreatif dan inovatif, masyarakat juga diharapkan mencintai lingkungan.
Selama ini, masyarakat Tubaba memegang filosofi nenemo, akronim dari kata bahasa Jawa, yakni nemen, nedes, dan nrimo. Nenemo menggambarkan karakter pekerja keras, tahan banting, dan tawakal masyarakat Tulang Bawang Barat. Filosofi ini diharapkan terus tumbuh di tengah masyarakat.
Dalam kesempatan itu, Umar juga sekaligus mengenalkan Las Sengok, kawasan yang akan dikembangkan menjadi hutan larangan. Kawasan hutan adat yang terletak di Tiyuh (desa) Karta, Kecamatan Tulang Bawang Udik, itu diharapkan menjadi kawasan konservasi alam yang terus dijaga kelestariannya oleh masyarakat. Kelestarian hutan sebagai daya dukung kehidupan masyarakat juga menjadi wujud rasa cinta manusia pada lingkungan alam.
Dalam jangka panjang, pembangunan ini diharapkan dapat menjadi wisata budaya yang bisa ditawarkan pada wisatatan. Umar menggagas konsep itu karena Tubaba tak punya pantai atau pegunungan yang bisa dijadikan lokasi wisata. Karena itu, pemkab fokus mengembangkan seni budaya lokal. Ke depan, anak-anak muda diharapkan mampu menumbuhkan kesenian sebagai daya tarik daerah.
Ketua pelaksana kegiatan Semi Ikrar Anggara menuturkan, sejumlah hal terkait kemanusian, lingkungan, dan masa depan akan dibahas dalam diskusi. Kegiatan ini sekaligus menjadi ruang diskusi dan pemahaman terkait konsep masa depan Tubaba sebagai kawasan atau kota berbasis kebudayaan.
Sebelumnya, Pemerintah Kabupaten Tulang Bawang Barat juga telah menggelar acara serupa yang mengangkat seni dan budaya di Tubaba. Di Tubaba juga ada rumah Baduy yang dibangun langsung masyarakat Baduy Luar pada 2018. Pembangunan itu diharapkan mengadopsi kearifan lokal adat Baduy. Rumah itu merupakan simbol budaya dan tonggak awal pembangunan kota berbudaya di Tubaba.
Ketua Federasi Adat Empat Marga Tulang Bawang Barat Herman Arta menuturkan, masyarakat mendukung konsep pembangunan kota berbasis kebudayaan di Tubaba. Sebagai daerah transmigrasi yang heterogen, kebudayaan penting sebagai perekat yang menyatukan masyarakat di Tubaba.