KUPANG, KOMPAS — Kebijakan pendidikan dari pemerintah pusat belum sepenuhnya berjalan mulus ketika diimplementasikan di daerah. Hal ini salah satunya terlihat dalam tata kelola guru dan tenaga kependidikan yang berperan vital dalam mendongkrak peningkatan mutu pendidikan di tiap daerah.
Masih ada keluhan tata kelola guru, kepala sekolah, dan pengawas sekolah yang masih belum sepenuhnya mengacu pada standar yang dibuat pemerintah pusat melalui Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Termasuk pula dinamika politik di daerah, khususnya terkait pemilihan kepala daerah, yang juga mempengaruhi dinamika komitmen dan pengelolaan pendidik di daerah.
Kepala Subbagian Umum Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan Nusa Tenggara Timur (NTT) Edy Sulla di Kupang, Jumat (23/11/2018), mengatakan peningkatan mutu pendidikan yang bisa ditingkatkan lewat penyediqan guru, kepala sekolah, dan pengawas sekolah yang berkualitas masih menghadapi sejumlah tantsngan. Dari sekitar 90.000 guru yang ada, baru berkisar 30 persen yang bersertifikat pendidik. Sementara itu, untuk kepala sekolah yang kepemimpinannya dapat memepengaruhi terwujudnya ekosistem suatu sekolah yang baik, juga masih belum sesuai ketentuan. Para kepala sekolah yang dipilih tidak dipersiapkan dengan baik dan belum punya kelayakan jadi kepala sekolah.
Menurut Edy, masih ditemui kasus terjadinya mutasi guru atau pengangkatan kepala sekolah yang masif usai pelantikan kepala daerah di suatu daerah. Hal ini dapat mempengaruhi keberlanjutan program mutu yang sudah dirancang. Salah satunya sekolah model yang dinaungi LPMP, yang sudah berjalan, perlu penyesuaian lagi. Masalahnya belum bisa dijamin mendapat komitmen yang sama seperti kepala sekolah sebelumnya.
Menurut Edy, tata kelola guru, kepala sekolah, dan pengawas sekolag yang mengedepankan profesionalisme memang harus terus ditegakkan di daerah. Dukungan pemerintah pusat juga diberikan dalam membantu daerah meningkatkan mutu para pendidik dan manajemen sekolah berbasis mutu.
Sementara itu, Kepala Bidang Pembinaan Ketenqgaan, Dinas Pendidikan dan Kebudayaan NTT, Alfons Ara Kian, mengatakan provinsi mengelola guru dan tenaga kependidikan di jenjang SMA/SMK dan sekolah luar biasa. Terdata sebanyak 20.676 guru. Analisis kebutuhan guru untuk perencanaan dan distribusi mulai dilakukan yqng bqru selesai tingkat SMA.
Adapun kebutuhan pengawas sekolah, ujar Alfons, masih kurang. Bahkan, ada kabupaten yang hanya punya satu pengawas sekolah.
Alfons mengatakan untuk menjamin pemilihan kepala sekolah yang obyektif, pemilihan disiapkann dengan cara lelang kepala sekolah yang terbuka bagi guru. Kebutuhan kepala sekolah cukup banyak karena saat ini ada 63 kepala sekolah yang dijabat pelaksana tugas di 22 kabupaten. Kebutuhan bisa bertambah lagi karena ada sejumlah kepala sekolah yang perlu dievaluasi.
"Kita tidak mau ada intervensi dalam pemilihan kepala sekolah, benar-benar karena lolos seleksi yang ditetapkan. Upaya ini untuk membawa perubahan dalam kepemimpinan di sekolah lewat peran kepala sekolah," kata Alfons.
Para kepala sekolah dan pengawas yang ada belum semua memenuhi syarat. Pemerintah daerah seharusnya memastikan kelayakan semua kepala sekolah dan pengawas dengan sertifikat bagi kepala sekolah dan pengawas sekolah yang dikeluarkan oleh lembaga yang diberi kewenangan oleh Kemendikbud.
Pengawas SMK di Kabupaten Timor Tengah Selatan Jermias P Pelle, mengatakan pengawas masih kurang. Pengawas SMA pun dialihkan jadi pengawas SMK karena sebelumnya tidak ada.
"Pengawas untuk daerah terpencil jadu superman, mesti bisa mengawasi dari SD hingga SMA/SMK. Keberadaan pengawas sekolah belum dianggap penting. Bahkan ada daerah yang tidak punya pengawas," kata Jermias.