Sebanyak 1.500 benda bersejarah Indonesia yang tersimpan di Museum Nusantara Delft, Belanda, akhirnya dipulangkan ke Indonesia. Hal itu menambah kualitas koleksi Museum Nasional.
Oleh
Aloysius Budi Kurniawan
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Sebanyak 1.500 benda bersejarah Indonesia yang tersimpan di Museum Nusantara Delft, Belanda, akhirnya dipulangkan ke Indonesia. Proses repatriasi ini membutuhkan waktu panjang hingga empat tahun.
Dalam konteks permuseuman, repatriasi dipahami sebagai pengembalian benda-benda seni atau cagar budaya hasil jarahan pada masa kolonial. Sejak Oktober 2015, Pemerintah Belanda mulai melakukan negosiasi dengan Pemerintah Indonesia untuk mengembalikan benda-benda bersejarah Indonesia yang tersimpan di Museum Nusantara Delft.
Tak tanggung-tanggung, ada ribuan koleksi yang ditawarkan Pemerintah Belanda ke Indonesia. ”Setelah memilih benda-benda koleksi yang terkait dengan kepentingan kita, terutama untuk menambah kualitas koleksi Museum Nasional, akhirnya rekan-rekan Museum Nasional memilih 1.500 koleksi pilihan yang akan dibawa pulang ke Indonesia,” ucap Direktur Jenderal Kebudayaan Hilmar Farid, Kamis (2/1/2020), di Museum Nasional, Jakarta.
Rekan-rekan Museum Nasional memilih 1.500 koleksi pilihan yang akan dibawa pulang ke Indonesia.
Proses repatriasi koleksi-koleksi museum tersebut sangat pelik mengingat ada perbedaan regulasi di antara kedua negara. Selain itu, semua benda yang dipilih harus melalui penilaian (appraisal) oleh ahli untuk memastikan nilai asuransi yang harus dikenakan terhadap benda-benda tersebut. Adapun nilai tafsiran terhadap 1.500 koleksi museum itu mencapai 1,1 juta euro atau sekitar Rp 17,1 miliar.
Pemulangan koleksi dari Belanda ke Indonesia dilakukan oleh PT Bhanda Ghara Reksa, BUMN logistik yang mengurus pengapalan dan penanganan koleksi ini dari tempat asalnya sampai ke Museum Nasional. Pada 23 Desember 2019, koleksi-koleksi tersebut tiba di Museum Nasional.
Pengkajian ulang
Kepala Bidang Pengkajian dan Pengumpulan Museum Nasional Nusi Lisabilla Estuadiantin mengatakan, semua koleksi yang telah kembali ke Indonesia tersebut akan dikaji ulang Museum Nasional untuk menggali lebih dalam makna di baliknya. ”Koleksinya bermacam-macam, mulai dari tekstil, wayang kulit dan golek, mata uang, model perahu, litografi, foto, perhiasan, dan senjata. Satu koleksi masterpiece berupa keris Bugis buatan tahun 1900-an telah diserahkan Pemerintah Belanda kepada Presiden Joko Widodo dan sekarang disimpan di Istana Kepresidenan Bogor,” ujarnya.
Proses repatriasi 1.500 benda bersejarah dari Belanda ini bukan yang pertama kali terjadi. Meski demikian, dari sisi jumlah ini adalah yang terbanyak.
Sebelumnya, pada tahun 1970, Ratu Juliana pernah menyerahkan secara simbolis naskah Nagarakretagama kepada Presiden Soeharto yang naskahnya baru resmi diserahkan pada 1972. Lima tahun kemudian, pada 1977, Pemerintah Belanda mengembalikan lagi beberapa koleksi Indonesia, seperti arca Prajnaparamita, payung, pelana kuda dan tombak Pangeran Diponegoro, serta 243 benda pusaka Lombok hasil invasi militer di Puri Cakranegara pada tahun 1894.
”Setelah itu, baru pada Februari 2015 atau 37 tahun kemudian, terjadi pengembalian lagi tongkat Kiai Cokro milik Pangeran Diponegoro yang selama ini disimpan oleh keturunan Jean Chretien Baud, Gubernur Jenderal Hindia Belanda (1833-1836). Pada tahun yang sama, Belanda menawarkan lagi untuk mengembalikan koleksi-koleksi Museum Delft yang akhirnya terealisasi akhir tahun kemarin,” kata Nusi.