Played and Be Played! Demikian judul karya Banung Grahita dan pengembang aplikasi Rejeki Pagi dari Bandung yang dipamerkan pada Festival Seni Media Internasional "Instrumenta 2018:Sandbox 11-30 November 2018 di Galeri Nasional Indonesia. Melalui aplikasi Tekatekiseni yang mereka ciptakan, publik diajak untuk aktif bermain sekaligus (tanpa sadar) dipermainkan.
Karya Played and Be Played berupaya mengeksplorasi aktivitas bermain yang saat ini tidak bisa dilepaskan konteksnya dari piranti media digital. Pada kondisi pertama, pemain secara sadar dan sukarela bermain sebagai pengendali, dan pada kondisi kedua ia dipermainkan oleh sistem permainan.
Kondisi ini sungguh jauh dari realitas permainan zaman dahulu yang cenderung membebaskan.
"Aktivitas bermain tereduksi dalam beberapa aspek. Dulu, bermain adalah aktivitas bebas yang merangsang imajinasi. Tapi, sekarang dalam permainan digital pada umumnya, orang justru diatur dan dikurung," ucap doktor bidang animasi yang kini mengajar di Institut Teknologi Bandung tersebut, Minggu (11/11/2018) di Jakarta.
Banung bersama Rejeki Pagi berupaya menghadirkan sebuah simulasi bagaimana sebuah sistem permainan berupaya mengikat atensi dan loyalitas siapapun yang berada di medan permainan. Pada konteks lain, suasana seperti ini sangat mungkin terjadi. Di era digitalisasi, imajinasipun ternyata bisa “mati” karena orang terjebak pada sistem permainan dan terbuai untuk hanyut di dalamnya.
Penuh aktivitas
Seniman Jakarta, Raslene dengan karyanya berjudul "Ikutan Dong, Ikutan Ah" memanfaatkan arsip video cuplikan sinetron Anak Ajaib tahun 1990an episode "Jalan Mundur" dengan tokoh utama Tomi, manusia robot yang mengalami gangguan sistem sehingga hanya bisa berjalan mundur. Tontonan ini mengingatkan bagaimana aktivitas permainan anak pada era itu sangat berkaitan dengan olah fisik, latihan indera motorik, dan ekplorasi ruang.
"Saat ini, aktivitas-aktivitas seperti ini hilang. Agar anak-anaknya diam, orang tua langsung menyodorkan gadjet untuk bermain," ujarnya.
Zaman memang terus bergulir. Yang dulu dianggap populer kini sudah tergeser dengan penemuan-penemuan baru. Realita ini disoroti oleh perupa Evi Nila Dewi atau Nella dari Yogyakarta. Dengan karyanya berjudul “Virtual Boxes, Nella menampilkan foto serial tentang bilik-bilik game online di warung internet (warnet) yang pada era 2000an sangat populer. Kini, teknologi itu nyaris habis tergusur oleh kecanggihan gawai.
Sementara itu, Hardiman Radjab dengan karyanya berjudul “Urban Cowboy” mencoba mengapresiasi fenomena masyarakat urban Jakarta. Ya, Hardiman menyebut masyarakat pendatang di Jakarta sebagai koboi urban karena kegigihan mereka membanting tulang di jalan raya, stasiun, halter, kereta, bis kota, dan sebagainya.
Kegigihan itu ditampakkan Hardiman dalam simbol koper bersayap yang tergantung di langit-langit mengepak-ngepakkan sayapnya. Di belakangnya, ia menyorot video kaum-kaum urban Jakarta yang hilir mudik tak henti bak koboi.
Festival yang digelar Direktorat Kesenian, Direktorat Jenderal Kebudayaan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan ini melibatkan 34 seniman, desainer, musisi, fotografer, dan peneliti dari dalam dan luar negeri. Para peserta menampilkan 29 karya seni media yang memanfaatkan teknologi virtual reality, game digital, arcade game, internet, kecerdasan buatan, aplikasi, foto, video, pemrograman komputer, robot, cahaya, sensor elektronik, perangkat kinetic, bebunyian, hingga permainan tradisional.
"Judul Sandbox atau bak pasir diadopsi dari genre permainan digital yang merupakan metafora dari aktivitas bermain bebas dan terbuka. Selain pameran, festival ini juga menyuguhkan program publik seperti pertunjukan multimedia, lokakarya permainan untuk orang tua dan anak, lokakarya desain permainan dan coding, seminar, wicara seniman, serta tur pameran bersama kurator," kata Agung Hujatnikajennong, Direktur Artistik Instrumenta 2018:Sanbox.