Nuril Laporkan Kasus Pelecehan Seksual ke Polda NTB
Oleh
KHAERUL ANWAR
·3 menit baca
MATARAM, KOMPAS — Terpidana dalam kasus pelanggaran informasi dan transaksi elektronik, Baiq Nuril Maknun (35), melaporkan HM, atasan di tempat Nuril bekerja, kepada Kepolisian Daerah Nusa Tenggara Barat. HM diduga melakukan tindak pidana pelecehan seksual secara verbal, kata yang mengandung pelecehan seksual, melalui telepon genggam terhadap Nuril.
”Kami (15 orang) penasihat hukum Ibu Nuril melaporkan dugaan tindak pidana yang dilakukan HM. Kami menggunakan Pasal 294 Ayat (2) ke 1 KUHP, yaitu dugaan tindak pidana pencabulan pimpinan kepada bawahannya,” ujar Yan Mangandar, penasihat hukum Nuril, saat melapor ke Subdit IV Direktorat Reserse Kriminal Umum Bidang Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Polda NTB, Senin (19/11/2018), di Mataram.
Kepala Bidang Humas Polda NTB Ajun Komisaris Besar Komang Suartana mengatakan sudah menerima laporan polisi di Ditreskrimum PPA Polda NTB. Nuril sudah dimintai keterangan dan Polda NTB mengumpulkan bukti permulaan untuk menindaklanjuti laporan tersebut.
Yan Mangandar mengatakan, pihaknya membawa sejumlah barang bukti terkait pelecehan seksual verbal, antara lain putusan Pengadilan Negeri Mataram yang membuktikan HM mengucapkan kata-kata yang mengandung pelecehan seksual saat menelepon Nuril. HM adalah kepala sekolah di tempat Nuril bekerja sebagai anggota staf tata usaha.
Kasus Nuril berawal dari percakapan lewat telepon dengan HM yang beberapa kali mengarah ke pornografi dan menceritakan hubungan asmara HM dengan wanita lain. Nuril yang merasa dilecehkan secara verbal kemudian merekam pembicaraan dengan atasannya itu. Rekaman itu kemudian disebarluaskan oleh rekan Nuril. Nuril dilaporkan ke Polres Mataram pada awal 2017, kemudian Nuril mengikuti proses persidangan di Pengadilan Negeri Mataram.
Pengadilan Negeri Mataram memvonis bebas Nuril, sedangkan jaksa mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung yang memutuskan Nuril melanggar Pasal 27 Ayat (1) Undang-Undang ITE karena dianggap menyebarkan informasi elektronik yang mengandung muatan asusila. Nuril dijatuhi pidana penjara enam bulan dan denda Rp 500 juta atau pidana tiga bulan penjara apabila tidak membayar denda.
Mencuatnya kasus Nuril mengundang empati banyak kalangan, terlebih lagi Nuril sempat menjalani penahanan di Polres Mataram dan Kejaksaan Negeri Mataram pada Juli 2017. Mereka pun melakukan penggalangan dana untuk membantu Nuril membayar denda sebesar Rp 500 juta berdasarkan putusan MA. Nuril pun pasrah dan berharap ada perhatian dari Presiden Joko Widodo.
”Saya mau sampaikan kebenaran ke mana lagi. MA, kan, lembaga paling tinggi di negara ini. Saya hanya bisa berharap Pak Presiden mau ikut peduli karena hanya itu yang bisa mengubah ini,” kata Nuril saat ditemui di rumahnya, Desa Labuapi, Lombok Barat, Kamis (14/11).
Saat menjalani persidangan di PN Mataram, penahanan Nuril ditangguhkan karena banyaknya dukungan moril untuk kasus ini.
Joko Jumadi ketika dihubungi pada Selasa (20/11) mendapat informasi dari Kapuspen Kejaksaan Agung apabila MA menangguhkan vonis terhadap Nuril. ”Besok (Rabu) saya ke Kantor Kejari Mataram untuk mendapatkan kejelasan tentang penangguhan penahanan itu,” ucapnya.