JAKARTA, KOMPAS — Di tengah sorotan melimpahnya jumlah perguruan tinggi tanpa diikuti daya saing bangsa, pemerintah ternyata tetap terus mengizinkan berdirinya perguruan tinggi baru.
Pada Selasa (18/12/2018), Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Mohammad Nasir menyerahkan surat keputusan pendirian Universitas Perwira Purbalingga (Unperba), Jawa Tengah. Pendirian Unperba ini antara lain digagas oleh Bambang Soesatyo, Ketua DPR.
Menteri Nasir menyatakan, dukungan perguruan tinggi swasta untuk membuka kampus di daerah-daerah masih dibutuhkan pemerintah karena akses anak muda ke perguruan tinggi masih rendah. Hingga saat ini angka partisipasi kasar perguruan tinggi (APK) berkisar 32,5 persen. Pemerintah menargetkan untuk bisa meningkatkan hingga APK hingga 50 persen, sehingga masih butuh dukungan PTS. Apalagi pendirian PT milik pemerintah untuk sementara ini belum dibuka lagi.
Nasir mengatakan, dinamika munculnya perguruan tinggi (PT) baru tidak terhindarkan. Sebab, banyak pula PTS yang ada tutup maupun dimerger.
"Untuk memberikan izin harus dinilai betul kelayakannya sebagai institusi pendidikan yang sehat dan berkomitmen pada kualitas. Yang tak kalah penting juga, keberadaan PTS dibutuhkan masyarakat, termasuk pula berpotensi memajukan potensi daerah," jelas Nasir.
Menurut Nasir, penerbitan izin Unperba butuh proses yang panjang, berkisar 3-4 tahun. Setelah dipastikan pendirian Unperba ini untuk mendukung potensi pertanian di daerah tersebut dan secara kelembagaan serta finansial layak, izin diberikan. Apalagi di Kabupaten Purbalingga belum ada perguruan tinggi, sementara potensi lulusan SMA/SMK sederajat cukup besar.
"Kami tetap mendorong PTS yang kecil dan tidak sehat untuk bisa merger. Tetapi PTS baru tetap diizinkan asal yang berkomitmen pada kualitas," jelas Nasir.
Nasir mengatakan, dalam pendirian PTS baru juga diseleksi agar membuka program studi yang dibutuhkan. Kemristekdikti hingga saat ini memoratorium pembukaan prodi baru sejumlah bidang ilmu sosial seperti Fakultas Ilmu Sosial dan Politik, prodi pendidikan khususnya bimbingan konseling.
Sementara itu, Bambang mengatakan pendirian Unperba ini sesuai dengan permintaan masyarakat. Sebab, banyak anak muda yang harus keluar daerah jika hendak kuliah. Padahal, ada potensi yang besar dalam pengembangan pertanian di daerah ini.
"Riset dalam pertanian nanti diunggulkan. Kehadiran universitas diharapkan bisa membantu pemda dan masyarakat untuk mengangkat produk lokal yang mendukung pertumbuhan ekonomi daerah yang berdampak pada kesejahteraan masyarakat," ujar Bambang.
Menurut Bambang, sebagai wakil rakyat dari Kabupaten Purbalingga, dirinya memperjuangkan aspirasi masyarakat untuk bisa mendapatkan akses kuliah di daerah sendiri. Perjuangan untuk mendapatkan izin melalui prosedur yang cukup lama, sekitar 3-4 tahun.
Rektor Unperba Teguh Juharyanto mengatakan, lulusan SMA/SMK sederajat selama ini kuliah di Universitas Jenderal Soedirman di Purwokerto atau ke Solo, Yogyakarta, dan Semarang. Tidak semua calon mahaziswa mampu berkuliah di luar daerah dengan tambahan beban biaya hidup karena harus indekos.
"Ada potensi untuk merangkul calon mahasiswa baru. Seperti di Unsoed Purwokerto, pendaftar tiap tahun mencapai 16.000 orang. Yang diterima hanya sekitar 20 persen. Sisanya ini berpotensi untuk bisa diajak berkuliah di Unperba mulai tahun 2019," kata Teguh.
Menurut Teguh, Unperba fokus untuk memperkuat riset dan memunculkan wirausaha di bidang pertanian. Ada lima prodi yang dibuka yakni akuntansi, manajemen, agribisnis, teknik mesin, dan informatika.
Data di laman forlap.dikti.go.id per 4 Desember 2017 menunjukkan, jumlah PT di Indonesia saat ini 4.571 institusi. Adapun yang berstatus PTS 4.172 institusi. Sementara yang milik pemerintah 399 institusi. Total program studi ada 26.612.
Dalam sebuah kesempatan, Ketua Forum Rektor Indonesia (FRI) 2017 Suyatno menyebutkan, idealnya Indonesia cukup memiliki sekitar 1.500 PT. (Kompas, 5/12/2017).
”Anehnya, pendirian PT yang baru terus saja berjalan. Seharusnya, PT yang diberi izin yang benar-benar mendesak untuk mendukung kebutuhan daya saing bangsa,” kata Suyatno.