JAKARTA, KOMPAS — Pengembangan kemampuan dan minat baca anak perlu dilakukan sejak usia dini. Anak yang tumbuh kembang dalam keluarga yang merangsang kemampuan baca dan tulisnya sejak dini, memiliki kemampuan literasi lebih tinggi.
Salah satu cara merangsang atau stimulasi minat baca dan kecerdasan anak adalah melalui metode belajar multisensori. Cara ini dikenalkan oleh The Learning Castle Preschool dalam sebuah seminar di Jakarta, Sabtu (20/10/2018). Seminar yang bertema "Stimulating Multiple Intelelligences in Early Childhood" itu menampilkan pembicara Psikolog Ratu Adhe Wazna Sofwat dari Rumah Sakit Hermina Galaxy.
Metode belajar multisensori dilakukan dengan merangsang sistem indera, motorik, komunikasi, dan afeksi anak melalui pengenalan sejumlah huruf dan kata. Metode ini idealnya dilakukan saat perkembangan otak anak berada di masa emas atau golden age, yaitu rentang usia 6 bulan hingga 3 tahun. Pada usia ini otak anak lebih terbuka untuk menangkap pelajaran yang diberikan.
Anak ketika mencapai usia 3 tahun, bila otaknya distimulasi maka akan berkembang menjadi 80 persen. Namun jika tidak ada stimulasi, jaringan otak akan mengecil dan fungsinya menurun. Akibatnya perkembangan otak jadi terhambat dan tidak berfungsi optimal.
Progres in International Reading Literacy Studi (PIRLS) dalam penelitiannya di 45 negara pada tahun 2006 menunjukkan bahwa anak dari keluarga yang menstimulasi kemampuan baca dan tulis sejak dini memiliki kemampuan literasi yang lebih tinggi. (www.researchgate.net: April 2015).
"Idealnya dilakukan saat anak berusia dua tahun, karena saat itu kemampuan berpikir anak sudah semakin banyak," ucap Ratu.
Stimulasi pada anak usia dini dilakukan orang tua saat di rumah dalam situasi bermain yang menyenangkan dengan mengenalkan huruf-huruf berwarna. Waktunya juga dilakukan dengan singkat setiap harinya, yaitu 10 sampai 15 menit.
Kepala Sekolah The Learning Castle Preschool Siti Rohanah Hasan Basri yang sudah tiga tahun menerapkan metode belajar multisensori, menambahkan, metode ini menstimulasi kemampuan sensoris anak melalui penglihatan, pendengaran, artikulasi, dan gerak tubuh.
"Misalnya saat kami mengenalkan kepada anak tentang mata. Pertama kami tunjukan tulisan mata, lalu gambar mata, dan kita peragakan dengan menunjuk kebagian mata kami. Metode ini bisa membantu anak untuk mengenali pola dari sebuah kata," tuturnya.
Jadi kebiasaan
Ratu menambahkam Metode belajar multisensori yang diterapkan kepada anak saat usia dini, akan berubah menjadi kebiasaan hingga dewasa. Hal ini akan berdampak positif bagi anak tersebut untuk terus membaca.
"Metode belajar multisensori ini sebenarnya solusi tingkatkan daya baca, di saat kesadaran membaca masyarakat Indonesia yang rendah," katanya.
Central Conection State University pada Maret 2016 menyebutkan bahwa bangsa Indonesia menempati urutan ke 56 dari 60 negara dalam hal minat baca. Demikian pula survei yang dilakukan Organisasi Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, dan Kebudayaan Dunia (UNESCO) juga menempatkan Indonesia di posisi kedua terendah dari 61 negara yang disurvei (Kompas, 22/9/2017).
Namun, kata Ratu, penerapan metode belajar multisensori hanya bisa berhasil apabila ada komitmen dari keluarga untuk konsisten merangsang sensoris anak. Hal ini karena metode tersebut diterapkan pada masa prasekolah. (STEFANUS ATO)