Ribuan Anak Usia Dini di NTT Belum Terjangkau Pendidikan
Oleh
KORNELIS KEWA AMA
·2 menit baca
KUPANG, KOMPAS - Ribuan anak usia dini yang tersebar di desa-desa di Nusa Tenggara Timur belum mendapatkan pendidikan usia dini, sebagai syarat untuk masuk sekolah dasar. Pendidikan jenis ini atas inisiatif masyarakat sendiri secara swadaya, sementara kondisi masyarakat desa sendiri masih miskin, terbelakang. Para guru PAUD di NTT bekerja secara sukarela.
Direktris Yayasan Lingkar Insani Nusa Tenggara Timur (NTT) Maria Imelda Toge di sela seminar wajib pendidikan anak usia dini (PAUD) pra sekolah dasar di Kupang, Rabu (10/4/2019) mengatakan, pemerintah mewajibkan anak-anak usia dini 3-5 tahun mengikuti pendidikan. PAUD ini sebagai syarat masuk sekolah dasar.
Hanya kata Imelda, pemerintah tidak ingat bahwa PAUD itu diselenggarakan oleh masyarakat sendiri. Sementara masyarakat desa masih miskin. Biaya makan minum saja sulit, apalagi menyelenggarakan pendidikan. "Meskipun pendidikan jenis ini hanya butuh 1-3 guru dan hanya 1-2 ruang belajar, tetap butuh biaya. Tidak mungkin anak-anak itu belajar di ruang terbuka,”kata Imelda.
Selain itu, kepedulian masyarakat desa terhadap pendidikan usia dini masih rendah. Menyekolahkan anak di tingkat sekolah dasar saja banyak orangtua tidak setuju. Mereka lebih suka anak-anak usia sekolah dasar itu membantu orangtua bekerja di ladang, kebun, atau sawah.
Meskipun pendidikan jenis ini hanya butuh 1-3 guru dan hanya 1-2 ruang belajar, tetap butuh biaya. Tidak mungkin anak-anak itu belajar di ruang terbuka
Jumlah desa di NTT sebanyak 3.353. Saat ini rata-rata satu desa memiliki 50 anak usia 2-5 tahun. Dengan demikian sekitar 167.650 anak, dari total penduduk NTT (2018) sebanyak 5.359.667 jiwa.
PAUD di kota provinsi, kota kabupaten, dan kota kecamatan, biasanya di diadakan oleh kaum perempuan, ibu rumah tangga, atau lulusan sekolah menengah yang belum mendapatkan pekerjaan. Jarang sekali pria mengadakan sekolah PAUD karena kurang sabar, dan tidak mampu menyesuaikan diri dengan dunia anak-anak.
Melalui PAUD, saat masuk SD anak-anak sudah bisa lepas dari orangtua, mengenal lingkungan sekolah, dan mudah mengenal ibu dan bapak guru. Mereka sudah tidak begitu manja dengan orangtua, dan orangtua tidak harus menjaga mereka sepanjang hari.
Kepala Badan Pengelola PAUD NTT Bertha Salem mengatakan, persoalan terkait PAUD, yakni honor para guru. Hampir semua guru PAUD bekerja secara sukarela, atas inisiatif sendiri. Mereka tidak digaji.
“Tugas mereka cukup banyak. Mereka mengajarkan anak-anak menyanyi, mengenal abjad, angka, nama binatang, pohon, buah, sayur-dan nama-nama benda. Mereka juga mengajarkan cara kencing dan buang air besar secara tepat, saat anak-anak itu minta bantuan,” ujar Bertha.
Ia mengatakan, beberapa desa mengalokasikan dana desa untuk pendidikan taman kanak-kanak, tetapi untuk PAUD belum ada. Jika ada kebijakan pemerintah, dana desa pun untuk PAUD termasuk memberi honor guru PAUD, itu lebih baik lagi.