Data kekerasan terhadap perempuan dan anak merupakan kunci agar langkah-langkah pemerintah dan pihak terkait tepat sasaran. Dengan Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak diharapkan terwujud satu data.
Oleh
SONYA HELLEN SINOMBOR
·5 menit baca
Pada Selasa (14/1/2020), seusai berdialog dengan Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak I Gusti Ayu Bintang Darmawati, sejumlah jurnalis diajak Kepala Biro Perencanaan dan Data Fakih Usman ke salah satu ruangan di lantai dua kementerian tersebut. Ruangan yang dinamakan Command Center KPPPA itu merupakan pusat pengolahan data Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak.
Meski dirintis sejak tahun 2016, ruangan yang lebih terkenal dengan ruang SIMFONI PPA (Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak) ini tidak banyak diketahui publik. Bahkan, media pun tidak banyak yang mengetahui adanya sistem aplikasi pencatatan dan pelaporan kekerasan perempuan dan anak.
Padahal, di ruangan tersebut tiga tahun terakhir, sejumlah pegawai KPPPA mendokumentasikan data kekerasan perempuan dan anak. Setiap saat sistem pencatatan dan pelaporan kekerasan lintas kabupaten/provinsi diperbarui secara daring menggunakan sistem aplikasi yang terpadu dan komprehensif.
Setiap saat, sistem pencatatan dan pelaporan kekerasan lintas kabupaten/provinsi diperbarui secara daring menggunakan sistem aplikasi yang terpadu dan komprehensif.
Cara kerjanya, melalui aplikasi SIMFONI PPA unit layanan terkait penanganan korban kekerasan perempuan dan anak, baik yang dikelola pemerintah maupun masyarakat sipil, bisa mengirimkan data kasus kekerasan perempuan dan anak secara daring. Aksesnya melalui https://kekerasan.kemenpppa.go.id. Untuk keamanan data, agar bisa masuk ke laman itu, terlebih dahulu harus menandatangani nondisclosure agreement (NDA).
Rumah data
Hingga kini, ada 3.885 unit layanan penanganan kekerasan di sejumlah daerah yang mengakses SIMFONI PPPA, seperti Women Crissis Center (WCC), Pusat Pelayanan Terpadu (PPT), Pusat Pelayanan Terpadu Perlindungan Perempuan dan Anak (P2TP2A), termasuk dari rumah sakit atau unit layanan medis, lembaga swadaya masyarakat, lembaga perlindungan anak, dan organisasi keagamaan.
”KPPPA memiliki rumah data. Jadi, data SIMFONI PPA yang disampaikan Presiden Joko Widodo saat rapat terbatas di Istana, di sinilah rumah datanya. Dari sini, data kasus kekerasan perempuan dan anak di seluruh Indonesia berpusat dan diolah, selanjutnya digunakan untuk pengambilan kebijakan PPPA termasuk mendesain program dan kegiatan,” papar Fakih.
Saat memimpin rapat terbatas terkait penanganan kekerasan terhadap anak di Kantor Presiden, Jakarta, Kamis (9/1/2020), Presiden mengatakan, kasus kekerasan pada anak meningkat secara signifikan. Presiden mengutip data SIMFONI PPA tahun 2015 terdapat 1.975 kasus kekerasan terhadap anak, yang meningkat pada 2016 sebanyak 6.820 kasus. Presiden meyakini kekerasan terhadap anak merupakan fenomena gunung es.
Dari SIMFONI PPA, tercatat data kekerasan secara umum dalam tiga tahun terakhir. Pada tahun 2017 terdata 21.719 kasus kekerasan, terdiri dari 17.370 kasus dengan korban perempuan dan 4.744 kasus dengan korban laki-laki. Pada 2018 terdata 21.705 kasus terdiri 17.211 kasus dengan korban perempuan dan 5.277 kasus dengan korban laki-laki. Untuk tahun 2019 yang terdata secara daring baru 18.952 kasus terdiri 15.308 kasus dengan korban perempuan dan 4.483 kasus dengan korban laki-laki.
”Untuk tahun 2019 belum semua masuk karena ada data-data dari daerah pelosok yang belum bisa mengakses internet dikirim secara manual dan diinput operator. Kira-kira selisih datanya sekitar 5.000 kasus,” papar Fakih.
Menuju satu data
Sekretaris Kementerian PPPA Pribudiarta Nur Sitepu menjelaskan, tujuan pembangunan SIMFONI PPA adalah untuk menuju satu data, data kekerasan perempuan dan anak secara nasional. Nanti diharapkan SIMFONI PPA juga menjadi alat pemantau dan evaluasi kasus kekerasan perempuan dan anak di Indonesia.
”Ke depan kita mau, misalnya, di data itu kita bisa kawal sampai si korban selesai direhabilitasi. Jadi, berdasarkan backbone data ini sebenarnya harus bisa mengidentifikasi perjalanan kasus tersebut, dan menangani kasusnya sampai tuntas,” kata Pribudiarta.
Ke depan kita mau, misalnya, di data itu kita bisa kawal sampai si korban selesai direhabilitasi.
Ia mencontohkan, penanganan perempuan korban kekerasan seharusnya dikawal sampai tahap direhabilitasi dan yang bersangkutan mampu bekerja kembali. Begitu juga dengan anak sekolah yang menjadi korban kekerasan, penanganannya harus tuntas sampai bisa kembali ke sekolah.
Deputi Perlindungan Anak KPPPA Nahar mengakui pentingnya pendataan. Karena itu, tugas KPPPA adalah menghubungkan antara layanan SIMFONI PPPA dan layanan pengaduan, termasuk yang dilakukan secara manual, agar datanya selalu diperbarui, termasuk ketika ada kasus-kasus yang viral di media sosial.
Laporan belum cepat
Tantangan terbesar dalam pengelolaan data ini adalah bagaimana membangun kesadaran unit-unit layanan untuk secepatnya melaporkan kasus kekerasan yang terjadi. Sebab, saat wartawan mencoba mengakses informasi tentang kasus kekerasan seksual yang menimpa TR di Padang, Sumatera Barat, yang menjadi viral di media sosial baru-baru ini, ternyata belum masuk dalam data SIMFONI PPA. Dalam kasus ini, TR akhirnya meninggal karena kanker rektum.
SIMFONI PPA hanyalah bagian dari rumah besar data KPPPA, yakni SIGA (Sistem Informasi Gender dan Anak) yang bisa diakses bebas melalui laman https://siga.kemenpppa.go.id. Di laman ini, sejumlah informasi dan data terkait perempuan dan anak bisa diakses. Pada menu utama terdapat beberapa pilihan, antara lain Publikasi, Data dan Analisis, Profil Data Gender dan Anak Daerah, Capain Program, Layanan, dan Informasi Kementerian/Lembaga.
Untuk menu Publikasi, misalnya, terdapat informasi Pembangunan Manusia, Profil Perempuan, Profil Anak, dan Tematik. Menu Pembangunan Manusia Berbasis Gender berisi Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Berbasis Gender, Indeks Pembangunan Gender (IPG), dan Indeks Pemberdayaan Gender (IDG).
NaharData Pembangunan Manusia Berbasis Gender juga termasuk analisis. Jadi tidak sekadar angka,” kata Fakih.
Data menjadi kunci
Data kekerasan terhadap perempuan dan anak merupakan kunci agar langkah pemerintah dan pihak terkait tepat sasaran. Namun, data riil kekerasan perempuan dan anak yang terjadi di sejumlah daerah berbeda-beda. Contohnya, data kekerasan pada perempuan versi Komisi Nasional Antikekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan). Catatan Tahunan Komnas Perempuan 2019 mendata kekerasan pada perempuan 406.178 kasus, dan tahun 2018 sebanyak 348.446 kasus. Angka itu jauh dari angka di SIMFONI PPA.
Data kekerasan terhadap perempuan dan anak merupakan kunci agar langkah-langkah pemerintah dan pihak terkait benar-benar tepat sasaran.
Karena itu, meski sudah ada 3.885 unit layanan kekerasan terhadap perempuan dan anak yang berkontribusi pada SIMFONI PPA, akhir Desember 2019 bersamaan Peringatan Ke-91 Hari Ibu di Semarang, Jateng, Menteri PPPA menandatangani nota kesepakatan bersama (MoU) dengan Komnas Perempuan dan Forum Pengada Layanan bagi Perempuan Korban Kekerasan (FPL). MoU itu menyepakati sinergi data dan pemanfaatan sistem pendokumentasian kasus kekerasan terhadap perempuan untuk pemenuhan hak asasi perempuan.
Menteri Bintang berharap, dengan MoU itu akan terwujud sinergi data dan dokumentasi kasus kekerasan terhadap perempuan sehingga mutu layanan perlindungan bagi perempuan meningkat.
Koordinator Sekretariat Nasional FPL Veni Siregar juga berharap, dengan sinergi data kasus kekerasan terhadap perempuan, terwujud laporan bersama yang memakai kerangka kerja Konvensi mengenai Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Wanita (CEDAW) dalam pendokumentasian kasus kekerasan terhadap perempuan. Hasilnya dapat dimanfaatkan sebagai bahan advokasi kebijakan. Semoga!