Isu-isu Pokok Kebudayaan dari Berbagai Daerah Terungkap
Oleh
Aloysius Budi Kurniawan
·3 menit baca
JAKARTA,KOMPAS— Pengumpulan Pokok Pikiran Kebudayaan Daerah dari 206 kabupaten/kota dan 24 provinsi berhasil menjaring sejumlah isu-isu pokok kebudayaan di daerah. Temuan-temuan ini penting untuk memfokuskan arah pemajuan kebudayaan.
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2017 tentang Pemajuan Kebudayaan menjelaskan, pemajuan kebudayaan adalah upaya meningkatkan ketahanan budaya dan kontribusi budaya Indonesia di tengah peradaban dunia melalui pelindungan, pengembangan, pemanfaatan, dan pembinaan kebudayaan. Permasalahan terkait empat hal upaya pemajuan kebudayaan tersebut terungkap dalam penjaringan PPKD di kabupaten/kota dan provinsi.
Sesuai UU Pemajuan Kebudayaan, setidaknya terdapat 11 Obyek Pemajuan Kebudayaan (OPK), meliputi bahasa, manuskrip, adat istiadat, ritus, tradisi lisan, pengetahuan tradisional, teknologi tradisional, seni, permainan rakyat, olahraga tradisional, dan cagar budaya. Dalam hal pelindungan OPK, terlihat bahwa selama ini belum ada sistem pendataan kebudayaan yang terpadu. Demikian pula, belum ada pula mekanisme pelindungan terhadap aneka macam ekspresi budaya.
Sementara itu, dalam pengembangan OPK, di daerah juga belum ada integrasi antara kajian atas OPK dan praktik-praktik nyata OPK sendiri. Adapun, pengelolaan interaksi antarbudaya dalam rangka pengayaan keragaman OPK juga masih rendah.
"Pada pemanfaatan OPK, isu pokok yang muncul dari PPKD adalah kurangnya pemanfaatan OPK untuk pendidikan karakter melalui muatan lokal dan kegiatan-kegiatan sosial. Bahkan, tata kelola pemanfaatan ekonomi kreatif atas OPK juga masih lemah,"ucap Alex Sihar Purnawan, anggota Tim Penyusunan PPKD Direktorat Jenderal Kebudayaan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Selasa (20/11/2018) di Jakarta.
Sementara itu, dalam pembinaan sumber daya manusia dan lembaga terkait OPK, di daerah-daerah sangat terlihat bagaimana jumlah pelaku budaya yang membidangi tiap-tiap OPK sangat sedikit. Di daerah, regulasi yang mengatur secara khusus tentang budaya juga sangat terbatas. Bahkan, sangat tampak bagaimana kebudayaan belum menjadi arus utama pada sektor pembangunan.
Diserap dari bawah
Seluruh PPKD yang terkumpul akan menjadi bahan bagi penyusunan strategi kebudayaan. Strategi kebudayaan ini tidak disimpulkan dari para ahli atau pemikir, tetapi disarikan dari hasil penggalangan gagasan di tingkat bawah.
“Strategi Kebudayaan bukan kesimpulan dari para ahli atau para pemikir cemerlang tapi buah dari kecerdasan kolektif. Kali ini, kita tidak memulainya dari pemaparan makalah, tetapi dari bawah menghimpun pandangan, pendapat, informasi, masalah, dan usulan solusi untuk diramu menjadi Strategi Kebudayaan yang solid,” kata Direktur Jenderal Kebudayaan Hilmar Farid.
Rangkaian penyusunan Strategi Kebudayaan akan mencapai puncaknya pada 5-9 Desember 2018 pada saat penyelenggaraan Kongres Kebudayaan Indonesia (KKI) 2018. Menurut catatan sejarah, tahun ini tepat 100 tahun sejak Kongres Kebudayaan pertama kali digelar 1918 silam.
Pelaksanaan KKI 2018 akan memiliki nilai historis karena pada tahun ini pertama kalinya KKI akan menghasilkan strategi pemajuan kebudayaan yang kongkrit sesuai dengan amanat Undang-Undang Pemajuan Kebudayaan.
Berbeda dengan kongres-kongres kebudayaan sebelumnya yang menampilkan deretan pemakalah, KKI 2018 akan menggalang aneka macam sumbang saran dan pendapat dalam berbagai bentuk ekspresi kebudayaan yang kreatif. Maka dari itu, ekspresi-ekspresi yang akan muncul nantinya bukan sekedar tempelan, dekorasi, atau pemanis agar suasana lebih meriah, tapi pada dasarnya adalah pernyataan dari kebudayaan itu sendiri.
“Dia (ekspresi-ekspresi budaya) menjadi bagian integral dari Kongres Kebudayaan. Semoga ini bisa menjadi pesan kuat dalam upaya memajukan kebudayaan. Sehingga, kita tidak terpuruk pada hal-hal rutin tetapi mampu merangsang kreativitas baru dalam menggelar kongres kebudayaan,” tambah Hilmar.