PALEMBANG, KOMPAS — Masuk penjara tidak berarti menghentikan masa depan seorang anak. Mereka tetap dijamin oleh negara untuk mendapatkan hak atas kelangsungan hidup, pendidikan, serta kesehatan sebagai bekal kehidupannya kelak. Untuk itu, keterbatasan yang dijumpai di lembaga pembinaan khusus anak bukan alasan yang menghambat hak anak tersebut.
Komitmen kepala lembaga pembinaan khusus anak (LPKA) pun sangat menentukan. Mereka dituntut untuk terus berinovasi agar tujuan pembinaan dan rehabilitasi anak bisa terwujud.
“Tujuan LPKA (lembaga pembinaan khusus anak) kan untuk mengembalikan hubungan hidup, kehidupan, dan penghidupan anak. Jadi, penekanannyaya pada perubahan budi pekerti anak,” ujar Kepala LPKA Kelas I Palembang Wahyu Hidayat saat ditemui di Palembang, Sumatera Selatan, Jumat (2/11/2018).
Ia menuturkan, hubungan hidup yang dimaksudkan adalah hubungan rohani yang lebih baik antara anak dengan Tuhan. Sementara, hubungan kehidupan berarti hubungan anak bisa lebih baik kepada masyarakat dan hubungan penghidupan berarti bisa menghidupi dirinya sendiri kelak.
Untuk itu, tambah Wahyu, bekal yang diberikan selama berada di LPKA harus dimantapkan. Bekal tersebut termasuk untuk pendidikan, keterampilan, dan kegiatan produktif lainnya. “Namun, kemampuan LPKA untuk bisa memenuhi semua kebutuhan itu terbatas. LPKA tidak bisa bekerja sendiri,” ucapnya.
Mengandalkan daftar isian pelaksanaan anggaran (DIPA) untuk LPKA Kelas I Palembang, kebutuhan yang bisa terpenuhi hanya sekitar 10 persen. Itupun hanya untuk kegiatan pembinaan keterampilan dan kemandirian. Untuk biaya makan, anak hanya mendapatkan jatah sekitar Rp 14.000 sehari, untuk makan pagi, siang, dan malam.
Tercatat per 2 November 2018, jumlah anak yang berada di LPKA Kelas I Palembang ada 112 anak, 103 nanak pidana dan 9 anak tahanan. Untuk tingkat nasional, datasms gateway Direktorat Jenderal Pemasyarakatan per 31 Oktober 2018 mencatat, jumlah anak pidana di seluruh LPKA sebanyak 2.773 anak dan anak tahanan tercatat ada 951 anak.
Inovasi
Kepala Seksi Pembinaan LPKA Palembang Ahmad Fuad menambahkan, inovasi menjadi solusi untuk menjawab keterbatasan tersebut. Pihaknya tidak henti untuk menjalin kerjasama dengan pihak lain agar hak-hak anak di dalam LPKA tetap terpenuhi.
Untuk memenuhi hak pendidikan, LPKA Kelas I Palembang bekerjasama dengan dinas pendidikan setempat agar bisa menghadirkan sekolah filial atau sekolah jauh yang terdiri dari jenjang SD, SMP, dan SMA. Sekolah ini dibawah nagunan SD Negeri 25, SMP Negeri 22, dan SMA Negeri 11.
“Narapidana anak tetap mendapatkan ijazah sekolah formal setelah menjalani masa hukuman di LPKA. Guru-gurunya pun didatangkan langsung ke dalam LP untuk mengajar anak-anak,” kata Fuad.
Direktur Eksekutif Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI) Sumatera Selatan Nindi Nopita menyampaikan, konsep inklusi sosial harus terjamin di dalam LPKA. Maksudnya, anak-anak yang berada di dalam LPKA tetap mendapatkan hak-hak yang sama seperti yang didapatkan anak pada umumnya.
Sepuluh hak anak harus dipastikan terpenuhi, yaitu hak bermain, pendidikan, makanan, kesehatan, perlindungan, identitas, status kebangsaan, dan rekreasi. “Untuk bisa mewujudkan ini semua sangat bergantung pada dedikasi dan komitmen dari kepala dan staf LPKA. Paradigma mereka harus untuk membina bukan menghukum anak-anak,” ujar Nindi.