Kemampuan membaca siswa di Indonesia masih rendah. Meskipun bisa membaca kalimat, pemahaman terhadap bacaan masih menjadi tantangan. Sekolah dituntut untuk kreatif memperkuat budaya baca, salah satunya dengan mengoptimalkan perpustakaan sekolah.
JAKARTA, KOMPAS— Perpustakaan sekolah belum sepenuhnya dimanfaatkan untuk mendukung penguatan literasi pada diri siswa. Minimnya pengetahuan dan pendampingan untuk mengembangkan kegiatan literasi yang menyenangkan melalui perpustakaan sekolah menghambat para guru kreatif mengoptimalkan tumbuhnya budaya baca siswa di sekolah.
Program pengembangan inovasi pembelajaran yang dikelola Tanoto Foundation mencoba menjawab masalah itu. Program yang dinamai Pintar tersebut berupaya memacu mutu sekolah melalui peningkatan kapasitas guru dan kepala sekolah.
Direktur Program Pintar Tanoto Foundation Stuart Weston saat membuka diskusi ”Meningkatkan Perpustakaan Sekolah Pedalaman” di Jakarta, Jumat (30/11/2018), mengatakan, peningkatan kemampuan membaca siswa di SD butuh perhatian serius.
Dari hasil Early Grade Reading Assessment pada kelas III SD di 14 daerah, secara umum anak lancar membunyikan kata (di atas 70 kata per menit). Namun, sekitar 40 persen siswa kurang memahami isi bacaan.
Deputi Direktur Program Pintar Tanoto Foundation Margaretha Ari Widowati mengatakan, perpustakaan sekolah menjadi salah satu fasilitas sekolah yang terabaikan. Kalaupun sekolah ada perpustakaan, kondisinya memprihatinkan. Koleksi buku bacaan minim, ruang perpustakaan kecil, bahkan ada perpustakaan yang diletakkan di ruang bekas toilet.
Berdasarkan data Jendela Pendidikan dan Kebudayaan Kemdikbud tahun 2018, baru 55 persen dari total sekitar 149.000 SD yang punya perpustakaan sekolah. Adapun di tingkat SMA, baru 70 persen sekolah dari sekitar 13.000 sekolah yang punya perpustakaan.
”Kami fokus pada mutu sekolah melalui peningkatan kapasitas guru dan kepala sekolah. Titik beratnya menguatkan literasi. Sebab, semua pelajaran membutuhkan kemampuan membaca yang baik,” ujar Margaretha.
Prestasi sekolah
Peningkatan prestasi sekolah dan belajar siswa dengan mengoptimalkan perpustakaan sekolah dilakukan di sejumlah sekolah di wilayah pedalaman. Kreativitas kepala sekolah dan guru berkembang dalam mengembangkan budaya baca di sekolah.
Kartika, pustakawan SDN 173/V Tanjung Benanak, Tanjung Jabung Barat, Jambi, yang berada di perkampungan transmigrasi, mengatakan, sejak berdiri pada 1996 sampai 2011, sekolah tak punya perpustakaan. ”Keterbatasan ruang kelas dan minimnya buku bacaan membuat kami belum memikirkan perlunya ada perpustakaan sekolah,” katanya.
Berawal dari bantuan buku bacaan Tanoto Foundation, sekolah memanfatkan bekas toilet rusak berukuran 2 x 3 meter jadi ruang perpustakaan. Ketersediaan buku bacaan menumbuhkan minat baca siswa.
Kini, sekolah memiliki program untuk mendorong siswa lebih memahami isi buku yang dibaca. ”Bentuknya dengan melatih siswa menulis, menceritakan kembali isi buku, menggambar tokoh buku dalam poster, atau membuat kegiatan bedah buku,” kata Kartika.
Kepala SD RGM Bloksongo. Kabupaten Labuhanbatu Selatan, Sumatera Utara, Srianni Ritonga, mengatakan sekolah sebenarnya punya perpustakaan, tetapi bergabung di runag guru. Koleksi buku awalnya 30 buah.
Ajakan untuk menguatkan budaya baca dengan memperkuat perpustakaan sekolah disambut baik. Keterbatasan dana untuk menyediakan rak buku diterobos dengan bergotong-royong mengecat lemari bekas.
Lalu, kampanye untuk menarik minta baca siswa dilakukan guru dengan mempromosikan buku tertentu yang menarik. Siswa pun terpaksa antri. Guru mengembangkan kegiatan kreatif untuk membantu siswa memahami bacaan.
Kepala SD RGM Bloksongo, Labuhanbatu Selatan, Sumatera Utara, Srianni Ritonga mengatakan, sekolah sebenarnya punya perpustakaan, tetapi melebur di ruang guru. Koleksi awalnya 30 buku. Ajakan untuk menguatkan budaya baca dengan memperkuat perpustakaan sekolah disambut baik. Keterbatasan dana untuk menyediakan rak buku diterobos dengan bergotong royong mengecat lemari bekas.
Lalu, kampanye untuk menarik minta baca siswa dilakukan guru dengan mempromosikan buku tertentu yang menarik. Siswa pun terpaksa antri. Guru mengembangkan kegiatan kreatif untuk membantu siswa memahami bacaan.