GIANYAR, KOMPAS — Ubud Writers and Readers Festival sebagai ajang perayaan sastra dan budaya turut menyemangati munculnya penulis-penulis baru dari seluruh Tanah Air. Kegairahan penulis pemula untuk berpartisipasi dalam festival literasi internasional di Ubud, Gianyar, Bali, terus meningkat.
Pendiri dan Direktur UWRF Janet DeNeefe, Rabu (24/10/2018), mengatakan, Indonesia kaya dengan penulis berbakat yang berada di daerah. Animo penulis pemula di Indonesia untuk berkarya tercermin dari meningkatnya jumlah karya penulis pemula yang dikirimkan untuk mengikuti program Indonesian Emerging Writers serangkaian Ubud Writers and Readers Festival (UWRF).
“Untuk UWRF tahun (2018) ini, kami menerima sekitar 900 karya dari hampir seluruh Indonesia,” kata Janet dalam jumpa media di Ubud, Gianyar, Bali, Rabu (24/10/2018).
Janet menambahkan, penyelenggara UWRF melalui Dewan Kurator UWRF menyeleksi dari ratusan karya itu hingga menjadi belasan karya terpilih yang kemudian diterbitkan menjadi antologi dalam bahasa Indonesia dan bahasa Inggris.
Dalam kurun 15 tahun penyelenggaraan UWRF sejak 2004, sebanyak 11 buku antologi yang diterbitkan secara independen oleh UWRF melalui Yayasan Mudra Swari Saraswati.
Dalam antologi bilingual berjudul “Jagadhita,The World We Create” yang diterbitkan untuk UWRF 2018, terdapat karya dari lima penulis pemula, yakni, Andre Septiawan (Sumatera Barat), Darmawati Majid (Sulawesi Selatan); Pratiwi Juliani (Kalimantan Selatan); Reni Nuryanti (Aceh); dan Rosyid H Dimas (Yogyakarta). Selain itu, antologi tersebut juga berisikan karya Aan Mansyur, Aprila Wayar, Carma Carmawati, Dicky Senda, Norman Erikson Pasaribu, Rain Chudori, Saras Dewi, dan Sapardi Djoko Damono. Adapun Dewan Kurator UWRF 2018 terdiri dari Leila S Chudori, Putu Fajar Arcana, dan Warih Wisatsana.
Penerbitan antologi secara bilingual setiap penyelenggaraan UWRF itu, menurut Janet, merupakan upaya penyelenggara UWRF untuk mengenalkan penulis pemula Indonesia kepada khalayak pembaca di Tanah Air dan komunitas internasional sehingga mereka mengetahui kualitas penulis pemula Indonesia. “Antologi itu menjadi jembatan penghubung yang efektif agar penulis pemula dikenal luas,” ujar Janet.
Serangkaian jumpa media UWRF itu, Avianti Armand mengatakan, program Indonesian Emerging Writers serangkaian UWRF itu menarik karena menumbuhkan minat penulis baru dan memberi kesempatan penulis pemula mengenalkan karya mereka.
“Karya penulis pemula itu dikenalkan dalam ajang (UWRF) sehingga karya mereka bisa didengar dan bersentuhan dengan komunitas pembaca,” kata Avianti, penulis dan pengarang puisi sekaligus arsitek yang akan memandu program UWRF 2018 Indonesian Emerging Writers di Ubud, Minggu (28/10/2018).
Adapun UWRF 2018 mengangkat tema “Jagadhita, Dunia yang Kita Ciptakan”. Jagadhita berasal dari filsafat Hindu yang bermakna kesejahteraan atau kebahagiaan dunia.
Dalam jumpa media di Ubud, Rabu, Pendiri Yayasan Mudra Swari Saraswati, lembaga yang menaungi UWRF, Ketut Suardana menerangkan filosofi Jagadhita adalah pencapaian kesejahteraan hidup yang diinginkan atas karma dari seseorang, keluarga, masyarakat, atau bangsa di bumi ini.
Diselenggarakan mulai 2004, UWRF diinisiasi sebagai respon atas tragedi bom Bali 2002. UWRF menjadi perhelatan sastra dan budaya tahunan bagi kalangan penulis, sastrawan, seniman, dan budayawan serta penikmat sastra dan seni.
Serangkaian penyelenggaraan UWRF 2018, sastrawan Indonesia Sapardi Djoko Damono mendapat penghargaan anugerah khusus pengabdian seumur hidup (lifetime achievement award).