Belum Memadai, Pemahaman Karakter Murid di Pelosok
Guru dituntut mampu beradaptasi dengan perkembangan karakter murid. Fasilitas untuk memahami karakter itu sudah memadai di kota besar. Namun, di pelosok, banyak guru masih disibukkan untuk memenuhi kebutuhan pokok.
Oleh
DWI BAYU RADIUS
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kalangan guru dituntut mampu beradaptasi dengan perkembangan karakter murid-muridnya. Fasilitas untuk memahami karakter itu sudah memadai di kota-kota besar. Namun, di pelosok-pelosok, banyak guru masih disibukkan untuk memenuhi kebutuhan pokok.
Menurut pembawa acara dan moderator kondang Ira Koesno di sela 30 Years Road to Reunion Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri 70-1989, di Jakarta, Jumat (11/10/2019), selain kesulitan memahami karakter, persoalan itu juga diperumit banyaknya murid di desa yang harus membantu orangtua mencari nafkah.
”Masih mending di SMA. Masalahnya mengkhawatirkan di SMP (sekolah menengah pertama), apalagi SD (sekolah dasar),” ujar Direktur IraKoesno Communications itu. Gap pemahaman guru dan murid mengenai pendidikan yang baik semakin lebar di SMP dan SD.
”Teknologi terus berkembang. Bisakah guru mengejarnya? Itu pekerjaan rumah Kemdikbud (Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan),” ujarnya.
Praktisi media dan humas yang sudah beberapa kali mengadakan pelatihan untuk guru itu mengatakan, internet sebagai sumber informasi juga tak mudah diakses.
”Jaringannya harus tersedia. Sementara guru (di pelosok) harus fokus memenuhi kebutuhan, tetapi gajinya belum tentu mencukupi. Tapi, guru tak bisa disalahkan,” katanya.
Guru seharusnya bisa berkonsentrasi mengajar. Ira mengatakan, daya saing pengajar di Indonesia pun masih rendah.
Faktor yang harus dibenahi adalah mengenali tipikal pelajar yang saat ini didominasi generasi Z. Guru perlu berupaya lebih keras untuk memahami murid-muridnya. ”Harus disadari, perilaku generasi itu dan setelahnya. Mereka berbeda,” ucapnya.
Guru juga jadi bisa memenuhi kebutuhan murid-muridnya. Sepanjang ada pelatihan dan guru tak lelah belajar, gap itu akan tertutup.
Selain itu, guru diharapkan menguasai berbagai teknik menyampaikan pelajaran sehingga murid mudah menangkapnya dan tak mudah jemu. ”Jadi, guru tahu teknik komunikasi yang pas. Tahu audiens mereka dan bisa berperan sebagai komunikator yang baik,” lanjutnya.
Tugas guru sekarang jauh lebih berat karena selain materi, mereka juga harus menguasai teknologi informasi, berikut kreativitas berkomunikasi. ”Sebagai komunikator, guru sudah menggunakan kemampuannya. Mereka memahami dasarnya. Tapi, dunia dan teknologinya mengubah cara berinteraksi,” ujarnya.
Oleh karena itu, pelatihan-pelatihan untuk guru perlu diintensifkan agar pengetahuan mereka mutakhir dan memiliki kemampuan berkomunikasi sesuai zamannya. ”Guru juga jadi bisa memenuhi kebutuhan murid-muridnya. Sepanjang ada pelatihan dan guru tak lelah belajar, gap itu akan tertutup,” kata Ira.
Menurut Kepala SMA Negeri 70 Jakarta Ratna Budiarti, sekitar 30 guru sekolah itu mengikuti pelatihan untuk menjadi pembicara yang baik. Pelatihan yang diadakan IraKoesno Communications itu sangat bermanfaat dan meningkatkan pemahaman guru.
”Materi yang disampaikan menginspirasi, memotivasi, dan mencerahkan agar guru dapat menghadapi siswa dan orangtua,” ujarnya.
Praktisi humas, pelatih karyawan tersertifikasi, dan psikolog Purwaji juga menyampaikan materi. Pelatihan itu berlangsung pukul 13.30-16.30.
Kepala Seksi Kurikulum dan Penilaian Dinas Pendidikan DKI Jakarta Saryono mengatakan, guru bertugas mengembangkan potensi muridnya. ”Berikan kesempatan sehingga pelajar berkembang. Buat guru, mari tetap semangat memajukan kinerja,” ujarnya.