Perupa Sri Hardana resah dengan pelabelan negatif domba yang selalu muncul di setiap perpecahan politik. Karena itulah, ia membuat lukisan berwujud domba dengan warna-warna menawan seperti halnya batu mulia.
Oleh
Aloysius Budi Kurniawan
·3 menit baca
Pesta politik Pemilihan Presiden 2019 dengan segala hiruk-pikuknya ternyata menyisakan segregasi luar biasa di antara masyarakat. Dalam perseteruan politik tersebut, seringkali muncul ungkapan-ungkapan khas seperti “adu domba” atau “serigala berbulu domba”.
Domba yang tak tahu-menahu tentang politik akhirnya “dikambinghitamkan”. Secara tidak sadar, manusia terus-menerus mewariskan tradisi stigmatisasi negatif terhadap domba, bukan kepada dirinya sendiri, pelaku perseteruan itu.
Perupa Sri Hardana merasa resah dengan pelabelan negatif domba yang selalu muncul di setiap peristiwa perpecahan politik. Karena itulah, ia membuat lukisan berwujud domba dengan warna-warna menawan seperti halnya batu mulia.
“Saya hendak memberikan sugesti tentang nilai-nilai kemuliaan kepada domba. Selama ini, domba selalu dipakai dalam istilah-istilah negatif, seperti saat memanasnya Pilpres 2019,” ucapnya, Rabu (8/1/2020), menjelang pembukaan Pameran Seni Rupa “Excursion” menandai perjalanan lima tahun Jakarta Illustration Visual Art (JIVA) di Galeri Nasional Indonesia, Jakarta.
Saya hendak memberikan sugesti tentang nilai-nilai kemuliaan kepada domba. Selama ini, domba selalu dipakai dalam istilah-istilah negatif, seperti saat memanasnya Pilpres 2019.
Selain membuat sebuah karya lukisan, Sri Hardana juga berkolaborasi dengan dua perupa lain yaitu Rengga Satria dan Jason Ranti membuat karya instalasi berjudul “Puzzle 2020”. Proyek instalasi mix media berukuran 2 meter x 6 meter ini merupakan sebuah konstruksi puzzle yang berisi susunan foto-foto riset Rengga di Kepulauan Mentawai saat mengabadikan ritual penggunaan daun sebagai perantara hubungan manusia dengan Tuhan. Setelah semua puzzle tersusun, Jason Ranti kemudian merespon dengan menambahkan polesan-polesan di atas puzzle tersebut.
Kolaborasi juga dilakukan perupa Fitrajaya Nusantara dengan Sohieb Toyaroja dengan karya mereka berjudul “The Verge of Collapse”. Gambaran tentang ambang kehancuran digambarkan Sohieb dengan aneka rupa tokoh pewayangan punakawan dan Togog yang berwajah kebingungan. Sementara itu, di sisi kiri Fitrajaya melukiskan visual keruwetan dengan formasi kepala-kepala manusia, tangan, dan garis-garis tak beraturan.
Sementara itu, Hendrikus David Arie dan Teguh Hadiyanto juga mencoba melakukan kerja seni bersama dalam karya “Story of Wood” berupa lukisan dan drawing di atas medium talenan kayu dan bulatan-bulatan kayu kecil. “Kolaborasi-kolaborasi ini penting. Misi-misi mereka masing-masing akhirnya diwujudkan dalam satu obyek karya,” kata kurator pameran Frigidanto Agung.
Misi artistik
Pameran ini mengambil tema “Excursion” yang merupakan padanan kata dari perjalanan atau journey. Namun, dalam kata excursion atau ekskursi, sebuah perjalanan memiliki misi tersendiri. “Dalam ranah seni rupa, seniman pasti memiliki misi artistik,” kata Agung.
Pameran ”Excursion” mengusung tiga tema misi. Pertama, misi ragawi yang diwujudkan dalam rangkaian seni instalasi. Misi ragawi lebih memperlihatkan wujud tubuh dalam memberi arah nyata imajinasi, perwujudan tubuh dalam boneka merupakan representasi, menjelaskan sisi imajiner seniman dalam bekerja mengisi ruang dialog.
Kedua, menjiwai raga, lebih menekankan proses karya seniman terdahulu yang kemudian diberi arti baru pada masa kini. Berikutnya, ketiga, jiwa (dalam) raga, yaitu proses interpretasi bagaimana melihat jiwa yang ada dalam raga, lalu dituangkan di atas kanvas.
Pameran yang digelar pada 8-27 Januari 2020 ini menampilkan karya-karya dari 19 seniman Indonesia yang tergabung dalam JIVA, meliputi: Deddy PAW, Ghanyleo, I Dewa Made Mustika, Ponk-Q Hary Purnomo, Syis Paindow, Tomy Faisal Alim, Jono Sugiartono, Krismarliyanti, Sri Hardana, Rengga Satria, Jason Ranti, Agustan, Kana Fuddy Prakoso, Hendrikus David Arie, Teguh Hadiyanto, Fitrajaya Nusananta, Sohieb Toyaroja, RB.Ali, dan Yayat Lesmana.
Pameran dibuka, Rabu (8/1/2020) pukul 19.00 oleh kolektor seni Melani Setiawan dengan dimeriahkan penampilan musik harpa oleh Anela Kaylea Bondjol dan biola oleh Satriaji.