Pemikiran Bung Hatta Jadi Sumber Belajar
Esai dan pemikiran Bung Hatta dikumpulkan dan dibukukan menjadi 10 jilid. Pemikiran Bung Hatta ini diharapkan memberi pelajaran kepada masyarakat.
JAKARTA, KOMPAS – Pemikiran Bapak Bangsa yang juga Wakil Presiden Pertama Indonesia Mohammad Hatta sangat relevan dengan kondisi bangsa saat ini. Peluncuran sepuluh seri karya lengkap pemikiran Hatta diharapkan bisa memberi pelajaran kepada masyarakat tentang kenegarawanan, demokrasi, dan ekonomi.
Nilai-nilai pemikiran Hatta memandang kedaulatan bangsa harus diiringi dengan tanggung jawab sekaligus pemenuhan segala aspek hak asasi manusia sehingga rakyat menjadi tolak ukur kemajuan bangsa.
"Kita dibesarkan dengan anggapan bahwa bidang-bidang ilmu dan pembangunan tidak saling terkait. Padahal, segala aspek kebangsaan sangat membutuhkan satu sama lain. Ekonomi tidak hanya berarti pembangunan infrastruktur dan penambahan kekayaan materi, tetapi juga menyejahterakan segala aspek kehidupan," kata Direktur Jenderal Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Hilmar Farid dalam acara peluncuran buku sepuluh seri Karya Lengkap Bung Hatta di Jakarta, Selasa (13/11/2018).
Dalam sambutan mewakili pihak keluarga, putri sulung Hatta, Meuthia Farida Hatta, mengatakan, ayahnya berupaya selalu menegakkan hak-hak sosial rakyat. Pada 1931, Hatta menerbitkan tulisan yang berjudul Ke Arah Indonesia Merdeka. Di dalamnya dikemukakan prinsip bahwa rakyat merupakan jantung bangsa dan ukuran kemajuan bangsa.
"Kaum intelektual hanya bisa berhasil mengembangkan gagasan inovatif apabila didukung rakyat yang sadar dan insaf akan kedaulatan negara Indonesia," kata Meuthia.
Karya sebanyak sepuluh jilid buku ini mengandung 800 tulisan karya Hatta. Hatta pertama kali menulis esai pada usia 16 tahun. Kebiasaan ini terus ia lakukan hingga akhir hayatnya, di usia 77 tahun. Ia menulis dalam bahasa Indonesia, Inggris, Belanda, dan beberapa menggunakan bahasa Perancis. Buku-buku tersebut diterbitkan oleh Lembaga Penelitian, Pendidikan, dan Penerangan Ekonomi dan Sosial (LP3ES).
Anggota Dewan Pengawas LP3ES Ismid Hadad mengatakan, butuh waktu tiga tahun mengumpulkan karya-karya Hatta yang berceceran. "Karya-karya ini banyak yang tidak diterbitkan di surat kabar, majalah, dan jurnal. LP3ES bekerja sama dengan Universitas Bung Hatta mengumpulkan karya dan menerbitkannya secara bertahap sejak 1998," ujarnya.
Buku-buku tersebut berjudul Kebangsaan dan Kerakyatan; Kemerdekaan dan Demokrasi; Perdamaian Dunia dan Keadilan Sosial; Keadilan Sosial dan Kemakmuran; Sunber Daya Ekonomi dan Kebutuhan Pokok Masyarakat; Gerakan Koperasi dan Perekonomian Rakyat; Filsafat, Ilmu, dan Pengetahuan; Agama, Pendidikan, dan Pemuda; Renungan dan Kenangan; serta Surat-Surat
Rekonstruksi pemikiran
Prinsip kenegaraan dan kebangsaan Hatta juga diulas oleh Mendikbud Muhadjir Effendy yang menulis disertasi tentang pendidikan militer. Ia menerangkan, tanpa ada kebijakan Rasionalisasi Militer tahun 1949, kemungkinan bangsa Indonesia yang baru merdeka akan jatuh ke dalam perang saudara. Hal ini karena ada berbagai laskar bersenjata yang tersebar di seluruh pelosok Nusantara.
"Hatta menekankan pentingnya membentuk tentara negara yang profesional dan mengeluarkan kebijakan Rasionalisasi Militer yang kemudian melahirkan Tentara Nasional Indonesia," ujarnya.
Muhadjir mengimbau akademisi untuk melakukan rekonstruksi pemikiran Hatta, baik yang ia tulis langsung maupun yang dikemukakan melalui esai, tesis, dan disertasi orang lain. Hal ini agar masyarakat mengetahui keteladanan Hatta dan semangat serta praktik demokrasi yang ia terapkan.
"Hatta pernah menulis bahwa korupsi kini menjadi budaya bangsa. Ini merupakan kritik yang harus ditanggapi secara serius karena masalah korupsi masih merajalela hingga masa kini," kata Muhadjir.
Keteladanan Hatta menjadi inspirasi bagi Penghargaan Antikorupsi Bung Hatta. Penerima penghargaan ini adalah orang-orang yang mempraktikkan sikap antikorupsi sekaligus menginspirasi lingkungannya untuk tidak korupsi. Betti Alisjahbana, tokoh antikorupsi, mengungkapkan bahwa kedisiplinan Hatta memisahkan aset pribadi dengan aset negara patut ditiru. Ia tidak mau menggunakan kertas pemberian negara untuk menulis surat pribadi.
Sejarawan Taufik Abdullah mengemukakan, pemikiran Hatta sudah jauh hari mengingatkan rakyat akan bahaya berita bohong. Kini, berita bohong justru marak ditemukan dan mengakibatkan adanya krisis kepercayaan di masyarakat. Rakyat tidak akan bisa berdaulat jika terbawa dalam spiral kebodohan.
Inovatif
Cendekiawan Emil Salim menjelaskan, Hatta memiliki pemikiran yang inovatif. Bersama Presiden Soekarno, mereka menjadi Dwitunggal yang menguatkan bangsa. Ia menerangkan pemikiran Hatta tentang hak asasi manusia dalam penyusunan UUD 1945. Di dalamnya ditekankan bahwa negara menjamin hak rakyat untuk berbicara, mendapat pendidikan, mendapat nafkah, dan menjalankan ibadah keagamaan dengan bebas.
"Hatta percaya pemerintah tidak boleh mencampuri substansi keagamaan. Biarkan agama tumbuh dan berkembang, tetapi tidak boleh dipakai sebagai kendaraan politik," ucap Emil.
Dalam sistem demokrasi ekonomi, harus komplementer dengan sistem demokrasi politik. Negara mengelola sumber-sumber industri yang berkaitan dengan kepentingan rakyat dan membuat perencanaan target pencapaian pembangunan. Di saat yang sama, rakyat bebas mengembangkan kegiatan ekonomi mereka.
Sementara itu, sebagai perwakilan dari generasi muda, salah satu pendiri Kitabisa.com, M Alfatih Timur, mengungkapkan bahwa sistem urun dana (crowdfunding) yang dilakukan oleh lembaganya terinpirasi dari sistem ekonomi kerakyatan yang dirancang oleh Hatta.
"Gotong royong sebagai budaya bangsa diadaptasi ke dalam pencarian solusi untuk masalah-masalah di masyarakat," ujarnya.