JAKARTA, KOMPAS — Pendidikan menjadi ujung tombak penguatan karakter dan identitas bangsa. Untuk itu, peran guru sangat menentukan keberhasilan penguatan karakter dalam dunia pendidikan. Guru dituntut tidak hanya bisa mengajar tetapi juga memiliki jiwa pendidik yang andal.
Hal itulah yang menjadi pokok pembelajaran yang didapatkan Manager Student Service International Islamic Boarding School Tazkia Malang, Risa Nur Fitriyana setelah kembali dari kunjungan ke Jepang dalam program Pimpinan Pesantren ke Jepang. Risa merupakan salah satu dari sembilan perwakilan pimpinan pondok pesantren yang ikut dalam program yang berlangsung pada 11-23 November 2018 ini.
Risa mengatakan, guru di Jepang tidak hanya memiliki kompetensi sebagai guru tetapi memiliki jiwa pendidik yang kuat. Jiwa pendidik yang dimaksud adalah memiliki kepedulian yang tinggi terhadap masa depan murid-muridnya.
“Di saat istirahat sekolah, jarang sekali ada guru di Jepang yang bersantai-santai. Mereka tetap melakukan observasi ke murid-muridnya. Jadi, mereka tahu perkembangan anak secara detail dan tahu permasalahan yang dialami murid. Mereka mau membimbing anak sehingga punya karakter dan budi pekerti yang baik,” ujarnya di sela-sela acara penyambutan rombongan Program Pimpinan Pesantren ke Jepang di Jakarta, Jumat (23/11/2018).
Program ini telah berjalan selama 15 tahun dan sudah melibatkan 158 orang. Selama berada di Jepang, para peserta melakukan berbagai kegiatan, seperti peninjauan ke sekolah, tinggal bersama penduduk setempat, serta dialog lintas agama.
Pimpinan Pondok Pesantren Al Payage Jayapura, Saiful Islam mengatakan, hal lain yang juga bisa dicontoh dari Jepang adalah pendidikan yang tepat sasaran. Pendidikan yang diterapkan di Jepang sesuai dengan usia anak. Ia menggambarkan, siswa taman kanak-kanak lebih diajarkan mengenai disiplin, sopan santun, dan kebersihan. Baru setelah duduk di bangku sekolah dasar dan tingkat menengah diajarkan mata pelajaran umum. Namun, murid tetap diajarkan pendidikan karakter. “Guru harus punya kesadaran ini,” ucapnya.
Dewan Penasehat Pusat Pengkajian Islam dan Masyarakat (PPIM) Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta Komaruddin Hidayat menuturkan, sumber daya manusia di bidang pendidikan harus memiliki akar yang kuat di masyarakat. Revolusi mental perlu dilakukan agar karakter anak didik benar-benar menggambarkan identitas bangsa.
“Pembentukan karakter dan identitas seseorang berawal dari pendidikan. Hal yang bisa dicontoh dari Jepang seperti masalah kebersihan. Bangsa kita sendiri sebenarnya sudah meyakini bahwa kebersihan adalah indikator dari keberimanan. Hal ini yang perlu diperkuat,” ujarnya.
Wakil Duta Besar Jepang untuk Indonesia Keiichi Ono berharap, kunjungan yang dilakukan di Jepang bisa memberikan dampak yang baik bagi perkembangan pendidikan di Indonesia. Pengalaman yang didapat bisa diterapkan oleh para peserta di komunitas, sekolah, masyarakat, dan lingkungan sekitar.