JAKARTA, KOMPAS—Kebutuhan profesi aktuaria di Indonesia perlu diantisipasi perguruan tinggi. Sebab, penyediaan profesi dan pengembangan ilmu aktuaria di Indonesia bisa menjawab kesiapan perkembangan industri 4.0 di Indonesia dan internasional.
Deputi Direktur, Statistik, dan Informasi Pengawas Industri Keuangan Non-Bank Otoritas Jasa Keuangan Arie Munandar di Simposium Nasional Aktuaria di Era Industri 4.0 yang digelar Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi di Jakarta, Kamis (6/12/2018), mengatakan, ada target untuk bisa memenuhi kebutuhan seribu aktuaris. Sebab, ketersediaan aktuaris baru 568 orang dari kebutuhan ideal. Profesi itu ada yang diisi aktuaris dari Malaysia dan India.
Profesi aktuaris yang punya keahlian dalam menguantifikasi risiko dan mencari cara mengelolanya, antara lain, untuk mengisi perusahaan asuransi dan kredit. Kebutuhan itu bisa meningkat lagi jika kesadaran tentang kebutuhan ahli yang mampu mengelola risiko perusahaan/lembaga tumbuh.
Terpadu
Direktur Pembelajaran Kemristek dan Dikti Paristiyanti Nurwardani mengatakan, profesi aktuaris didukung. Sembilan PT, seperti Institut Pertanian Bogor, Institut Teknologi Bandung, dan Universitas Prasetiya Mulya, membuka program studi aktuaria dengan model cooperative education atau belajar bekerja terpadu.
Perguruan tinggi yang membuka program itu secara kelembagaan terakreditasi A. ”Kami fokus untuk mengisi kebutuhan dalam negeri. Namun, lulusan dihasilkan berorientasi global atau sesuai standar internasional,” kata Paristiyanti.
Menurut Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam ITB Edy Baskoro, pengembangan ilmu aktuaria tidak hanya untuk menyiapkan tenaga profesional, tetapi juga untuk pengembangan keilmuan. ”Di Indonesia yang daerahnya merupakan hamparan cincin api, risiko bencana besar, pengembangan ilmu aktuaria semakin penting untuk unggul dalam manajemen risiko,” katanya.
Rektor IPB Arif Satria menambahkan, prodi aktuaria jadi terfavorit. IPB akan mengembangkan kebutuhan aktuaria untuk manajemen risiko di perguruan tinggi.