Organisasi Kemahasiswaan Wajib Berideologi Pancasila
Oleh
Laraswati Ariadne Anwar
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS - Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Mohamad Nasir menerbitkan aturan terkait pembinaan ideologi bangsa melalui kegiatan kemahasiswaan di perguruan tinggi. Tujuannya agar segala kegiatan di bawah naungan organisasi mahasiswa tidak melenceng dari semangat Pancasila.
Peraturan Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Permenristekdikti) Nomor 55 Tahun 2018 tentang Pembinaan Ideologi Bangsa dalam Kegiatan Kemahasiswaan di Kampus itu tengah menunggu pengesahan dari Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia.
"Semangat aturan baru ini ialah mewadahi aspirasi mahasiswa sebagai gerakan pemuda Indonesia dalam koridor yang sesuai dengan amanat konstitusi," kata Nasir dalam acara peluncuran permenristekdikti itu di Jakarta, Senin (29/10/2018).
Menurut Nasir, aturan dikeluarkan dengan landasan semangat Sumpah Pemuda, yaitu negara dan kampus menerima kritik yang konstruktif dari mahasiswa yang disalurkan melalui organisasi kemahasiswaan, baik yang berasal dari dalam perguruan tinggi maupun organisasi mahasiswa ekstrenal berskala nasional dan lokal. Permenristekdikti ini otomatis menghapus Keputusan Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi Nomor 6 Tahun 2002 tentang Pelarangan Organisasi Masyarakat dan Partai Politik di Kampus.
"Masukan dari mahasiswa mengatakan, pelarangan itu justru menghambat mereka belajar mengenai ideologi bangsa dan demokrasi," kata Nasir.
Nilai-nilai nasionalisme
Selain itu, Permenristekdikti 55/2018 juga dibuat dengan mempertimbangkan hasil survei yang diterbitkan oleh The Wahid Foundation pada tahun 2017. Dari penelitian terhadap 1.800 mahasiswa di 25 perguruan tinggi terungkap bahwa 29,5 persen responden tidak mendukung pemimpin non muslim, sebanyak 19,8 persen mahasiswa menyetujui peraturan daerah syariah, dan 23 persen mahasiswa setuju dengan berdirinya negara Islam.
Oleh karena itu, melalui Permenristekdikti 55/2018, organisasi mahasiswa yang bersifat internal dan eksternal wajib berkoordinasi dengan lembaga rektorat guna memastikan program yang dijalankan sesuai dengan empat nilai kebangsaan, yaitu meningkatkan pemahaman, penghayatan, dan pengamalan konstitusi nasional.
Nasir mengatakan, organisasi mahasiswa sama sekali tidak boleh menerapkan politik praktis di kampus. Mereka juga tidak boleh memasang simbol-simbol organisasi di kampus, meskipun untuk hal ini akan dibicarakan lebih lanjut melalui rapat koordinasi antara wakil rektor III se-Indonesia dengan perwakilan organisasi mahasiswa yang rencananya diadakan pekan depan.
"Jangam sampai organisasi mahasiswa melenceng ke ideologi yang anti Pancasila, antikeragaman bangsa, antidemokrasi, dan menyebarkan hoaks di kampus. Pemerintah tidak mengebiri cara pandang politik mahasiswa. Kritik itu penting selama dilakukan dengan cara yang sesuai undang-undang. Selain itu, semua organisasi mahasiswa wajib menjunjung tinggi kemerdekaan mimbar akademik," papar Nasir.
Ketua Umum Pengurus Beras Himpunan Mahasiswa Islam R Saddam Al Jihad mengatakan, harus ada lembaga dengan anggaran dasar dan rumah tangga yang jelas yang bisa mengelola pengawasan organisasi mahasiswa tersebut secara netral. Jangan sampai terjadi bias dari pihak rektorat maupun organisasi mahasiswa terkait definisi kegiatan yang boleh dan tidak boleh.
"Bagi organisasi mahasiswa, aturan ini juga membantu pengawasan cabang-cabang di kampus agar tidak ada pihak yang memasukkan agenda tertentu tetapi dengan cara mencatut nama organisasi," ujarnya.