Kemenyan punya tempat istimewa dalam khazanah rempah-rempah di Tanah Air. Tak hanya sebagai komoditi, kemenyan juga hadir dalam tradisi dan kebudayaan, juga agama. Namun, ia sering kali disalahpahami.Untuk itu, perlu perubahan cara pandang dalam melihat kemenyan.
Jika Anda melawat ke Sumatera Barat, cobalah pergi ke Kecamatan Aur Malintang. Di tempat ini, kemenyan terselip di peci hitam para “tuangku”, sebutan untuk ulama di tempat itu. Sebelum menggelar doa untuk acara selamatan, tuangku terlebih dulu membakar kemenyan. Asap kemenyan membumbung. Lalu, doa-doa dilangitkan.
Sementara di Samosir, Ary Prihardhyanto Keim, peneliti sistematika tumbuhan pada Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), dalam diskusi Kemenyan: Kapitalisme dan Agama, Sabtu (20/10/2018), di Depok, Jawa Barat, mengatakan, kemenyan digunakan oleh orang Batak untuk upacara adat boneka sigale-gale. Pada diskusi ini, hikayat kemenyan terungkap.
Ary menjelaskan, kemenyan adalah kristal padat yang berasal dari getah pohon kemenyan. Ketika dibakar, kristal ini akan menghasilkan bau harum. Kemenyan dihasilkan dari jenis Sytrax benzoin, Sytrax paralleloneurus, Sytrax sumatrana, Sytrax tonkinensis. “Tiga di antaranya merupakan endemik Sumatera,” kata Ary.
Dari tiga jenis kemenyan endemik Sumatera itu, kata Ary, Sytrax sumatrana atau kemenyan toba menjadi terbaik dan paling mahal. Pada abad ke-7 Masehi, kemenyan ini sudah diperdagangkan di Barus, Sumatera Utara. Pedagang-pedagang Arab bertindak sebagai pembeli.
Kemenyan juga beririsan dengan agama-agama langit. Bangsa Israel menggunakan kemenyan dalam upacara keagamaan mereka. Sementara sejumlah pemeluk Islam di Indonesia secara kultural dekat dengan kemenyan.
Mohammad Fathi Royyani, Peneliti Etnobotani LIPI, menyebut, kemenyan dan gaharu digunakan sebagai wewangian. Di sejumlah tempat pengajian, terdapat habib-habib tertentu yang membakar wewangian aroma terapi.
“Namun, kemenyan bukan bagian dari ibadah. Tanpa kemenyan pun, ibadah tetap bisa dilakukan,” kata Fathi, yang juga Ketua Lakpesdam Nahdatul Ulama Depok ini.
Fathi menilai, di tengah masyarakat masih ada anggapan negatif terhadap kemenyan. Kristal ini sering dianggap dekat dengan dunia klenik dan perdukunan. Menurut dia, perlu adanya perubahan cara pandang dalam melihat hal itu.
Kebiasaan mengasapi keris, kata Fathi, bisa dijelaskan secara saintifik. Keris terbuat dari aloi atau logam campuran. Kandungan asap kemenyan dapat mengikat unsur-unsur logam di keris tersebut. “Itu membuat keris makin kuat, awet dan tidak mudah berkarat,” kata Fathi.
Fathi berpendapat, tugas peneliti lah untuk menjelaskan aktivitas kultural yang ada di tengah masyarakat. sebagian di antara aktivitas itu boleh jadi mengandung pengetahuan lokal. “Jadi, kita harus menggali terkait aktivitas-aktivitas itu dan mencari justifikasi rasionalnya,” kata Fathi (INSAN ALFAJRI)