Perayaan kelulusan dengan konvoi sepeda motor dan coret-coret seragam di Manado, Sulawesi Utara, mengakibatkan seorang lulusan SMK tewas dalam kecelakaan. Dinas Pendidikan Sulut belum dapat menawarkan solusi konkret untuk menghentikan kebiasaan tersebut.
Oleh
KRISTIAN OKA PRASETYADI
·4 menit baca
MANADO, KOMPAS - Perayaan kelulusan dengan konvoi sepeda motor dan coret-coret seragam di Manado, Sulawesi Utara, mengakibatkan seorang lulusan SMK tewas dalam kecelakaan. Dinas Pendidikan Sulut belum dapat menawarkan solusi konkret untuk menghentikan kebiasaan tersebut.
Kepala Satuan Lalu Lintas Polresta Manado Ajun Komisaris Risno Luas, Rabu (16/5/2019), mengatakan, kepolisian masih menyelidiki kecelakaan yang menewaskan Irene Soenarno (17), lulusan SMK Negeri 1 Manado, Senin (13/5), sekitar pukul 23.00 Wita. Irene yang berboncengan dengan pacarnya Rivaldi Saim (18) dengan sepeda motor disenggol seorang pengendara sepeda motor lain berkecepatan tinggi hingga terjatuh di Jalan AA Maramis, Kairagi.
Korban yang jatuh ke sisi kanan sepeda motor disambar pengemudi lain yang juga berkecepatan tinggi hingga tewas di tempat. Kedua pengendara penyebab kecelakaan melarikan diri.
"Kami masih mencari pelaku. Kami duga, para penabrak juga pelajar, namun tidak berasal dari sekolah yang sama karena mereka tidak membantu yang ditabrak," kata Risno.
Sebelum kecelakaan, pada pagi hari para siswa SMKN 1 Manado menghadiri acara kelulusan di sekolah. Malam harinya, mereka, termasuk korban, melanjutkan perayaan dengan konvoi sepeda motor dan mencoret-coret seragam di kawasan pujasera dan bisnis Megamas, Jalan Boulevard Pierre Tendean.
Kami masih mencari pelaku. Kami duga, para penabrak juga pelajar, namun tidak berasal dari sekolah yang sama karena mereka tidak membantu yang ditabrak
"Ada sekitar 500 sepeda motor dalam konvoi siswa dari berbagai sekolah. Dari Megamas, mereka mau menuju ke perumahan Tamansari Metropolitan untuk berfoto-foto. Para siswa itu memang melaju dalam kecepatan tinggi, mayoritas tanpa menggunakan helm," kata Risno.
Adapun Rivaldi menderita luka-luka akibat kecelakaan tersebut dan dirawat di RS MMC Manado. Kepala Unit Kecelakaan Lalu Lintas Satlantas Polres Manado Inspektur Dua Julio Jagratara mengatakan, Rivaldi dikenakan tilang karena tidak memakai helm dan tidak memiliki SIM maupun STNK.
Tahun lalu, lulusan SMA dan SMK di Manado juga merayakan kelulusan coret-coret seragam dan konvoi sepeda motor tanpa memerhatikan keselamatan berlalu lintas. Namun, tidak sampai ada korban meninggal.
Risno mengatakan, cara perayaan ini sudah menjadi kebiasaan dan bahkan membudaya di kalangan pelajar. Polisi juga berusaha mencegahnya dengan mengutus Bhayangkara Pembina Keamanan dan Ketertiban Masyarakat (Bhabinkamtibmas) ke beberapa sekolah.
"Tapi ternyata tidak efektif karena euforia mereka terlalu besar. Kematian seorang siswa ini jadi evaluasi buat kami. Nanti kami akan berkoordinasi dengan Dinas Pendidikan Sulut untuk menemukan solusi perayaan kelulusan yang lebih positif tanpa konvoi motor," kata dia.
Sementara itu, Kepala Dinas Pendidikan Sulut Grace Punuh mengatakan, seharusnya kepala sekolah bisa mengimbau siswanya untuk tidak berkonvoi dan mencoret-coret baju.
Tapi ternyata tidak efektif karena euforia mereka terlalu besar. Kematian seorang siswa ini jadi evaluasi buat kami. Nanti kami akan berkoordinasi dengan Dinas Pendidikan Sulut untuk menemukan solusi perayaan kelulusan yang lebih positif tanpa konvoi motor
Perayaan kelulusan SMKN 5 Manado yang dilaksanakan dengan buka puasa bersama pada sore hingga malam hari disebutnya bisa menjadi contoh upaya pencegahan konvoi. "Kepala sekolah seharusnya bisa bertindak lebih tegas," katanya.
Bisa dicegah
Ditanyai tentang upaya pencegahan secara menyeluruh, seperti patroli bersama polres setempat atau pemberian sanksi, Grace hanya mengatakan akan ada tindakan tegas dan kerja sama dengan pihak terkait. "Terima kasih atas masukannya," katanya.
Kebiasaan konvoi dan coret-coret seragam terbukti bisa dicegah. Tahun 2014, di Sleman, Yogyakarta, Dinas Pendidikan, Pemuda, dan Olahraga bekerja sama dengan Polres Sleman untuk menghentikan para siswa yang berkonvoi. Adapun Satlantas Polres Kotawaringin Timur, Kalimantan Tengah, mengancam akan menindak tegas pelajar yang berkonvoi (Kompas, 20 Mei 2014).
Pengajar Sosiolog Universitas Negeri Manado Ferdinand Kerebungu mengatakan, aksi berkonvoi merupakan peluapan euforia yang tak terkendali. Hal ini jug merupakan pembuktian jati diri siswa yang sudah lulus, yaitu dengan meniru kebiasaan yang dinilai keren.
"Sekitar tiga tahun lalu, hal ini bisa dicegah karena keputusan kelulusan dikirim ke rumah via pos. Tapi, karena pergantian kepala dinas beberapa kali, bisa saja kebijakan ini tidak berlanjut. Apalagi, latar belakang kepala dinas saat ini adalah kedokteran, bukan pendidikan," kata Ferdinand.
Kebiasaan ini, kata Ferdinand, merupakan buah kreativitas yang menyimpang dan membahayakan keselamatan diri dan warga sekitar. Dinas Pendidikan Sulut dapat menekan sekolah dengan memberikan sanksi apabila ada siswa ketahuan berkonvoi. Kerja sama juga harus dijalin dengan kepolisian sehingga pencegahan tidak hanya terpusat di Manado, melainkan seprovinsi.