Kebijakan Merdeka Belajar mengembalikan kedaulatan guru mengembangkan pemelajaran. Guru bebas membuat pola pemelajaran berdasarkan kebutuhan siswa.
Oleh
Laraswati Ariadne Anwar
·4 menit baca
Kebijakan Merdeka Belajar mengembalikan kedaulatan guru mengembangkan pemelajaran. Guru bebas membuat pola pemelajaran berdasarkan kebutuhan siswa.
JAKARTA, KOMPAS — Kebijakan pemerintah memberi guru kebebasan menyadur kurikulum sesuai dengan kebutuhan kelas disambut baik oleh para guru. Meskipun begitu, mereka tetap menginginkan ada pengawasan terhadap pemenuhan mutu pemelajaran yang terjadi di kelas agar tetap sesuai standar.
"Ada kelegaan bagi guru bahwa kini memakai pendekatan kreatif di kelas tidak lagi dilihat sebagai penyimpangan dalam mengajar," kata Iriani, guru kimia di SMAN 2 Ternate, Maluku Utara ketika dihubungi dari Jakarta, Sabtu (14/12/2019).
Pekan lalu Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim mengumumkan empat pokok kebijakan pendidikan yang dinamakan "Merdeka Belajar". Salah satu tujuannya ialah mengembalikan kedaulatan guru mengembangkan pemelajaran sesuai pola yang dibutuhkan siswa masing-masing.
Guru dibebaskan membuat rencana pelaksanaan pemelajaran sendiri, yang penting tujuan pemelajaran memenuhi standar kompetensi yang diharuskan oleh kurikulum. Berbarengan dengan kebijakan itu, Badan Standardisasi Nasional Pendidikan (BSNP) juga akan merevisi berbagai aturan yang menghalangi guru berkreasi. Salah satunya ialah menghapus aturan mengenai pengawasan cara guru mengajar dan menggantinya menjadi pemastian mutu pemelajaran yang terjadi di kelas.
Ia mengaku selama ini menggunakan kurikulum sebagai tujuan belajar, tetapi caranya disesuaikan dengan pola belajar setiap siswa. Walhasil, metode belajar yang ia terapkan berbeda dengan contoh yang diberikan di kurikulum. Hal ini membuat Iriani berbeda dari guru lain karena umumnya mereka memperlakukan contoh dari kurikulum sebagai model saklek pengajaran dan evaluasinya.
Menurut dia, kepala sekolah di tempatnya bekerja memberi cukup kebebasan bagi guru untuk bereksplorasi. Meskipun begitu hanya beberapa guru yang mengembangkan metode pengajaran tersendiri, sisanya memilih mengambil langkah konservatif.
"Untungnya dari segi penilaian siswa juga diserahkan kepada guru. Saya memiliki cara sendiri berdasarkan catatan harian perkembangan siswa, yang penting hasilnya bisa dipertanggungjawabkan ke kepala sekolah," tutur Iriani.
Saya memiliki cara sendiri berdasarkan catatan harian perkembangan siswa, yang penting hasilnya bisa dipertanggungjawabkan ke kepala sekolah.
Ia memilih memakai aplikasi yang bisa diunduh ke telepon pintar untuk merekam perkembangan siswa. Nilai-nilai ujian harian dan tugas kelompok dimasukkan ke aplikasi tersebut yang memiliki fitur meramu data sehingga memunculkan grafik perkembangan siswa. Meskipun begitu, mengisi konten penilaian menjadi kunci.
Iriani memilih menggunakan metode kimia aplikatif dan tugas kelompok untuk menilai siswa. Mereka mempelajari rumus kimia yang kemudian dihadapkan dengan situasi nyata. Misalnya, menghitung jumlah sampah di lingkungan rumah masing-masing, kemudian dengan memakai ilmu kimia menghitung pengaruh senyawa dari sampah terhadap kadar keasaman tanah dan air. Setelah itu, siswa diminta membuat program agar pencemaran bisa dihentikan dan dicegah.
"Tugas ini berkelanjutan karena siswa harus menghitung dan mendokumentasikan perkembangannya. Dari laporan mereka bisa terlihat kemampuan siswa memakai ilmu kimia untuk menganalisa dan mencari jalan keluar di masalah yang mereka temui di rumah maupun sekolah," tutur Iriani.
Memakai komik
Sementara itu, bagi Abdul Kadir, komik menjadi pilihan metode mengajar yang mudah dicerna siswa. Ia adalah guru matematika di SMP Nasima yang kini bertanggung jawab mengembangkan konten pemelajaran matematika Yayasan Pendidikan Nasima, Semarang, Jawa Tengah. Metode memakai komik ini dinilai oleh yayasan cukup membuat siswa tertarik dan bersemangat belajar sehingga diadopsi ke semua jenjang pendidikan di bawah naungan yayasan itu.
Rumus matematika diterjemahkan ke dalam cerita dalam bentuk komik yang bisa dibaca oleh guru dan siswa di luar jam belajar. Agar menarik minat mereka, komik dibuat dengan memakai foto para guru dan siswa yang sedang beraktivitas di sekolah.
Permasalahan matematika dimasukkan ke dalam cerita, misalnya tentang pertemanan atau pun cerita harian kehidupan sekolah.
"Permasalahan matematika dimasukkan ke dalam cerita, misalnya tentang pertemanan atau pun cerita harian kehidupan sekolah. Dengan demikian siswa menyadari bahwa hidup merupakan proses bermatematika," ucapnya.
Percaya
Dalam pemaparannya di hadapan anggota BSNP dan perwakilan sekolah, Nadiem Makarim mengatakan pendekatan ini mengembalikan kepercayaan kepada guru. Menurut dia, selama ini aturan seolah memperlakukan guru sebagai individu yang tidak dipercaya dan berisiko berbuat curang demi siswa mendapat nilai rapor yang tinggi.
Selama ini aturan seolah memperlakukan guru sebagai individu yang tidak dipercaya dan berisiko berbuat curang demi siswa mendapat nilai rapor yang tinggi.
Ia memilih mengajak para guru untuk memaksimalkan diri. Apalagi dengan penekanan pengawasan pada mutu pemelajaran dan kebebasan guru membuat sendiri pola pemelajaran berdasar kebutuhan siswa, semestinya mental hanya sekadar kejar tayang menyelesaikan materi bisa dihilangkan.
"Saya yakin guru-guru menyadari bahwa belajar adalah menguasai kompetensi, bukan mengejar nilai saja. Masyarakat harus memberi guru kepercayaan untuk tumbuh," katanya.