Kembangkan Semangat Bereksplorasi dalam Pemelajaran
Tidak sinergisnya penguasaan teknologi dengan kemampuan pedagogi kerap terjadi di era disrupsi. Solusinya, guru diberi pelatihan dan diajak memahami perkembangan teknologi.
Oleh
Laraswati Ariadne Anwar
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Tidak sinergisnya penguasaan teknologi dengan kemampuan pedagogi kerap terjadi di era disrupsi. Hal ini bisa diatasi melalui kegiatan berbagi sumber daya belajar dan metode supaya para guru bisa mengadaptasi teknologi di dalam proses belajar sehari-hari agar melahirkan keberanian bereksplorasi.
"Ada dua masalah mendasar (di era disrupsi). Pertama adalah profesor dan guru yang pandai tetapi tidak komunikatif dengan siswa ketika melakukan transfer pengetahuan. Kedua, perkembangan teknologi yang pesat dengan guru yang kesulitan mengikuti mengakibatkan munculnya ketakutan terhadap pemakaiannya sehingga yang terjadi malah melarang siswa memakai teknologi," kata Pimpinan Pusat Keunggulan Pengajaran dan Pembelajaran Universitas Sampoerna Manoharan Karthigasu di Jakarta, Sabtu (11/1/2020).
Untuk membantu mengatasi permasalahan tersebut Universitas Sampoerna menggelar kegiatan "DisruptED.ID20", sebuah konferensi untuk mengenal perkembangan teknologi dan pemanfaatannya di kelas. Kegiatan diikuti oleh guru-guru dari satuan pendidikan kerja sama dan beberapa guru sekolah di sekitar kampus Universitas Sampoerna di kawasan Mampang, Jakarta Selatan.
Karthigasu memaparkan pendekatan yang diambil ialah membangun komunikasi dua arah antara pendidik dan siswa dengan diselingi teknologi. Misalnya, mengembangkan metode komunikasi yang mendengarkan keluhan siswa terkait suatu hal, tidak hanya menyuruh siswa mengerjakan tugas tanpa mengamati respon mereka.
"Aspek kedua ialah membantu guru memakai pendekatan pedagogis yang sudah dimantapkan ini untuk memahami perkembangan teknologi. Kalau guru sekadar melarang siswa memakai gawai, mereka tetap akan mengaksesnya secara diam-diam di rumah, di lingkungan bermain, bahkan risiko terburuk siswa mengakses gawai untuk hal negatif karena tidak ada pembekalan dari guru," ujar Karthigasu.
Solusi yang dipilih ialah memberi guru pelatihan dan pemahaman terhadap teknologi, seperti belajar koding dan memanfaatkan berbagai aplikasi untuk membantu pemelajaran di kelas. Harapannya, guru mengubah persepsi mereka bahwa teknologi dan gawai bukan hal yang tabu bagi siswa, tetapi sebaliknya mereka mengajari siswa makna teknologi, hal-hal yang bisa dilakukan memakai teknologi, dan risiko dari pemakaian tidak bertanggung jawab.
Berbagai sarana prasarana
Karthigasu mengatakan, konsep yang mereka kembangkan ialah berbagi sarana. Konsep ini baru dilakukan antara Universitas Sampoerna dengan sekolah-sekolah mitra. Guru dan siswa bisa memanfaatkan laboratorium, bahkan meminta bantuan para dosen, mahasiswa, maupun profesional lainnya untuk mengembangkan pemelajaran secara gratis.
"Harapannya nanti bisa terbangun jaringan sekolah, baik negeri dan swasta yang berbagai praktik baik serta fasilitas," ujarnya.
Menurut dia, membangun jaringan ini untuk memupus persepsi bahwa para pakar pendidikan berada di luar sekolah dan sukar diakses guru. Padahal, pakar-pakar pendidikan adalah guru itu sendiri selama guru mengetahui kelebihan metode yang diterapkan dan mampu membaginya dengan pendidik lain.
Beberapa topik berbagi metode itu antara lain pemanfaatan program Google Earth untuk belajar matematika dan geografi. Karthigasu menunjukkan, dengan menggunakan Google Earth mereka bisa mengukur panjang dan kelandaian bandara yang ada di berbagai negara. Cara ini bisa merangsang rasa penasaran siswa terkait bangun ruang bandara sekaligus mengantar mereka menjelajah berbagai wilayah di Indonesia dan dunia.
Beberapa topik berbagi metode itu antara lain pemanfaatan program Google Earth untuk belajar matematika dan geografi.
Dalam salah satu kelas pembekalan teknologi, Jane Ross, guru Jakarta Intercultural School mengajarkan enjiniring sederhana untuk diterapkan di kelas. Memanfaatkan balok-balok kayu, guru diminta berkreasi membangun bangunan dengan target fungsi tertentu seperti bisa memfasilitasi pergerakan benda bulat di bidang miring atau menahan bobot tertentu.
"Kami ingin menunjukkan pada guru bahan-bahan ini bisa dibeli, bahkan dibuat sendiri selama dimensi ukuran dan beratnya sesuai standar. Jangan takut bereksplorasi," ucap Ross.
Manajer Senior Newsroom Bukalapak Fairruza Ahmad Iqbal yang menjadi pembicara tamu mengungkapkan, eksplorasi merupakan aspek yang jarang diterapkan di pendidikan di Tanah Air. Ia berkaca dari pengalamannya sekolah di Indonesia dan kuliah di luar negeri.
Pengalaman itu membuka matanya bahwa pendidikan tinggi dan dunia profesional tidak mencari orang pintar dengan nilai rapor bagus. Akan tetapi, mereka menginginkan individu kreatif yang berani bereksplorasi dan tidak patah arah di kala dihantam kegagalan.